Menikah Muda, Pemenuhan Hak dan Kewajiban Mudah Tertuntaskan?

  • Whatsapp

BOGOR – Menikah adalah impian setiap pasangan yang memiliki rasa cinta di hati mereka. Apalagi di kalangan para remaja ataupun usia muda. Karena menikah itu adalah suatu hal yang bisa menggabungkan dua insan dalam satu ikatan.

Di era zaman sekarang, jika kita mendengar kata menikah pada usia muda, pasti banyak yang merasakan sesuatu atau semacam beban, ada yang mengatakan sulit untuk menikah, dan ada yang bilang maharnya mahal, ataupun menikah itu menjadi hal yang cukup mengurangi jadwal kebebasan seseorang.

Allah mensyariatkan pernikahan, menjelaskan tujuan-tujuan pernikahan, menentukan cara-caranya, mengaturnya dengan kaidah-kaidah yang mengarah pada penjagaan jiwa, kehormatan, nasab, keberlangsungan keturunan, membina rumah-tangga di mana suami dan istri menemukan kepuasan kebutuhan jasmani, jiwa, sosial dan rohani.

Dalam syariat Allah, pernikahan itu menghadirkan prinsip keadilan dalam pemenuhan hak dan kewajiban, dengan atas tujuan yang luhur, dan menjadikan ketenangan dalam hubungan sosial suami dan istri.

Tujuan pernikahan dalam agama islam sendiri mempunyai nilai ibadah kepada Allah dan memakmurkan bumi. Sedangkan masyarakat non islam menganggap pernikahan adalah hal yang bersifat duniawi saja, yang selalu mengalami perubahan berdasarkan keadaan suatu masyarakat.

Oleh karena itu tujuan penulisan ini yang pertama, adalah memahami apa itu pernikahan yang dilaksanakan dengan usia muda dan yang kedua, adalah manfaat apa yang di dapat dalam nikah muda tersebut.

KAJIAN TEORITIS

Dalam prespektif islam, pernikahan memiliki tujuan utama merealisasikan penyatuan insani antara laki-laki dan perempuan dalam meneruskan (peran) khilafah, keturunan anak cucu Adam di bumi, mencetak generasi-generasi yang merealisasikan risalah untuk tetap eksis beribadah kepada Allah dan memakmurkan bumi.

Tujuan utama ini menjadikan pernikahan sebagai cara, bukan tujuan, mengikatkannya dengan keyakinan masyarakat, menjadikannya sebagai tatanan agama, bukan sebagai persoalan pribadiyang tunduk pada kemauan setiap individu.

Sebagian ilmuan psikologi dan ilmu sosial keluarga di tengah masyarakat-masyarakat non islam menyadari akan pentingnya antara ikatan, pernikahan dan keluarga.

Mereka mulai menyarukan makna pernikahan dalam prespektif agama yang dikaitkan dengan kehendak Allah, menjadikan tujuan-tujuan sebagai tujuan mulia yang mengangkat perilaku suamidan istri dalam keharmonisan pernikahan.

Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa keinginan suami dan istri untuk memiliki keturunan merupakan keinginan bersifat alami bagi laki-laki dan perempuan.

Hal ini sekaligus menunjukkan kematangan kepribadian mereka berdua dan keduanya tumbuh berkembang di dalam rumah yang baik dan tenang.

Pernikahan dapat meningkatkan nilai kehidupan bagi laki-laki dan perempuan. Pernikahan juga mendorong keduanya untuk bekerja keras, meningkatkan obsesi untuk bekerja dan berprestasi.

Menyatukan tujuan-tujuan mereka berdua dan keluarga. Dan menjadikan peran mereka berdua saling melengkapi dan memperkuat. Tujuan ini disepakati seluruh masyarakat yang mengaitkan pernikahan dengan kehendak Allah dan menjadikannya sebagai salah satu perkara agama.

Islam menganggap pernikahan sebagai salah satu tujuan utama. Selain itu, islam mengaitkan pernikahan dengan pahala dunia dan akhirat.

Dan islam mendorong kaum muslimin agar menikah demi memelihara kesehatan ruhani, jasmani, dan keselamatan masyarakat. (Abdurrahim, 2015).

Menyatukan dua insan yang berlawanan adalah qodrat dari Allah swt yang menjadikan makhluk yang hidup di dunia ini berpasang-pasangan, dalam prespektif islam sendiri tidak pernah melarang untuk menikah dengan waktu yang singkat ataupun lama.

Kecenderungan seseorang laki-laki terrhadap perempuan adalah hal yang wajar apalagi seorang laki-laki itu sudah baligh atau berakal, bukan hanya laki-laki saja perempuan-pun bisa juga memiliki kecenderungan yang sama, hanya saja dia tidak berani mengungkapkan pada seseorang yang ia suka secara langsung.

Sudah menjadi suratan takdir bahwa Allah swt menciptakan laki-laki dan perempuan menjadi pasangannya masing-masing. Seseorang laki-laki dewasa yang normal, tentu ia merasa tertarik dan senang kepada lawan jenisnya.

