Ini Keterangan Prof Sadjijono Pada Kasus Penggelapan di PT Indocon Sukses Abadi

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sidang pidana yang menyeret Endry Tandiono sebagai terdakwa penggelapan uang PT Indocon Sukses Abadi (ISA) kembali digelar di PN Surabaya, Kamis (24/9/2020), menghadirkan ahli pidana Prof Sadjijono dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya.

Dihadapan Majelis Hakim yang dipimpin Martin Ginting, ahli pidana yang dihadirkan terdakwa Endry Tandiono menyatakan, perbuatan membuka pasword terkait adanya transaksi yang sudah macet, menurutnya adalah perbuatan penyalahgunaan kewenangan sepanjang perbuatan tersebut terjadi ketika ada kewenangan yang dia miliki.

“Terkait apakah itu menjadi perbuatan melawab hukum atau tidak maka akan kembali pada aturan. Tidaklah bisa seseorang dikatakan melakukan perbutan melawan hukum ketika atutan itu tidak ada,” katanya.

Dalam sidang ahli juga menandaskan bahwa perbuatan perdata akan bisa berakhir menjadi pidana, tetapi perbuatan pidana tidak akan bisa bergerak menjadi perdata. 

“Contoh, saya mencuri mobil namun dalam 3 bulan setelah mobil curian itu saya pakai, yang kehilangan mobil lapor polisi dan mobil itu saya kembalikan,” tandas ahli pidana Prof Sadjijono.

Setelah sidang, Agus Salim Ghozali kuasa hukum Endry Tandiono berharap agar majalis hakim membebaskan Kliennya dari dakwaa jaksa. Sebab menurutnya keterangan saksi ahli sudah mematahkan dakwaan jaksa.

“Keterangan saksi ahli tadi sudah gamblang menyatakan bahwa perkara ini lebih condong pada perdata. Tapi dalam konteks ini jaksa memaksa. Makanya jaksa tadi mempertanyakan soal tipu muslihat. Tipu muslihat itu kan orang dipengaruhi mengambil atau menyerahkan suatu barang sehingga dia memberikan barang pada orang itu,” katanya.

Dalam dakwaan terungkap, PT ISA yang bergerak dalam perdagangan alat-alat teknik dan bangunan didirikan pada Maret 2012, dengan Komisaris Utama Soendoro Soetanto, Komisaris Winarto Prayogo  dan terdakwa Endry Tandiono menjabat sebagai Direktur. 

Selain memiliki saham dan memegang jabatan sebagai direktur di PT ISA, ternyata terdakwa Endry Tandiono dan istrinya yang bernama Fetty Susana  juga memiliki toko penjualan alat-alat teknik dengan merek Hicon yang diberi nama Toko Mitra Aneka (MA).

Sejak Pebruari 2014 sampai dengan September 2016 Toko MA secara berkala membeli barang dari PT ISA dengan cara mencicil selama 90 hari atau tiga bulan.

Meski nyatanya cicilan pembayaran dari Toko MA kepada PT ISA tidak dibayar secara benar sesuai sistem pembayaran yang ada di PT ISA.

Kendati cara pembayaran Toko MA amburadul bahkan ada beberapa item barang yang belum terbayar, namun oleh terdakwa Endry Tandiono, Toko MA tetap diberikan kemudahan melakukan pembelian di PT ISA.

Pada saat PT ISA mengalami kesulitan keuangan, Sri Hartati Sutanti yang adalah akunting PT ISA menemukan data bahwa Toko MA tidak melakukan pembayaran sejumlah Rp 1.455.523.050 kepada PT ISA. Sebaliknya perhitungan dari Toko MA dinilai kalau PT ISA tidak melakukan pembayaran sejumlah Rp 1.450.066.227 kepada Toko MA.

Celakanya, pada 10 Januari 2017, selisih perhitungan tersebut dimanfaatkan oleh terdakwa Endry Tandiono untuk klop-klopan antara Toko MA dengan PT ISA. Hingga akhirnya Toko MA dinyatakan masih punya kelebihan uang sejumlah Rp 11.691.365, di PT ISA.

Mengetahui kejadian tersebut Komisaris Utama dan Komisaris PT ISA memerintahkan pada J.B Amiranto melakukan audit keuangan dan terungkap bahwa sejak bulan Pebruari 2014 sampai dengan bulan September 2016 Toko MA sebenarnya tidak melakukan pembayaran sejumlah Rp 2.633.820.498 kepada PT ISA.

Sedangkan sejak April 2014 sampai dengan bulan Nopember 2016 PT ISA juga melakukan pembelian barang dari Toko MA dan tidak dibayar sejumlah Rp 1.866.632.361 akibat kondisi keuangan perusahaan yang tidak baik.

“Dari perhitungan tersebut diketahui  terdapat selisih uang yang belum dibayarkan oleh Toko MA sejumlah Rp 767.188.137 kepada  PT ISA,” pungkas Jaksa Gede Willy pada saat membacakan dakwaan. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait