JAKARTA, Beritalima.com– Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memiliki peran strategis dalam menghadirkan Islam yang rahmatan lil alamin bukan hanya buat bangsa Indonesia tapi juga alam semesta dan lingkungannya.
Karena itu, ungkap Ketua Fraksi PKS DPR RI, Dr H Jazuli Juwaini dalam sambutan dia pada Mimbar Demokrasi dan Kebangsaan Fraksi PKS DPR #2 bertema ‘Moderasi Islam dan Kebangsaan Indonesia’ yang digelar secara virtual, Jum’at (12/3), PKS selalu bersikap kritis terhadap kebijakan yang merugikan rakyat, merusak hutan dan lingkungan.
Hadir sebagai narasumber Prof Dr Din Syamsudin, Prof Dr Azyumardi Azra dan Dr Hidayat Nur Wahid (HNW). Tema moderasi Islam dan kebangsaan sengaja diangkat agar umat Islam Indonesia mempunyai rasa tanggung jawab bahwa Islam menjadi faktor penting ke-Indonesia-an. “Maju mundur, keberhasilan dan keterpurukan Indonesia, pasti ada andil dan kontribusi umat Islam,” kata Jazuli.
Dikatakan Anggota Komisi I DPR RI itu, Islam diterima luas di Indonesia dan menjadi agama mayoritas karena Islam memiliki karakter wasatiyah (moderasi/jalan tengah), keseimbangan dan didakwahkan secara damai seperti dakwah Wali Songo yang tanpa ada pertumpahan darah.
Dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia maupun pembentukan negara Indonesia merdeka, lanjut Wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Banten itu, rasanya tidak bisa dipisahkan dari peran umat Islam dan para santri.
Menurut Jazuli, NU menyebut Pancasila dan NKRI sebagai ‘Darussalam’. Muhammadiyah menyebut Pancasila dan NKRI sebagai ‘Darul Ahdi wa Syahadah’. Indonesia bukan negara agama, tetapi Indonesia jelas negara beragama karena sila pertama Pancasila jelas menyatakan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. “Inilah karakter Indonesia yang harus kita jaga sampai kapan pun, tegasnya,” Jazuli.
Tanpa mengecilkan peran saudara dari agama lain, kata politisi senior ini, peran besar umat Islam, santri, ulama dan tokoh Islam dalam perjuangan kemerdekaan dan berdirinya Indonesia tidak bisa dikecilkan. “Karena menjadi agama mayoritas di Indonesia, Islam harus menjadi perekat persatuan, penjaga indentitas, karakter bangsa serta penggerak kemajuan bagi bangsa dan negara Indonesia,” tegas Jazuli.
Din mengatakan, Islam agama wasatiyah yang mencakup prinsip seperti keseimbangan (tawazun), toleransi (tasammuh), lurus dan tegas (i’tidal), reformasi (islah), egaliter nondiskriminasi (musawah), musyawarah (syuro), mendahulukan yang prioritas (awlawiyah), dinamis kreatif inovatif (tathawwur wal ibtikar) dan berkeadaban (tahaddur).
Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015 ini mengkritisi penggunaan istilah moderasi Islam sebagai alat menghadapi kelompok yang berbeda. “Moderasi Islam sebagai lawan intoleransi, radikalisasi dan ekstrimitas telah dijadikan alat pemukul kelompok penguasa untuk memukul lawan lawan politik yang sesungguhnya ingin melakukan perbaikan,” ungkap dia.
Untuk itu, Din menyarankan agar prinsip-prinsip wasatiyah Islam terus dijalankan dan dilaksanakan secara konsekuen termasuk dalam bentuk kritik dan perbaikan kepada pemerintah. Dan, dia mengapresiasi posisi PKS sebagai oposisi loyal.
“Saya senang, PKS menyatakan diri sebagai kekuatan oposisi, oposisi loyal. Loyal kepada negara yang dibentuk besama, dimana jasa umat Islam sangat real dan signifikan, loyal kepada pemerintah yang dipilih melalui pemilu berdasarkan konstitusi. Namun, PKS kritis terhadap penyimpangan kelompok yang sedang berkuasa memimpin negeri,” tegas Din.
Wasatiyah Islam menurut Din, telah bersenyawa dalam kebangsaan Indonesia dalam bentuk Pancasila. “Kita semua bertanggung jawab menjaga Pancasila dari perilaku kelompok yang tidak pancasilais.”
Azyumardi Azra dalam paparannya menegaskan dan mengkonfirmasi keberadaan Islam sebagai faktor utama kebangsaan Indonesia. Indonesia menjadi negara modern karena wasatiyah Islam dan tak mungkin menjadi Indonesia seperti sekarang jika kaum muslimnya bukan “ummatan wasatho”. Islam juga tidak ada masalah dengan demokrasi di Indonesia, artinya kompatibel.
“Jadi islam wasatiyah di Indonesia bukan lagi konsep, melainkan praktek sejak dulu. Islam lah yang menyatukan Indonesia sehingga Islam jelas menjadi berkah bagi Indonesia. Jika di Barat ada tesis yang mengatakan Barat besar karena etos/etika protestan, di kita Indonesia besar karena Islamic ethos. Dan, kita sama-sama buktikan tesis ini,” tegas dia.
Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta ini mengatakan, umat Islam dan keberagamaan Islam Indonesia mengalami perkembangan pesat dan akan mengalami apa yang disebut sebagai ‘moslem bonus demography’. Hanya saja tantangannya bagi partai Islam seperti PKS bagaimana peningkatan ke-Islam-an itu berbanding lurus dengan pilihan terhadap partai Islam. “Perlu ada penelitian mengapa peningkatan ke-Islam-an tidak meningkatkan pilihan pada partai Islam? Ini tantangan bagi PKS.”
Sedangkan HNW mengapresiasi pencerahan yang disampaikan kedua nara sumber sebelumnya kepada keluarga besar PKS dan publik tentang peran Islam dan umat Islam Indonesia.
Wakil Ketua MPR RI ini mengurai khasanah sejarah pergulatan pemikiran dan peran kontributif tokoh Islam dalam sejarah bangsa, mulai dari peran tokoh Islam di masa revolusi fisik, di seputar pembentukan dasar dan konstitusi negara, hingga saat mempertahankan kemerdekaan.
Betapa tokoh Islam mempraktekkan prinsip wasatiyah Islam, menerima Pancasila dan UUD 1945 sebagai final. Di sisi lain tokoh nasionalis menjaga relasi yang harmonis antara Islam dan kebangsaan.
“Jadi, jangan menafikan Islam, karena Islam tidak bertentangan dengan Pancasila. Jangan menghadap-hadapkan, jangan mendikotomikan Islam dengan Pancasila, karena keduanya tidak bertentangan dan tidak terpisahkan,” demikian Dr H Hidayat Nur Wahid. (akhir)