BOGOR, beritalima.com – Bertempat di Hotel Sahira, Bogor, Jawa Barat, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Al Ittihadiyah menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang berlangsung selama dua hari (26 – 27 Januari 2018). Acara tersebut juga sekaligus sebagai ajang tasyakuran atas perjalanan Al – Ittihadiyah yang pada 27 Januari 2018 genap memasuki usia ke 83 tahun.
Ketua Umum DPP Al Ittihadiyah, Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, menyatakan, Mukernas DPP Al – Ittihadiyah yang dihadiri lengkap oleh pengurus pusat dan daerah, akan membahas program kerja dan strategi implementasinya.
Diharapkan, Mukernas yang berlangsung selama dua hari itu dapat menghasilkan pernyataan sikap dan rekomendasi strategis berkaitan dengan masalah keumatan dan kebangsaan. Antara lain terkait masalah Lesbian, Gey, Biseksual dan Transgender (LGBT), penistaan agama, aliran kepercayaan yang masuk dalam Kartu Tanda Penduduk, reformasi agrarian hingga kepemimpinan nasional.
Terkait isu-isu aktual, Ketum Al – Ittihadiyah, pada Mukernas akan membahas hal-hal penting lainnya. Dalam pengabdiannya, Al Ittihadiyah mengusung tiga pilar perjuangan, yakni bidang pendidikan, ekonomi dan kaderisasi. Pada bidang pendidikan, Al Ittihadiyah telah memiliki lembaga pendidikan baik formal maupun informal, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Sedangkan di bidang ekonomi, sebagai tindak lanjut dari Kongres Ekonomi Umat MUI, DPP Al Ittihadiyah sedang merintis lembaga ekonomi di berbagai daerah. Misalnya, toko ritel Lembaga Ekonomi Umat (Leu-Mart), bekerja sama dengan Koperasi syariah dan Lembaga Ekonomi Umat MUI, penjualan berbasis daring bekerja sama dengan Lejel Home Shoping, Korea Selatan.
Ada pula Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), dengan menggandeng beberapa lembaga keuangan, pengembangan agribisnis program domba nasional di Jonggol, Jawa Barat, bekerja sama dengan korporasi nasional Medco Group, program penanaman kacang tanah nasional di Jambi bekerja sama dengan Garuda Food hingga pembukaan lahan sawit di Sumatera yang kelak akan dihimpun melalui wadah koperasi.
Sementara itu di bidang kaderisasi dan dakwah, Lukmanul Hakim mengharapkan agar tokoh-tokoh nasional pada sepuluh tahun mendatang, berasal dari pengkaderan DPP Al Ittihadiyah. Program pengkaderan DPP Al Ittihadiyah diarahkan untuk membentuk calon pemimpin muda yang professional, berakhlak baik dan mampu membawa Indonesia ke kancah persaingan global di berbagai bidang.
“Bagi Al Ittihadiyah, kaderisasi kepemimpinan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses membentuk calon pemimpin bangsa di masa depan yang berintegritas dan berakhlakul karimah,” tegas Lukmanul Hakim.
Seiring dengan perkembangan teknologi, untuk memfasilitasi dan memudahkan pengelolaan keanggotaan, sejak setahun lalu Al Ittihadiyah telah mengimplementasikan teknologi informasi. Untuk keanggotaan, misalnya, telah tersedia Aplikasi Alittihadiyah-Ku di Playstore platform Android sebagai aplikasi basis data anggota Al Ittihadiyah. Selain itu aplikasi ini juga merupakan salah satu startup bagi pengembangan ekonomi dan bisnis di lingkungan Al Ittihadiyah.
Berdasarkan catatan sejarah, dalam usianya yang ke 83 tahun, DPP Al Ittihadiyah telah melewati perjalanan panjang, bahkan lebih tua dari perjalanan kemerdekaan bangasa ini. Paling tidak ia telah berada pada 4 (empat) zaman, yaitu fase kolonial Belanda (1935 – 1945), fase penjajahan Jepang (1942-1945), fase kemerdekaan (1945-1998), dan fase reformasi (1998-2018).
Kiprah organisasi ini tentu tidak perlu diragukan lagi baik di tingkat nasional maupun Internasional. Di dalam negeri, beberapa peran penting diantaranya; ikut serta dalam setiap musyawarah organisasi Islam dan musyawarah alim ulama tingkat nasional dan regional. Al Ittihadiyah merupakan pencetus ide atau pemrakarsa dibentuknya lembaga permanen dengan nama Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Senayan Jakarta pada tahun 1972 yang diselenggarakan oleh PTDI. Usulan Al Ittihadiyah itu didukung oleh utusan dari beberapa daerah. Tiga tahun kemudian yakni pada tahun 1975, barulah secara resmi didirikan MUI dalam suatu musyawarah alim ulama se-Indonesia.
Di level dunia, Al Ittihadiyah telah pula Ikut serta dalam KIAA (Kongress Islam Asia Afrika) di Bandung pada tahun 1965. Ikut serta dalam Kongres Islam Internasional tentang kependudukkan (Islamic International Congress on Pupulation), pada awal tahun 1989 di Lhok Semawe, Aceh, dihadiri oleh 43 utusan Negara Islam dan seluruh dunia. Ikut serta dalam SEASA (South East Asean Syari’ah Law Association), yaitu Perhimpunan Ahli Hukum Sara Islam Asia Tenggara, yang sudah bersidang di Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura dan Sri Langka.
Hingga saat ini, organisasi yang didirikan oleh K. H Ahmad Dahlan, seorang tokoh ulama Medan terkemuka yang juga alumnus Al Azhar, Mesir ini masih terus berkhidmat melalui beberapa program kerjanya. Namun dijelaskan Lukmanul Hakim, bahwa anggota Al Ittihadiyah terdiri dari beragam macam latar belakang pendidikan, keahlian, katakter maupun haluan politik. Perbedaan tersebut tidak harus membuat organisasi terpecah namun justru saling menguatkan. dedy mulyadi