JAKARTA, Beritalima.com– Musyawarah Nasional (Munas) Partai Amanat Nasional (PAN) dengan agenda utama memilih ketua umum dan menyusun program kerja lima tahun ke depan dijadwalkan digelar Maret mendatang.
Walau Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN di Jakarta beberapa waktu lalu belum menetapkan tanggal dan tempat penyelenggaraan Munas 2020, tetapi sudah muncul sederet nama yang bakal maju pada pemilihan orang nomor satu di partai berlambang Matahari itu.
Selain Zulkifli Hasan selaku incumbent (petahana), juga ada Wakil Ketua DPP PAN 2015-2020, Mulfachri Harahap, Asman Abnur serta Bima Arya Sugiarto. Juga ada Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN, Drajat Wibowo.
Drajat merupakan politisi senior PAN. Pada Munas PAN 2010 di Bantan, Provinsi Kepuluan Riau, sempat bersaing dengan Hatta Radjasa untuk memperebutkan kursi Ketua Umum DPP PAN. Namun, menjelang pemilihan, Drajat mengundurkan diri dari pencalonan.
Mundurnya pakar ekonomi itu beberapa saat menjelang pemilihan Ketua Umum di arena Munas bukan karena kalah bersaing dengan Hatta Radjasa melainkan semata-mata tidak ingin partai ini terbelah. Drajat bersama kubu Amien Rais ingin PAN tetap solid untuk menghadapi agenda yang lebih besar, pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2014. Dengan begitu, Hatta Radjasa terpilih sebagai Ketua Umum DPP PAN 2010-2015.
“Belum ada sejarahnya Ketua Umum DPP PAN berkuasa dua periode. Mulai dari Amien Rais, Soetrisno Bachir sampai ke Hatta Radjasa, semua hanya menjabat satu periode,” ungkap pengamat politik Muhammad Djamiluddin Ritonga saat bincang-bincang dengan Beritalima,com, kemarin.
Karena itu, kata pengajar di Universitas Esa Unggul Jakarta tersebut, kecil kemungkinan Zulkifli Hasan terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PAN pada Munas mendatang.
Apalagi Menteri Kehutanan & Lingkungan Hidup Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II itu berusaha merapat ke penguasa setelah Jokowi dinyatakan dinyatakan KPU Pusat sebagai pemenang pemilu presiden 2019.
“Apa yang dilakukan Zulkifli Hasan itu merupakan blunder karena sebagian besar kader dan pemilih PAN merupakan pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandi. Zulkifli dicap politisi pragmatis. Kader dan pemilih PAN tak mau predikat itu. Mereka ingin PAN sebagai partai oposisi,” kata Djamil.
Walau Ketua MPR RI 2014-2019 itu mengaku sebagian DPW menyatakan dukungan kepada Zulkifli untuk memimpin DPP PAN dua periode tetapi itu bukan jaminan dia bakal mendapat dukungan suara signifikan pada Munas nanti.
Selain selama ini tidak lazim di PAN ketua umum menjabat dua periode, masalah Zulkifli Hasan merapat ke kubu Jokowi tanpa syarat menjelang pembentukan kabinet lalu menjadi batu sandungan buat dirinya meraup suara pada Munas nanti. Banyak pemegang hak suara tidak suka politik pragmatis Zulkifli.
“Bahkan tidak sedikit pula pemegang hak suara yang menyebut Zulkifli merapat ke kubu penguasa bukan untuk PAN, melaikan menyelamatkan dirinya. Jadi, PAN hanya dijadikan alat untuk kepentingan politik pribadi,” kata Djamil.
Dari sederetan nama-nama yang muncul, Djamil melihat persaingan itu bakal terjadi antara Mulfachri Harahap dengan Drajat Wibowo. Keduanya sama-sama memiliki pendukung di akar rumput.
Hanya saja, kali ini Drajat tidak terlalu berambisi menjadi Ketua Umum DPP PAN. Tidak seperti sembilan tahun lalu dimana kala itu jauh sebelum Munas digelar, Drajat sudah mempersiapkan diri dengan melakukan silaturahim ke pengurus DPW di bebagai daerah.
Dengan kondisi seperti itu, saya menilai, kata Djamil, Mulfachri berpeluang besar diberi kepercayaan menjadi nakhoda PAN untuk lima tahun ke depan. Dia bukan tokoh otoriter. Itu tampak dari kepemimpinan dia lima tahun sebagai Ketua Fraksi PAN di DPR RI.
“Dalam lima tahun itu, tak sekali juga terjadi kemelut di Fraksi PAN baik internal mapun dengan DPP PAN. Semua persoalan diselesaikan secara musyawarah,” demikian Muhammad Djamiluddin Ritonga. (akhir).