Mengenal Cak Suryadi, The Real Boss Of Jawa Pos

  • Whatsapp

beritalima.com | Buku “Sesekali Jadi Orang Penting: Coffee Break Bareng Cak Suryadi” baru saya terima sore tadi. Tanpa basa-basi, saya sobek bungkus dari kurir, pun plastiknya, langsung saya baca. Kegiatan lain saya tunda, saya tuntaskan membaca 129 halaman buku terbitan PT Media Konco Lawas, usaha bersama para mantan/ alumnus  Jawa Pos yang tergabung dalam Cowas Jepe tersebut. Saya tertawa, pada beberapa halaman, ngakak membacanya.
Buku ini sebetulnya adalah sepenggal cerita tentang seorang teman di Jawa Pos. Tetapi memang agak di luar mainstream, karena mengutip Mas Dhimam Abror, ini bukan seperti cerita tentang tokoh-tokoh sentral dalam pentas pewayangan, tetapi cerita tentang seorang punakawan. Tentang Petruk yang sempat semalam jadi ratu, tentang Prabu Kantong Bolong. Prabu Kantong Bolong yang spontan, apa adanya, tulus, tanpa basa-basi, tetapi jika direnungi banyak kebijaksanaan yang kita orang kebanyakan jarang memperhatikan. Teman itu adalah Suryadi, saya memanggilnya Cak Suryadi. Seorang office boy (OB) yang menurut saya sikap hidup dan pemikirannya sudah ma’rifat.


Sebagai alumnus, Jawa Pos memang banyak melahirkan cerita. Cerita sukses, gagal, lucu, sedih, gembira, cerita tentang kiprah-kiprah para mantan yang sekarang berkarir di berbagai bidang, banyak sekali. Namun, sayangnya satu, cerita-cerita itu terlalu banyak tentang teman-teman redaksi. Tidak ada yang salah. Karena di perusahaan media, redaksi adalah infanteri-nya. Tapi, jika terlalu banyak cerita, akhirnya jenuh dan membosankan juga. Setelah terbit buku tentang Cak Jarwo, tukang cetak koran Jawa Pos jadi miliarder, kini tentang Suryadi, OB yang melegenda di perusahaan media yang terbit di Surabaya tersebut.  Namun buku Suryadi ini berbeda, lucu tetapi penuh makna untuk memahami hakikat kehidupan yang utuh.


Kisah-kisah Cak Suryadi ini sangat jenaka. Ada kisah saat dia mengunci pintu kantor Jawa Pos saat masih di Jalan Kembang Jepun Surabaya, padahal malam itu di kantor masih ada CEO Jawa Pos Dahlan Iskan. Juga, pada kesempatan lain, Suryadi pernah mengusir Pak Dahlan karena duduk di tangga, tentu waktu itu Suryadi belum tahu siapa Dahlan Iskan. 
Yang membuat saya terpingkal-pingkal adalah saat membaca bab ketika tanpa sengaja Suryadi salah kirim SMS ke Direktur Keuangan Jawa Pos, Nany Wijaya. Mbak Nany ini, demikian kami memanggil, karakternya antagonis. Saat itu Mbak Nany lagi opname di RS, menerima SMS seperti ini: “Nek jange matek gak usah ngajak koncone (kalau mau mati tidak mengajak temannya, Red.).” Bisa dibayangkan, seorang direktur keuangan  lagi sakit menerima SMS seperti itu. Bagaimana nasib Suryadi setelah itu? Ada di buku ini.


Jika dalam buku tidak bisa membayangkan bagaimana sosok Suryadi yang sepintas terkesan cilik tapi kemlinthi (tubuhnya kecil tapi percaya diri), lihat saja obrolan Dahlan Iskan dan Suryadi di Podcats DI’s Way. Iya itulah Suryadi, bertubuh kecil dengan warna rambut dicat kuning kadang merah, bicaranya ceplas-ceplos khas Suroboyo. Di Podcast ini ada cerita saat Suryadi dan Misran (helper di bagian keuangan) mengambil uang Rp 2 miliar dan naik motor, namun menolak dikawal. Nekat tapi akhirnya selamat.


Tentu saya tidak akan spoiler (membocorkan) isi buku ini. Hubungi teman-teman mantan Jawa Pos yang tergabung dalam Cowas JP antara lain  Suhu Slamet Oerip Prihadi jika berminat membeli. Hanya Rp 40 ribu per eksemplar. Tentu bukan Suryadi yang menuliskan buku ini, tetapi seorang veteran Jawa Pos yang banyak berkarir di desk olahraga Fuad Aryanto (Cak FU) dan Yarno, seorang alih bahasa (copy editor). Pengantarnya oleh Dhimam Abror dan Dahlan Iskan. 


Suryadi sampai hari ini tetap sosok yang rendah hati dan kini juga sudah pensiun dari Jawa Pos. Ketika ditanya Pak Dahlan, sekarang kerja apa, Suryadi menjawab dengan spontan, “WFH”. Lho kerjanya WFH? “Iya WFH, Bos”. Saya tertawa mendengarkan obrolan ini. Jika makna Bos bisa diartikan sebagai sosok yang bisa memberikan inspirasi dan panutan, maka Suryadi adalah The Real Boss of Jawa Pos.


Sehat selalu Cak Suryadi, semoga sik iling aku (semoga masih ingat saya). Meski dulu tidak pernah bersama dalam tugas pekerjaan, tetapi kita sering bersama di lapangan. Ya, saya dan Cak Suryadi, sama-sama aktif di klub sepkabola Jawa Pos, PS Askring (Asal Kringetan). Tetapi tidak hanya di lapangan bola, dalam menghadapi tantangan kehidupan di dunia, sepertinya Cak Suryadi jauh lebih lincah daripada saya. Suwun inspirasine Cak Sur. Salam teko Jakarta. (tofan.mahdi@gmail.com)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait