Mengapa Ahmad Dhani Berubah ?

  • Whatsapp

Oleh:
Pangeran Karyonagoro

Senin, 28 Januari 2019 menjadi hari yang kelabu bagi ADP. Atas perintah Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ADP dijebloskan ke LP Cipinang, Jakarta Timur oleh Jaksa Penuntut umum . Hakim menjatuhkan vonis 18 bulan penjara karena ADP terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ujaran kebencian, dalam hal ini dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh menyebarkan informasi yang menunjukkan rasa kebencian. Adalah Jack Boyd Lapian dari BTP Network yang melaporkan Cuitan ADP tertanggal 6 Maret 2017 yang berbunyi, “ Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya” ke polisi. Konteksnya saat itu Basuki Tjahaya Purnama ( Ahok ), Gubernur Jakarta sedang dalam proses pengadilan atas dakwaan penistaan agama sekaligus pilgub DKI yang akan memasuki putaran kedua.

Selain tersandung kasus berbuah vonis 18 bulan penjara di atas, setidaknya ADP pernah dan sedang tersandung 4 kasus lainnya yaitu : dugaan makar pada 2 Desember 2016, pencemaran nama baik terhadap Jack Boyd Lapian, pencemaran nama baik kepada kelompok penolak deklarasi 2019 ganti presiden serta dugaan penipuan dan penggelapan investasi villa di Kota Batu sebesar 200 Juta Rupiah. Kasus-kasus tersebut berpotensi membuat ADP menghuni hotel prodeo lebih lama. Apabila hal itu terjadi tentu mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi yang berat dan sulit bagi ADP.

Sejatinya, ADP lebih populer sebagai musisi yang menggawangi grup DEWA yang legendaris daripada sebagai politisi. Banyak lagu hasil karyanya yang nge-hits dan digemari. Meskipun karakter ADP angkuh, over confidence, terkesan mau menang sendiri dan dominan, namun bisa dikompensasi dengan produktivitas dan prestasi bermusiknya. Apalagi ADP kebanyakan berada di ranah privat dan profesional. Hal itu bisa dimaklumi. ADP menjadi dirinya sendiri, bebas berekspresi dan menuangkan gagasannya secara rasional dan otentik. Lalu, mengapa ADP bisa berubah drastis ? Apakah karena pilihan politiknya yang membuatnya demikian ? Di panggung politik melalui media twitter ADP terkesan sebagai sosok antagonistik yang sarkastik. Layaknya juggernaut, ADP hantam pendapat atau siapa saja yang bertentangan gagasan dengannya. ADP ibarat striker yang selalu tidak gentar berusaha memasukkan bola ke kubu lawan. Tapi ADP melakukan pelanggaran yang diganjar dengan kartu merah. ADP dipaksa keluar lapangan. Medan politik jauh berbeda dengan medan privat maupun profesional.

Perubahan drastis ADP tidak bisa terlepas dari peristiwa yang terjadi pada 8 September 2013. Waktu itu, Dul Jaelani yang masih dibawah umur dengan memgemudikan mobil ayahnya terlibat kecelakaan di Tol Jagorawi KM 8,2 yang mengakibatkan 7 orang meninggal dunia. Orang tua mana yang tidak kalut mendapati fakta seperti itu. Apalagi keesokan harinya, pada 9 September 2013 Dul Jaelani ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka dalam kecelakaan maut tersebut. Paling tidak ada 3 hal yang akan terjadi ke depan, pertama, ADP akan disalahkan oleh publik karena membiarkan anaknya yang belum cukup umur mengemudikan mobil. Kedua, Dul Jaelani akan menghadapi tuntutan hukum, persidangan dan ancaman bui. Ketiga, keluarga korban akan melakukan tuntutan ganti rugi materiil dan immateriil atas keluarganya yang meninggal dunia dan luka-luka.

Kejadian tersebut tentu sangat menyita energi, waktu, pikiran, tenaga dan juga dana. Sebagai contoh, Iwan Adranacus, bos cat di Kab. Karanganyar, Jawa Tengah yang “hanya” divonis 1 tahun karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau yang berbahaya bagi nyawa atau mengakibatkan orang lain meninggal dunia, harus merogoh koceknya sebesar 1,1 Milyar rupiah menyantuni keluarga korban yang meninggal. Itu hanya 1 korban meninggal dunia. Berapa besaran uang santunan yang diberikan untuk 7 keluarga korban yang meninggal dunia dan 8 orang yang luka-luka ? belum lagi “santunan” lain-lainnya.

