JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto mengatakan. ada keanehan di balik perpanjangan kontrak listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang semestinya telah habis masa operasi pembangkitnya.
Soalnya, kata wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu dalam kontrak tersebut ditengarai klausul ‘Take Or Pay’ (TOP) PLN diwajibkan membeli minimal 70 persen produksi listrik swasta tetap ada. Padahal saat ini pasokan listrik secara nasional surplus lebih dari 30 persen.
Ini memperlihatkan daya tawar manajemen PLN lemah. Seharusnya pihak PLN menolak perpanjangan kontrak listrik swasta di tengah surplus listrik seperti sekarang ini. Untuk apa memperpanjang kontrak karena PLN sudah tidak membutuhkan listrik di tengah demand listrik yang rendah.
“Apalagi klausul TOP tetap masih disertakan di dalam kontrak tersebut. Ini kan mengherankan,” ungkap Mulyanto saat merespons informasi dan aspirasi Serikat Pekerja PLN secara daring Selasa (3/8).
Mulyanto mengingatkan, ketentuan TOP merupakan beban berat untuk PLN karena mereka terpaksa membayar listrik minimal 70 persen, baik daya dibutuhkan maupun tidak. Sebelumnya saat kekurangan listrik, klausul TOP ini menjadi alat yang efektif untuk membujuk IPP swasta, agar mereka mau membangun pembangkit listrik.
“Kini kondisinya sudah berbalik seratus delapan puluh derajat. Listrik kita berlebih, sedang program tambahan listrik 35 ribu MW sudah terlanjur kontraktual beserta klausul TOP-nya,” tegas Mulyanto.
Ditambahkan, saat ini beban keuangan PLN semakin berat. Utang PLN saat ini hampir mencapai Rp 500 triliun. Jadi, kata Mulyanto, seharusnya klausul dan besaran TOP ini penting direnegosiasi PLN. Tak perlu perpanjangan kontrak listrik dengan tetap mencantumkan klausul TOP di tengah kelebihan listrik seperti sekarang ini.
Untuk diketahui, ke depan kondisi PLN juga akan semakin berat, karena sumber energi primer yang murah dan memberikan keuntungan selama ini, yakni PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) harus terus dikurangi dan dengan tanpa kontrak baru, demi komitmen terhadap pengembangan green energy.
PLN berencana melaksanakan holdingisasi PLTU dalam rangka konsolidasi dan efisiensi operasional bisnis mereka, termasuk juga holdingisasi PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) bersama dengan Pertamina. (akhir)