Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Pengadilan Agama Semarang)
Simpang siur yang menyertai peristiwa pembunuhan berencana Brigadir J, dengan dalang FS (mantan Kepala Divisi Propam Polri), kini semakin membuat pubik meradang. Kedua orang tua yang semula agak lega bahwa sang Bos yang telah mengakui perbuataanya kini harus terusik, Bukan oleh pengacara kondangnya yang kini sudah ‘lari ke hampir semua jalur’ tetapi justri dari Komnas HAM dan Komnas Perempun. Ketika reka ulang pristiwa tindak pidana (rekunstuksi) seolah korban justru menjadi pecundang. Dugaan tindak pidana yang dituduhkannya pun bukan main-main, yaitu dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh istri sang Bos. Dugaan ini tampaknya ‘diamini oleh para saksi yang tidak lain juga menjadi para tersangka, kecuali Barada E. PC yang diduga sebagai korban kekerasan seksual juga ikut menjadi menjadi tersangka.
Publik, apalagi kedua orang tua, dibuat masyghul. Setidaknya ada 3 alasan mengapa demikian. Pertama, semua para tersangka adalah orang dekat sang Bos. Selama proses penyelidikan dan penyidikan berlangsung tidak ada berita apakah mereka bisa saling berkomunikasi atau tidak. Kedua, ketika mereka selama penyelidikan ini masih bisa saling berkomunikasi tentu dapat dengan luluasa, secara diam-diam, menyusun sekenario jilid dua. Ketiga, pelaku yang diduga melakukan tindak pidana sekarang sudah meninggal. Orang yang sudah meninggal tentu tidak dapat dimintai keterangan. Dengan alasan ketiga ini publik pun berasusmsi kuat, bahwa dugaan adanya kekerasan seksual ini sengaja dihembuskan lagi guna mencari alasan peembenar para tersangka atas perbuatan biadap yang dilakukan. Asumsi ini tentu sangat masuk akal ketika hal ini diungkapkan ketika polisi ingin mengungkap motif pembunuhan berencana.
Hampir mayoritas publik memaki Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Mereka pun mempertanyakan apa motif Komnas HAM mengeluarkan pernyataan kontroversial itu. Pertanyan mendasarpun oleh mayoritas publik diungkapkan, mengapa Komnas HAM dan Komnas Perempuan terlalu percaya dengan keterangan (sandiwara) PC? Sebagai sesama perempuan, mengapa Komnas permpuan tidak berempati kepada ibu korban (Ibu Brigadier J) yang separuh jiwanya seolah hilang karena kehilangan anak kabanggaannya. Kemarahan publik juga semakin meradang ketika menyaksikan sang (konon) korban pelecehan yang kini tersangka ini hingga kini tidak ditahan? Dengan kebebasan di rumah bukankah akan lebih leluasa membuat rencana-rencana besarnya, termasuk membuat sekenario jilid dua tadi.
Sebagai lembaga negara yang digaji dengan uang rakyat, Komnas HAM dan Komnas Perempuan tentu harus menampung keluhan seluruh rakyat, termasuk PC. Menurut saya Komnas HAM dan Komnas Perempuan dengan sikap dan pertaanyaan seputar motif pembunuhan merupakan sikap berani. Cacian dan makian publik teramasuk keluarga korban menjadi ujian terbesar bagi lambaga yang menurut Prof. Mahfud kini kurang urgen ini.
Publik tampaknya perlu bersabar. Selama ini, sering terjadi ketika ada kasus pidana, sebagian kita, serta merta menunjukkan keberpihakan secara subjektif. Bagitu hukum tidak sesuai dengan keberpihakannya serta merta menuduh hukum mandul, hukum tidak adil, dan sejumlah makian lainnya. Kita harus sepakat bahwa hukum harus memberikan keadilan kepada semua, bukan hanya untuk si korban tetapi juga pelaku. Menghukum orang yang terbukti mencuri sesuai dengan kadar kesalahannya, berarti memberikan keadilan kepada korban. Tetapi membakar hidup-hidup pencuri tidak hanya sebuah kesalahan tetapi juga tidak memberikan keadilan bagi pelaku. Sebab dia mendapat hukuman yang tidak sesuai dengan kadar kesalahannya. Itulah sebabnya, mengapa betapun besarnya tindak pidana yang dilakukan seseorang dia tetap berhak mendapatkan pendampingan berupa kehadiran pengacara. Kehadiran pengacara bukan untuk membenarkan kesalahan yang dilakukan pelaku kejahatan, tetapi membela agar tidak mendapat perlakuan dari penegak hukum melebihi porsi kesalahan. Dalam konteks ini, penegak hukum,memang tidak boleh sewenang-wenang, dengan pelaku kejahatan sekalipun. Sebab, setiap manusia mempunyai HAM yang harus dipertimbangkan sesuai porsinya.
Akhirnya publik perlu tidak perlu khawatir, semua ‘informasi’ seputar pembunuhan berencana yang diotaki FS, pada saatnya akan dipertontonkan secara terbuka di pengadilan. Pada persidanganlah sebuah kasus tindak pidana paling populer itu, akan dilihat dari berbagai perspektifnya, termasuk dari perspektif pelaku maupun korban. Dan, yang lebih penting, sepandai-pandai manusia termasuk penegak hukum menyembunyikan kebenaran pada akhirnya sebuah kebenaran itu akan menemukan jalannya sendiri ( “the truth will find its own way”). Iulah sebabnya pepatah lain juga menyatakan, bahwa “kebenaran tidak pernah tua (truth never gets old)”. Dia akan selalu hadir karena akan selalu dicari setiap orang sampai kapan pun. Jadi jangan terlalu “pede” (optimis) dulu sekaligus jangan terlalu pesimis. Tuhan tidak pernah tidur.