KEDIRI. Salah lokasi wisata di ketinggian 1.126 dpl (berdasarkan pengukuran lewat aplikasi ponsel) yang terletak di Gunung Wilis, menyimpan berbagai cerita mitos dan mistis yang kebenarannya masih perlu penggalian lebih dalam. Mitos berkembang dan mistis mengiringinya, antara benar dan tidak masih menjadi tanda tanya, terkait bukti otentik yang wajib keberadaannya. senin (29/10/2018)
Tim ekspedisi lereng Gunung Wilis, Penrem 082 menelusuri lokasi air terjun irenggolo yang berlokasi di Dusun Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Penggalian potensi desa ini dilakukan dalam upaya mengetahui lebih dalam, apa saja yang ada disekitar lokasi TMMD di Desa Blimbing dan Jugo saat ini.
Tiap tahun setiap bulan Suro (penanggalan jawa), warga desa selalu mengadakan tradisi turun temurun berupa Sesaji Tirto Husodo, dan tradisi ini sesungguhnya tidak lepas dari sosok Iro Manggolo di masa lampau, lantaran nama air terjun tersebut berasal dari namanya.
Usaha untuk mencari tahu informasi tersebut, Kepala Dusun Besuki, Dalimin menjadi sumber utama dalam mengorek berbagai cerita mitos dan mistis di lokasi air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 60an meter (berdasarkan pengamatan).
Sepengetahuan Dalimin, sosok Iro Manggolo ini dulunya adalah mahapatih atau panglima tertinggi suatu kerajaan. Mengungkap masa dimana Iro Manggolo hidup, tidak bisa dipastikan, entah itu di masa Kerajaan Kadiri, Panjalu, Jenggala atau Dhaha. Hal ini disebabkan tidak adanya bukti otentik berupa tulisan kuno pada batu (prasasti) atau sejenisnya.
Dalimin sendiri lahir di Desa Jugo dan sejak kecil ia akrab mendengar cerita dari sosok yang melegenda di sekitar Gunung Wilis ini. Tapi ia mengakui, cerita-cerita yang ia dengar, tidak sama persis satu sama lain, bahkan relatif berbeda versi, walaupun secara keseluruhan cerita hampir sama. Diceritakannya, Iro Manggolo mendapat tugas memimpin perang dan saat di laga pertempuran, ia bertemu dengan lawan yang sepadan. Perang itu sendiri juga kurang jelas, ia memimpin perang melawan kerajaan mana, siapa yang mengalahkannya dan dimana lokasi pertempuran itu.
Konon, Iro Manggolo terpaksa harus mengakui keunggulan lawannya yang sesama mahapatih atau panglima, dan iapun terpaksa mengasingkan diri dengan bertapa di sekitar keberadaan air terjun irenggolo saat ini. Kelanjutan cerita, disini ada dua versi, yang satu meriwayatkan Iro Manggolo bertapa hingga akhir hidupnya dan satu versi lagi, ia berstatus mukso alias lenyap tanpa melewati kematian.
Selain cerita tersebut, Dalimin membuka catatan riwayat desanya dengan mengenalkan sosok Resi Wasis Curigonoto yang dianggap warga Desa Jugo sebagai orang paling penting dalam sejarah berdirinya Desa Jugo atau umum dikatakan cikal bakal keberadaan desa. Dari dialah, desa yang dulunya hutan belantara, pelan tapi pasti mulai berubah menjadi areal pemukiman dan persawahan.
Resi Wasis Curigonoto, juga masih belum jelas sejarah pastinya, siapa dia dan apa latarbelakangnya, lantaran tidak ada bukti otentik yang menguatkan riwayatnya. Tetapi, secara turun temurun, warga Desa Jugo menceritakannya kepada anak cucunya hingga saat ini, kendati berbagai versi berkembang didesa ini.
Disamping itu, ada cerita-cerita bergenre horor berkembang cukup liar, entah itu fakta atau hoax, tidak bisa diketahui kebenarannya, dan yang lebih tahu benar tidaknya ialah si pencerita itu sendiri daripada orang yang mendengar ceritanya.
Bagi Dalimin, sejak kecil hingga dewasa dan menjabat Kepala Dusun Besuki saat ini, ia tidak pernah merasakan aura negatif atau melihat sosok penampakan makhluk astral dari alam gaib di lokasi sekitar air terjun itu, baik di siang hari maupun malam hari. Kalaupun toh merinding ketika berada di lokasi tersebut saat malam hari, ia mengganggap sangat wajar, karena kondisi sekitarnya minim penerangan dan nyaris gelap.
Yang pasti dan sudah pasti benar, lokasi air terjun Irenggolo ini sangat sejuk dan jauh dari keramaian perkotaan. Bagi siapa saja yang mengunjungi tempat wisata ini, sudah pasti terhibur dan pikiranpun segar, karena lokasinya berada ditengah hutan dan berada didekat puncak Gunung Wilis. (dodik)