SURABAYA – beritalima.com, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jatim Sabetania Paembonan menuntut HL, terdakwa pencabulan, dengan hukuman tinggi. Sabetania menuntut pria yang bekerja sebagai pendeta di gereja HFC ini dengan pidana penjara selama 10 tahun.
Dikonfirmasi setelah sidang, Sabetania menilai oknum pendeta HL telah melakukan pencabulan terhadap korbannya IW sebagaimana diatur dan diancam Pasal 82 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menurut Sabetania, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan sehingga menuntut pendeta HL dengan hukuman pidana penjara 10 tahun. Pertama, kata dia, perbuatan perbuatan pendeta terhadap anak rohaninya itu mengakibatkan trauma. “Selanjutnya, perbuatan oknum pendeta HL telah merusak masa depan korban,” ujar Sabetania di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (14/9/2020).
Hal yang memberatkan lainnya sambung Sabetania, terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui secara terus terang perbuatannya.
“Selain pidana penjara, oknum pendeta HL dituntut membayar denda sebesar Rp 100 juta. Apabila denda tidak bisa dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” sambungnya.
Menanggapi tuntutan itu, pengacara pendeta HL, Abdurrachma Saleh menyatakan tuntutan 10 tahun penjara terhadap kliennya tidak menunjukkan kegamangan jaksa. “Mau dibilang apa lagi, itu kan hak penuntut, saya tidak bisa mengahalangi, itu kan sudah diatur dalam KUHAP,” kata Muchammad Saleh.
Ia pun mengaku kecewa dengan tuntutan itu, sebab standart hukum yang dipakai jaksa hanyalah bukti petunjuk. Sebab menurutnya, bukti petunjuk biasanya hanya dipakai pada peristiwa pidana yang tidak cukup pembuktiannya secara fakta hukum materiil. “Petunjuk itu kan masih remang-remang, peristiwa yang didakwakan kan secara faktual tidak kelihatan. Tidak ada fakta hukum yang menyatakan para saksi melihat peristiwa pidananya,” sambungnya.
Seusai sidang, juru bicara keluarga korban, Eden Bethania Thenu mengaku bersyukur menerima tuntutan Jaksa.
Dia pun percaya hukum masih berlaku untuk semua warga negara, tidak peduli dia itu tokoh agama atau siapapun. Aparat penegak hukum bertindak sangat tegas, tidak peduli siapapun.
Menurut Eden, dia selama ini miris dengan banyaknya kasus-kasus pelecehan seksual yang dilakukan tokoh-tokoh agama. “Keluarga berharap hakim akan bijaksana menjatuhkan putusan. Yang jelas ini perjuangan anak-anak Indonesia dalam menegakkan hukum,” sambungnya.
Untuk diketahui, oknum pendeta HL melakukan aksinya sejak tahun 2005, terdakwa HL memaksa memeluk badan korban IW dengan erat sampai tidak bergerak, kemudian mencium, memaksa korban telanjang, menggerayangi dan menyuruh korban memegang alat vital pelaku.
Setelah itu memasukan alat kelamin pelaku kemulut korban untuk dihisap hingga keluar sperma dan sperma tersebut dipaksa untuk ditelan oleh korban dengan ancaman. ‘Kamu jangan bilang/kasih tau siapa-siapa apalagi ortumu. Jika kamu kasih tau maka saya hancur dan kedua ortumu juga akan hancur, suamimu kedepan tidak perlu tau’
Setelah dicabuli, korban diajak berdoa meminta kepada Tuhan agar bisa berdua lagi seperti ini dan minta korban percaya kepada Tuhan bahwa hal ini normal antara ayah dan anak angkat. Alasan tersangka melakukan pencabulan karena pada saat korban IR berumur 12 tahun, body-nya seperti sudah kuliah (mahasiswi).
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 82 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Subsider Pasal 289 KUHP lebih Subsider Pasal 294 KUHP. (Han)