Begitu pula dengan perempuan. Keduanya saling membutuhkan. Itulah sebabnya, sebagaimana yang diteladankan Rasulullah SAW. Serta para Nabi/Rasul Allah, laki-laki dewasa menikah dengan perempuan pilihannya.

Pernikahan merupakan tali ikatan yang kuat sehingga manusia terhindar dari keterjerumusan dosa besar, yakni zina. Meski telah ada aturan dan hukum mengenai perkawinan, tetapi kenyataannya masih banyak di dunia ini orang-orang yang lebih memilih kehidupan‘kumpul kebo’ alias ‘free sex’,bukan hanya di barat tetapi juga di Indonesia.

Kalau tidak begitu, ada yang memilih kehidupan bebas dengan menggauli para pelacur (PSK)”. Na’uzubiah mindzalik(Susetya, 2008)

“Dan sesungguhnya kami talah mengutus beberapa Rasul sebelummu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keterunan…” (QS. Ar-Ra’d: 38).

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawinan) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan-nya…”(QS. An-Nuur: 32)

Adapun salah satu hadist tentang perihal pernikahan yaitu:

Dari Anas bin Malik RA, bahwasanya Rasululllah saw bersabda :

“jika seseorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya: oleh karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa.” (Kamal, 1998).

Dari ayat Al-Qur’an dan hadist di atas tidak perlu di jelaskan lagi, bagaimana syariat islam menganjurkan tentang pernikahan.

Sebenarnya banyak sekali pemuda yang ingin melindungi dirinya dari jurang kerusakan dan menjaga akhlaknya dari keburukan.

Hal itu bisa dilakukan dengan jalan pernikahan yang disyari’atkan Allah. Akan tetapi, tuntutan dan biaya pernikahan yang begitu besar itu menghalangi keinginan mereka.

Tingginya kadar mahar dan mahalnya biaya pernikahan menyebabkan banyak sekali pemuda yang tidak memiliki harta cukup untuk mahar bagi calon istrinya.

Di sisi lain mereka juga tidak memiliki benteng keimanan dan ketaqwaan yang tinggi kepada Allah sehingga mereka menyimpang dan terjerumus ke jurang perzinaan.

Jika seseorang tidak mendapatkan cara sehat untuk menyalurkan energi itu dengan jalan yang halal dan mulia, ia akan mengekang dan menahan hasrat tersebut, sebagaimana ajaran mazhab yang menyeru kepada kesucian da kerahiban.

Sementara di dalam islam tidak ada kerahiban. Atau melepaskan hasrat itu kemana saja ia mau tanpa batas yang melarang atau menghentikannya, baik agama, akhlak, maupun tradisi.

Untuk itu, aku sampaikan saran tulusku kepada setiap gadis agar kalian tidak silau dengan mahar yang tinggi, hadiah, dan pesta pernikahan. Semuanya adalah palsu dan semu, bahkan mencerminkan belenggu di leher kaum wanita.

Jangan hanya diam dengan permintaan keluarga terhadap mahar ngan hanya diam dengan permintaan keluarga terhadap mahar yang tinggi.

Banyaknya mahar tidak menjamin kehidupan yang bahagia dan tidak bisa membangun keluarga yang harmonis atau rumah tangga yang damai.” (ar-Rahili, 2014).

Menikah juga bukan hanya ijab dan qobul, semua yang dilakukan setelah penyebutan akad tersebut adalah ibadah. Menikah juga menjaga seseorang dari rawan nya perzinaan yang merajalela dimana-mana.

Bukan hanya kalangan tua bahkan anak muda sekarang jauh dari kata menjaga diri dari hal yang dikemas yang mengatasnamakan cinta di dalam wadah pacaran.

So, apa salah nya kita menikah pada usia muda, jikalau itu yang terbaik, kenapa tidak dilakukan.

Usia bukanlah halangan untuk menjaga diri dari bahayanya perzinaan, apakah setiap orang yang menjalin hubungan tanpa ada akad akan di kenal dengan kata wajar, jika begitu dimana letak kemulian perempuan dan wibawa seorang laki-laki.

PEMBAHASAN

Pernikahan syar’i adalah sarana bagi orang balig dan berakal untuk membina keluarga tempat ia menjalani kehidupan dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.

Di dalam keluarga pula ia akan menemukan seseorang yang menjaga dan memerhatikannya. Seseorang yang memberikan makna bagi kehidupannya.

Seseorang yang memberikan nilai kemanusiaan bagi segala amal perbuatannya di dalam kehidupan. Seseorang memberikan posisi sosial bagi eksistensinya di dunia.

Semua itu tidak bisa diraih oleh mereka yang tidak menikah. Dengan kata lain, pernikahan yang sukses adalah wujud dari kesenangan dunia yang terbaik.