Adakah orang tua yang tega dan rela anaknya yang masih berusia di bawah umur harus mendekam dibalik jeruji besi ? Naluri seorang ayah tentu saja ingin melindungi anaknya dan hal itu sangat wajar. Demikian juga yang dilakukan oleh ADP. Menerima cemoohan, hujatan dan makian dari publik yang menyayangkan Dul nyetir mobil sendirian tidak dianggap sebagai masalah. Namun 2 hal lainnya akan menyedot banyak energi, tenaga, pikiran, waktu dan ketersediaan finansial. Untuk bisa mengurai membantu masalah tersebut, perlu koneksi politik yang kuat. Kebetulan situasi sulit yang dialami ADP bertepatan dengan momentum perhelatan Pilpres yang menghadirkan dua kontestan saja yaitu Jokowi – Jusuf Kalla dengan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Memasuki 2014, eskalasi politik nasional di Indonesia meningkat tajam dengan adanya agenda menyongsong pilpres 9 Juli 2014. Kubu Joko Widodo – Jusuf Kalla dan Prabowo – Hatta Rajasa sedang berlomba untuk memperluas pengaruh dan meningkatkan elektabilitasnya termasuk mendekati tokoh-tokoh populer, berpengaruh dan figur publik termasuk artis untuk memenangkan kontestasi tersebut. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Setelah berjibaku untuk “menyelamatkan” Dul dari bui maupun kondisi keuangannya yang lumayan terkuras selama 8 bulan, ADP bertemu dengan Hatta Rajasa pada 18 Mei 2014. Ini berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Prabowo Subianto pada saat diwawancarai usai deklarasi Prabowo – Hatta pada 19 Mei 2014 di rumah Polonia (sumber : https://m.merdeka.com/amp/politik/prabowo-temui-mahfud-md-hatta-bertemu-ahmad-dhani.html ). Mengapa Hatta dan ADP bertemu ? Sebab Hatta Rajasa pernah mengalami dan merasakan hal yang sama dan dialah orang yang tepat untuk berbagi suka-duka perjuangan seorang ayah dalam “melindungi” anaknya. M. Rasyid Amrullah, anak bungsunya terlibat dalam kecelakaan lalu lintas pada 1 Januari 2013 di tol Jagorawi di KM 3 + 350 yang mengakibatkan 2 orang meninggal dunia. Pengalaman Rasyid Amrullah lolos dari jerat hukum disertai dengan tawaran bantuan yang simpatik tentu memberikan ruang bagi ADP untuk bernafas lega sebab ternyata masih tersedia jalan keluar. Namun, tentunya tidak ada makan siang gratis. Ada ketentuan dan syarat yang berlaku.

Hanya berselang 2 hari pasca deklarasi, pada 21 Mei 2014, ADP beserta beberapa artis ibu kota secara resmi menyatakan dukungannya kepada Prabowo Subianto. Dukungan ADP secara lugas dan tegas terhadap Prabowo di dunia maya terekam dalam cuitannya tertanggal 29 Mei 2014. Satu setengah bulan kemudian tepatnya pada 16 Juli 2014 setelah melewati serangkaian persidangan, Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis Dul Jaelani untuk dikembalikan kepada orang tuanya alias bebas. Apabila kita mencermati rekam jejak cuitan ADP dengan aku @AHMADDHANIPRAST, substansi gagasan dalam cuitannya mengalami penjungkirbalikan yang tajam yang ditonggaki cuitan tertanggal 29 Mei 2014. Contohnya, mundur ke belakang pada tanggal 8 September 2012, ADP mencuit tentang dajjal yang kalau dalam penafsiran saya pribadi merupakan sindiran terhadap figur yang sampai saat ini masih terlunta-lunta di negara lain dan tidak kunjung pulang-pulang. Banyak lagi cuitan yang menunjukkan rasionalitas dan otentisitas gagasan ADP sebelum ADP memilih terjun ke dunia politik praktis meskipun kerab dibumbui dengan bahasa sarkastik.

Perubahan yang terjadi pada seorang ADP bukanlah perubahan yang natural apalagi perubahan intelektual layaknya seorang beragama menjadi atheis atau seorang atheis menjadi orang yang beriman. ADP terpenjara oleh ego dan keangkuhan yang sejak dulu membentenginya sehingga melindungi anaknya dengan cara yang salah. Ia rela menggadaikan rasionalitas dan otentisitasnya serta berkompromi dengan kepentingan-kepentingan politik yang menuntut ketertundukan dirinya untuk menjadi proxy bagi aktualisasi kepentingan tersebut. ADP sudah membayar dengan sangat mahal tawaran-tawaran yang bersyarat dan mengikat itu. Ia tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Dan ketika konsekuensi demi konsekuensi berdatangan, siap tidak siap ia harus menerima hal itu termasuk ketika ia harus menghadapi kenyataan dijebloskan ke penjara. Mudah-mudahan di balik jeruji penjara, ADP mampu melakukan refleksi secara mendalam, syukur-syukur kembali produktif berkarya membuat syair lagu dan setelah Pemilu 2019 ini paripurna, publik masih berkesempatan melihat ADP dengan sisi rasionalitas dan otentisitasnya eksis kembali bukan sebagai politisi melainkan sebagai musisi sekaligus warga negara yang kritis.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *