MADIUN, beritalima.com – Tidak ada lagi kepedihan yang mendalam di benak Mariman dan Katini, bapak dan ibu almarhumah Titik Katiningsih, saat media ini datang di kediamannya, di Jalan Singoludro, Mejayan, Kabupaten Madiun, Minggu (10/12/2017) sore.
Awan hitam yang sempat bergelayut di rumah ini sudah berlalu. Sedikit pun tidak ada kegundahan bagi mereka untuk membesarkan Naira Mauzara, puteri tunggal almarhumah Titik Katiningsih, TKI yang meninggal akibat kecelakaan di kilometer 47, Lebuh Utara Selatan, Pulau Penang, Malaysia, Selasa (24/10/2017) lalu.
Mariman yang cuma kuli bongkar muat, di samping kadang menerima job sebagai joki sound system, dan Katini yang ibu rumah tangga biasa, malah optimis dapat menyekolahkan cucunya (Naira) setinggi mungkin, melebihi pendidikan dan kepintaran almarhumah Titik.
“Naira sangat pintar, seperti ibunya (Titik – maksudnya) dulu,” tutur Katini tentang cucunya yang kini masih umur 3 tahun.
“Meski ia masih TK nol kecil, tapi kepintarannya mengalahkan temannya yang sudah nol besar,” timpal Mariman.
Keyakinan Mariman dan Katini mampu mewujudkan keinginan almarhumah Titik, meyekolahkan Naira setinggi mungkin, seterima uang santunan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Selaku ahli waris, sebagaimana yang diungkapkan Katini,
mereka menerima uang santunan atas kematian akibat kecelakaan kerja yang dialami Titik sebesar Rp 85 juta, ditambah Rp 5 juta untuk biaya pengangkutan dan pemakaman jenazah puteri sulungnya tersebut.
Keduanya menegaskan, akan menabung uang itu untuk bea pendidikan Naira. Tidak ada niat atau pikiran menggunakan uang itu buat modal usaha, apalagi untuk kebutuhan makan sehari-hari.
“Untuk makan bersama Naira cukuplah dari penghasilan saya,” ujar bapak dua anak ini.
Dengan nada haru keduanya mengaku tak tahu jika kepergian Titik ke Malaysia telah terlindungi jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan. Mereka cuma tahu Titik telah daftar sebagai TKI di sebuah PJTKI di Yogjakarta, dan berangkat ke negeri jiran tanggal 19 Oktober 2017.
Tidak hanya itu, Mariman dan Katini juga mengaku sebelumnya tak mengenal BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, kepergian Titik sebagai TKI kali ini yang kedua. Setamat SMK tahun 2008 silam Titik pernah jadi TKI di negara yang sama di perusahaan Samsung. Setelah 4 tahun di sana Titik balik ke Madiun dan menikah dengan Roni Nasution yang juga TKI Malaysia.
Pernikahan mereka dikaruniai Naira. Setelah Naira umur 3 tahun, permohonan kerja Titik di Sony Malaysia diterima, dan kembalilah Titik sebagai TKI.
Akan tetapi, kepergian Titik kali ini ternyata tuk selamanya. Tanggal 19/10 berangkat ke Malaysia, 24/10 kecelakaan dan meninggal dunia, 27/10 jenazahnya sampai di Madiun.
Kedatangan jenazah Titik (27), juga jenazah TKI asal Sragen, Wami Windasih (19), tidak hanya disambut karangan bunga oleh BPJS Ketenagarkerjaan di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, tapi juga diantar petugas BPJS Ketenagakerjaan sampai di rumah duka masing-masing.
“Saya baru tahu adanya BPJS Ketenagakerjaan ya ketika jenazah Titik datang di rumah ini, karena ada petugas BPJS Ketenagakerjaan ikut mengantar, dan menyerahkan uang santunan,” lanjut Katini. “Kok cepat ya, Mas?” tanya ia dengan bahasa Jawa.
Selain Titik dan Wami Windasih, kecelakaan maut antar bus di Pulau Penang, Malaysia, itu juga merenggut nyawa Faridah (19), gadis Kelurahan Dahari Selebar, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, yang juga TKI peserta BPJS Ketenagakerjaan. Muhammad, bapak almarhumah Faridah, juga telah menerima uang santunan Rp 85 juta dari BPJS Ketenagakerjaan.
Tidak cuma ahli waris ketiga TKI tersebut yang sudah menerima santunan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk perlindungan TKI, yang pertama mendapat santunan BPJS Ketenagakerjaan adalah Eni Purwanti, calon TKI yang belum berangkat ke negara tujuan, Taiwan.
Calon TKI asal Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, itu mengalami kecelakaan ketika masih mengikuti pelatihan pra penempatan kerja di Kantor Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) PT Bina Adidaya Mandiri Internasional di Tangerang, Banten, Rabu (7/8/2017).
Eni, yang daftar BPJS Ketenegakerjaan ketika program ini baru 3 hari diluncurkan, akhirnya meninggal dunia saat dilarikan ke rumah sakit. Kendati demikian, ahli warisnya juga mendapat santunan sebesar Rp 85 juta dan beasiswa anak sampai lulus sarjana.
Santunan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Ketenagakerjaan M.Hanif Dhakiri, didampingi Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto, di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol, Tangerang, Selasa (15/8/2017).
Empat kasus kematian akibat kecelakaan kerja yang dialami 4 TKI santunannya telah dibayarkan dengan cepat oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dan itu dilakukan BPJS Ketenagakerjaan dengan proaktif.
Jelasnya, begitu mendapat informasi ada TKI mengalami musibah, BPJS Ketenagakerjaan langsung melakukan pengecekkan apakah korban benar pesertanya atau bukan,
Jika benar peserta, langsung dilakukan pendalaman kasusnya, dan ditindaklanjuti berbagai persiapan, terutama perihal penyerahan santunannya.
Tanggapisasi seperti itu sudah biasa dilakukan oleh para karyawan BPJS Ketenagakerjaan dimanapun berada. Sehingga, dengan keproaktifan pihak BPJS Ketenagakerjaan seperti itu, keluarga peserta tidak perlu sampai mengurus klaim, dan santunan dapat diserahkan secepatnya.
Komitmen BPJS Ketenagakerjaan
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, di sela acara “40 Menit Mengajar” di Universitas Brawijaya Malang beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya telah berkomitmen untuk memberikan perlindungan kepada TKI secara mudah dan cepat.
“Kami berkomitmen untuk melaksanakan tugas menyelenggarakan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja Indonesia, termasuk TKI,” tandas Agus pada media ini.
Program perlindungan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan bagi TKI ini baru dilaksanakan per 1 Agustus 2017. Ini berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia.
Permenaker itu menyebutkan bahwa seluruh calon TKI baik yang ditempatkan oleh pelaksana penempatan ataupun perseorangan wajib ikut program BPJS Ketenagakerjaan.
Peraturan tersebut juga didasari UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Dengan beralihnya penanganan jaminan sosial bagi TKI dari Asuransi TKI ke BPJS Ketenagakerjaan, kasus telatnya klaim dan minimnya informasi seputar Asuransi TKI diharapkan tidak terjadi lagi.
Harapan itu akhirnya dirasakan masyarakat, khususnya ahli waris TKI. Selain kecepatan layanan pembayaran klaim, diketahui pula iuran BPJS Ketenagakerjaan lebih murah dibanding iuran Asuransi TKI yang sebesar Rp 400 ribu.
Ke BPJS Ketenagakerjaan, TKI cukup bayar Rp 370 ribu sudah berhak atas program perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
Sejumlah manfaat dan perlindungan kepada TKI di antaranya perawatan dan pengobatan bila mengalami kecelakaan kerja sebelum dan sesudah masa penempatan.
Bila mengalami cacat akibat kecelakaan kerja, TKI peserta juga akan mendapatkan santunan cacat, baik cacat fungsi, cacat sebagian fungsi, dan juga cacat total tetap serta biaya transportasi.
Bila TKI peserta meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, ahli warisnya dapat santunan Rp 85 juta, dan beasiswa pendidikan anak sampai lulus sarjana atau beasiswa pelatihan kerja.
Sedangkan bila TKI meninggal bukan akibat kecelakaan kerja, baik pada masa sebelum dan sesudah penempatan, ahli warisnya mendapat santunan Rp 24 juta. Dan untuk TKI peserta yang meninggal akibat kekerasan fisik serta pemerkosaan atau pelecehan seksual masuk dalam pertanggungan JKK.
Masa perlindungan TKI peserta BPJS Ketenagakerjaan tersebut selama 31 bulan. Rinciannya, 5 bulan sebelum penempatan, 25 bulan di negara penempatan, dan 1 bulan setelah kembali berada kembali ke Indonesia.
Dan untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan tersebut, calon TKI bisa daftar langsung ke kantor BPJS Ketenagakerjaan terdekat.
Agus sangat berharap semua tenaga kerja migran daftar BPJS Ketenagakerjaan. Karena, “Dengan perlindungan jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan, para TKI bisa tenang, baik mulai dari pelatihan di Indonesia dan saat bekerja di luar negeri sampai ketika kembali,” ujarnya.
“Kita semua tentu tidak berharap musibah. Bagaimanapun juga keutuhan keluarga paling utama. Namun, perlindungan BPJS Ketenagakerjaan merupakan bentuk persiapan atas kemungkinan buruk yang dapat menimpa kita,” ucapnya mengingatkan. (Ganefo)
Teks Foto: Mariman dan Katini, bapak dan ibu almarhumah Titik Katiningsih, salah seorang TKI yang meninggal akibat kecelakaan kerja di Malaysia beberapa waktu lalu.