Islam dan ilmu psikologi sepakat akan pentingnya pernikahan, seruan dan dorongan untuk menikah. Islam dan ilmu psikologi juga memperingatkan dampak negatif dari membujang padahal mampu menikah.

Sebab, dengan pernikahan, jiwa akan menjadi baik, masyarakat menjadi kuat, dunia menjadi makmur, dan kehidupan terus berlanjut. Sebaliknya, tanpa pernikahan, jiwa akan menjadi lemah, masyarakat mengalami kerusakan, dunia sepi, dan kehidupan terhenti. (Abdurrahim, 2015).

Manfaat nikah muda itu banyak sekali, seperti romantisme, menikah adalah bukti cinta sejati, yang melaksanakannya juga hanya orang yang pemberani.

Yang bisa membuktikan keberadaan bahwa cinta sejati itu ada dan hanya mereka yang menikahlah mampu mewujudkan keradaan cinta sejati itu.

Seseorang yang menikah ialah seseorang yang berkomitmen untuk menjaga diri dan menjaga kesucian dirinya sendiri. Mengapa, sebab, jika seseorang telah berkomitmen untuk menikah berarti ia ingin menjaga apa-apa yang ada pada dirinya.

Oleh karena itu, orang yang ingin menikah, harus kita tolong, bukan malah sebaliknya, malah menertawakan dan lain sebagainya. Zaman sekarang banyak anak muda yang sudah melampai batas dalam pergaulan pertemanan dengan lawan jenis, maka untuk menjaga diri dari hal tersebut dengan cara menikah.

Menikah juga termasuk ibadah yang menyenangkan, karena setiap apa-apa yang kita lakukan adalah bernilai ibadah yang menghasilkan ganjaran yaitu berupa pahala.

Setelah menikah, Allah membukakan jalan dan peluang yang jauh lebih besar bagi anda untuk mencari pahala. Tidak perlu dengan upaya yang besar, bahkan dengan menikah hal hal kecil saja bisa mendatangkan banyak pahala.

Seperti membiasakan tersenyum dan berkata manis kepada istri atau suami atau bahkan dengan bermanja-manja untuk memupuk keromantisan dalam rumah tangga saja dapat mengucurkan pahala bagi anda.

Maka, anda tidak perlu takut untuk melangsungkan dan menetapkan hati untuk menikah. Karena manfaat yang akan didapatkan tidak hanya dari segi duniawinya saja, namun manfaat dari segi kebutuhan batiniyah dan akhirat.

Jika sudah memiliki istri (pasangan) maka dialah temen curhat yang dapat kita percayai dan dapat diandalkan. Karena hubungan sesudah menikah lebih bisa menjaga ketimbang hanya bercerita kepada teman, karena dengan menikah seorang pasangan akan jauh lebih melindungi kejelekan satu sama lain dan tidak mungkin mengumbarnya.

Jika pasangan anda merasa pacaran sebelum menikah, maka sesudah menikahlah waktu yang cocok untuk menuaikan rasa pacaran itu, karena setiap yang dilakukan ber-nilai ibadah, walaupun itu hanya sebatas gombalan alay yang mencairkan isi hati pasangan kita.

IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Manfaat yang di dapat bagi para konselor adalah bisa menyarankan akan hal yang berkaitan dengan nikah muda. Kenapa, karena menikah bisa menjadikan solusi dari berbagai problem yang dialami para kaum muda, menikah juga bukanlah masalah yang banyak menjadi senjata alasan untuk memperlambatkan pernikahan.

Kebanyakan dari meraka menganggap bahwa menikah itu suatu yang menjadi penghalang untuk bergerak ataupun aktif dalam suatu kegiatan. Bagi para konselor sendiri bisa menjadi terapi psikis mencegahnya sikap menyimpang pada kaum muda dan remaja.

Saran untuk jurusan bimbingan konseling sendiri adalah mempuyai terapi psikis yang mengubah paradigma kaula muda tentang masalah nikah muda, yang sering kita temukan itu sebagai alasan untuk menjadi penghalang memperlambat pernikahan.

Oleh karena itu para konselor sendiri bisa menempatkan problemyang menjadi inti utama para klien atau seperti bimbingan sebelum nikah (pra-nikah).

Bibliography

Abdurrahim, A. M. (2015). Tuhfatul Arusain.jakarta timur: ISTANBUL.

an-Nu’aimi, D. T. (2005). Psikologi Suami Istri.Yogyakarta: MITRA PUSTAKA.

ar-Rahili, A. R. (2014). Mahar kok Mahal: Menimbang Manfaat dan Mudharatnya.solo: Tinta Medina.

Kamal, A. H. (1998). ‘Isyaratun Nisaa’ minal alif ilal yaa’.jakarta: PUSTAKA IBNU KATSIR.

Susetya, W. (2008). Merajut benang CINTA Perkawinan.jakarta selatan: Republika.

Oleh : Pu’ad Maulana – Mahasiswa Institut Ummul Quro Al-Islami (IUQI) Bogor

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *