Muhammad Iqbal: Indonesia Krisis Perlindungan Data Pribadi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Indonesia tengah krisis perlindungan data pribadi, sedangkan Undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas masih berbentuk Rancangan karena terjadi perbedaan pandangan antara DPR RI dengan Pemerintah.

Hal itu mengemuka dalam diskusi bertema ”Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi” dengan nara sumber anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Peembangunan (PPP), Muhammad Iqbal, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Nasional Demokrat dan Staf Ahli Menkoinfo, Henri Subiakto di Press Room Gedung Nusantara III Kompleek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/8).

Iqbal mengungkapkan rasa khawatir dan keprihatinannya terhadap banyak kasus kebocoran data pribadi yang terjadi Indonesia. Dia mencontohkan 2020, terjadi kebocoran data sekitar 230 data pasien Covid-19. Seelain itu juga terjadi kebocoran data 91 juta data akun Tokopedia dan 13 juta akun Buka Lapak.

Tahun ini, sudah terjadi kebocoran 2 juta data nasabah BRI Life beserta dokumen penting yang dicuri Hacker dan isunya akan diperjualbelikan, belum lagi data Badan Penyeleenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Jadi apa yang terjadi di Indonesia saat ini, kalau boleh saya katakan Indonesia saat ini krisis perlindungan data pribadi. Kalau boleh saya gambarkan, penyimpanan data cukup lemah di Indonesia,” kata Iqbal.

Wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Sumatera Barat itu mengakui, saat ini DPR RI dan pemerintah sedang membahas RUU Perlindungan Data Pribadi. Jika RUU ini menjadi UU, semua masyarakat yang punya data di suatu tempat, merasa aman. Kita tidak was-was lagi data tersebut bakal dicuri orang, diambil untuk disalah gunakan buat kejahatan digital.

“Tetapi sekarang persoalannya adalah setiap di dalam politik di DPR ini, setiap pembahasan UU itu terjadi perbedaan pandangan antara DPR dan pemerintah,” ungkap anggota DPR dari dapil Sumbar itu.

Ia berharap perbedaan padangan itu bisa bertemu di satu titik, disatukan dan diharapkan pada masa sidang tahun ini bisa disahkan menjadi UU.
“Inilah yang kita tunggu semua. Jangan sampai terpending lagi. Saya tidak setuju kalau diperpajang lagi (pembahasan). Dengan disahkan menjadi UU, kita merasa aman dengan data kita, jadi tidak ada kekhawatiran,” ujar Iqbal kelahiran Medan, Sumatera Utara, 4 Juni 1976

Pada kesempatan yang sama, Farhan juga menegaskan, RUU PDP hal yang menjadi sangat penting. “Bukan hanya suatu yang krusial dan kritis lagi, melainkan mendekati darurat karena setiap minggu ada berita kebocoran data pribadi,” tegas Farhan.

Dikatakan, ini kesempatan yang baik agar kita membuka ruang-ruang diskusi tentang produk legislasi yang sedang ditunggu-tunggu yaitu RUU PDP. Hal itu menjadi sangat penting, ini bukan hanya suatu yang krusial dan kritis lagi tetapi sudah mendekati darurat, setiap minggu ada berita kebocoran.

Awalnya kebocoran dari pihak swasta, bukalapaklah, tokopedia, tetapi ketika BRI life yang bocor, kemudian bocor juga BPJS, apalagi hari ini keluar berita eHAC di kemenkes juga bocor, ini sangat mengkhawatirkan.

Sebagai wakil rakyat, apakah kami marah, ya sangat marah, tetapi
kalau sekedar marah, maka pertanyannya, lalu apa, lalu apakah kita bisa ngomong ke pak hendrik, maka kita harus bersama-sama mencari sebuah solusi yang pas

Solusi yang paling pas sekarang ini, yang baru da adalah dasar hukum menggunakan undang-undang ITE yang ujungnya pemidanaan, mengapa BRI life dan BPJS tidak bisa kemudian diterapkan dengan tegas undang-undang ITE.

Kalau diterapkan, kita akan mencabut izin PSE, penyelenggaraan sistem elektronik dari BRI life dan BPJS kesehatan, anda bisa bayangkan kalau PSE dicabut, akan ada jutaan orang yang tidak bisa terlayani jaminan sosialnya, suspend semuanya.

Apa kita akan bersama-sama bertanggung jawab menjaga data pribadi ini, semua sepakat di RUU PDP itu harus ada otoritas perlindungan data yang nanti akan melahirkan sebuah profesi baru yaitu data protection officer. Konsultan swasta ataupun konsultan hukum yang akan membantu para penguasa data untuk mengelola penyimpanan, penguasaan dan pengolahan data pribadi itu sesuai dengan UU.

Bisa juga lembaga atau protection officer ini juga dalam posisi silepel disebuah perusahaan atau lembaga seperti, kalau di perbankan bisa kita samakan dengan direktur komplain dan mitigasi risiko, itu sama tuh posisinya.

Jadi, ini posisi yang sangat tinggi, karena kalau sampai salah, dalam penguasaan dan pengelolaan data pribadi, maka ada sanksi yang menarik di RUU PDP tidak ada kriminalisasi, di RUU PDP ini akan ada denda yang sangat besar.

Denda bagaimanapun juga, apabila kasus misalkan BPJS, negara akan memberikan denda sebagai sanksi kepada BPJS. BPJS tentu akan membayar denda itu sebagai sebuah sanksi, tetapi sanksi tersebut tidak kemudian membuat BPJS menghentikan layanannya.

“Mimpi kita itu seperti OJK kenapa, karena data ini sekarang lebih mahal daripada minyak, kalau minyak ada habis, data nggak ada habisnya. Jadi, kalau kita punya perlindungan data sekuat OJK, segitu dahsyatnya itu ideal sekali,” demikian Muhammad Farhan. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait