Jakarta – Kebijakan PPKM yang dilakukan oleh pemerintah belum menyelesaikan krisis kesehatan di Indonesia. Selama PPKM berlangsung, kasus Covid-19 dan tingkat kematian meningkat dua kali lebih banyak. Hal ini terjadi karena rendahnya pelaksanaan 3T (Testing, Tracing dan Treatment) yang dilakukan oleh pemerintah.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI, Jefri Gultom dalam keterangan yang diterima oleh redaksi, Rabu (18/08).
Jefri Gultom menyampaikan rendahnya testing tidak terlepas dari biaya PCR yang sangat mahal. “Selama ini, biaya PCR sekitar 900 ribu dengan hasilnya 1×24 jam. Ada lagi paket khusus 1×12 jam, harga bisa mencapai 1,5 juta,” ujar Jefri Gultom.
“Biaya PCR mahal membuat masyarakat abai dan pasrah terhadap virus Covid-19. Bisa dibayangkan, masyarakat yang terinfeksi virus Covid-19 harus melakukan 2 sampai 3 kali PCR, sedangkan gaji UMR di Jawa hanya kisaran 3-4 juta,” ujar Jefri Gultom.
Presiden Jokowi Perintahkan Harga Test PCR Turun
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Kesehatan menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 450.000 – Rp 550.000, dalam keterangan melalui kanal youtube Sekretariat Presiden, (15/08).
Sehari kemudian, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes mengumumkan harga test PCR bisa turun karena sejalan dengan turunnya harga bahan baku test PCR yakni reagen dan BHMP dari produsen.
Sebelumnya juga, Presiden Direktur Bio Farma, Honnesty Basyir mengatakan Bio Farma siap meningkatkan produksi alat tes PCR hingga kapasitas 2 juta alat test PCR pada September 2020, Kamis (16/07/2020).
“Herannya, apa karena kebetulan atau bagaimana, kok bisa bersamaan antara perintah Presiden menurunkan harga PCR, dengan turunnya harga bahan baku test PCR yakni reagen dan BHMP dari produsen. Jangan-jangan ini alasan yang dibuat-buat oleh Kemenkes karena ketahuan membuat harga PCR yang mahal,” tegas Jefri.
Mengutip dari kanal youtube Sekretariat Presiden, Jefri menekankan Perintah Presiden terkait PCR. Pertama, terkait harga tes. Kedua, soal waktu diketahuinya hasil adalah 1 x 24 jam.
“Tentang harga PCR sudah diturunkan. Namun, perintah Presiden nomor dua tentang waktu diketahuinya hasil belum dipertegas oleh Menkes dalam Surat Edarannya Nomor: HK.02.02/I/2845/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR? Jangan-jangan disini celah untuk permainan harga di lapangan,” katanya.
Sebab, selama ini, soal waktu diketahuinya hasil PCR pun menjadi bancakan bagi banyak Fasilitas Kesehatan di seluruh Indonesia.
“Sebelum ini, ada paket reguler di bawah 1 juta, biasanya Rp700an ribu, tapi hasilnya 1 x 24 jam. Itu pun katanya masih diusahakan. Ujung-ujungnya 2 x 24 jam. Nah, ada lagi paket khusus 1 x 12 jam. Harganya bisa 2 x lipat, mencapai Rp1,5 Juta,” jelas Jefri.
PP GMKI menduga terjadi kongkalikong dan praktik bisnis dalam tes PCR dimana Menteri Kesehatan dan Menteri BUMN mengetahui kongkalikong tersebut.
“Tolong Pak Menteri, rakyat sedang menderita. Jangan hanya berpikir dengan paradigma pengusaha yang ingin mencari keuntungan sebesar mungkin. Bapak-Bapak saat ini menjadi Menteri, bukan sebagai Pengusaha ataupun Dirut BUMN. Jadilah seorang negarawan. Kondisi saat ini darurat, rakyat butuh pertolongan,” ujar Jefri.
PP GMKI meminta Menteri Kesehatan dan Menteri BUMN untuk bekerja keras demi kepentingan rakyat. Bukan malah mengutamakan kepentingan korporasi ataupun berbisnis di atas penderitaan rakyat di masa Pandemi.
“Terimakasih kepada Presiden Jokowi yang sekali lagi menegur Menteri Kesehatan dan Menteri BUMN. Setelah sebelumnya, Pak Jokowi menegur tentang distribusi obat-obatan penanganan Covid-19 yang hanya dimonopoli apotek besar. Sekarang beliau menegur tentang harga PCR yang mahal dan sudah berlangsung selama satu tahun. Bayangkan, sudah berapa banyak keuntungan produsen dan distributor alat PCR selama setahun ini, ke mana larinya keuntungan itu?” tutup Jefri Gultom. (red)