Mulyanto: Peleburan Kemenristek Dengan Kemendikbud Lemahkan Ekosistem Inovasi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Riset&Teknologi (Ristek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto menyesalkan keputusan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo melebur atau menggabungkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Soalnya, papar politisi senior tersebut, peleburan Kemenristek ke dalam Kemendikbud semakin melemahkan ekosistem inovasi nasional karena kebijakan ristek semestinya semakin mengarah ke ‘hilir’ dalam rangka komersialisasi hasil ristek dalam industri dan sistem ekonomi nasional, bukan ke ‘hulu’ dimana ristek tersubordinasi di bawah pembangunan manusia (pendidikan).

Menurut Mulyanto, semangat UU No: 11/ 2019 tentang Sistem Nasional Iptek yang mencabut UU: 18/2002 tentang hal yang sama bermaksud memperkuat kelembagaan Iptek, agar tidak terjadi tumpang-tindih program dan anggaran. Anggaran Iptek yang tercecer di berbagai lembaga litbang baik dalam lingkungan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) maupun lingkungan Kementerian teknis, dapat dikonsolidasikan untuk program-program besar yang lebih konkret dan berdampak luas.

“Jadi, tidak ada satu pasal pun dalam UU di atas yang mengamanatkan penggabungan Kemenristek dengan Kemendikbud.  Penggabungan ini murni eksekutif order dalam rangka implementasi UU,” tegas wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut.

Mulyanto yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini merasa, penggabungan lebih sebagai efek administratif dimana Pemerintah menginginkan pembentukan Kementerian Investasi, sedangkan jumlah kementerian dibatasi UU sehingga efek dominonya berdampak pada Kemenristek.

“Kenapa harus Kemenristek, tidak kementerian lain?  Mungkin opsi ini yang diperkirakan dampak politiknya kecil. Pertama, menterinya bukan dari partai politik. Kemudian selama satu tahun bentuk organisasinya tidak jelas sekalipun dianggap tidak menimbulkan masalah apa-apa,” papar politisi senior ini.

Ditambahkan, secara substantif PKS menolak penggabungan itu karena menurut Mulyanto, ini langkah mundur (set back) dalam kaitannya dengan implementasi UU Sisnas Iptek di atas. “Pemerintah punya pengalaman penggabungan Kemenristek-Dikti yang ternyata tidak sukses.  Masak kita mau ulang lagi dengan penggabungan Kemendikbud-Ristek,” kata dia.

Ditambahkan, argumen penting untuk menolak penggabungan itu terkait pengembangan ekosistem inovasi. Prasyarat penting agar inovasi tumbuh secara nasional, dimana lembaga litbang dan industri berkolaborasi menghasilkan produk inovasi berdaya saing tinggi, sehingga perlahan tetapi pasti, kita berubah dari negara ekonominya berbasis Sumber Daya Alam (SDA) menjadi berbasis inovasi (knowledge based economy) dengan adanya ekosistem inovasi yang utuh. Sebab, aktor utama inovasi adalah industri.

“Industri di garda depan inovasi bangsa. Sementara Perguruan Tinggi dan lemlitbang pemerintah adalah faktor pendukung yang menghasilkan berbagai invensi (temuan riset) untuk diubah industri menjadi produk inovasi. Proses kreatif itu harus didukung atmosfer kebijakan supportif, yakni sebuah ekosistem inovasi yang kondusif. Bila tidak, produk inovasi di industri berpotensi untuk tidak tumbuh-kembang seperti yang diharapkan.”

Mulyanto berpendapat, pilar dari ekosistem inovasi adalah seperangkat kebijakan sektoral yang secara langsung maupun tidak mendukung sistem inovasi, misalnya: sistem Insentif riset, pajak, HAKI, pembiayaan serta kemudahan pasar, perijinan dan lain-lain.

Tanpa adanya ekosistem inovasi itu, knowledge based economy itu akan roboh, atau tidak dapat dibangun. Salah satu pilar penting pembentuk ekosistem inovasi tersebut, kalau tidak ingin dikatakan utama, adalah kebijakan terkait riset Iptek.

Dengan UU Sisnas Iptek pembangunan ke arah sana semakin didorong, tetapi sayang implementasinya justru jauh panggang dari api. Yang terjadi justru Pemerintah mendown-grade Kemenristek melalui penggabungan kembali dengan Kemendikbud.

Ini kan sangat kontradiktif. “Karena itu, pemerintah perlu berpikir tenang.  Ojo grusa-grusu, apalagi pemerintahan Jokowi tinggal beberapa tahun lagi.
Jangan sampai mengulangi kesalahan sebelumnya dengan membentuk Kemenristek-Dikti, yang akhirnya kita bubarkan juga,” imbuh Mulyanto.

Kalaupun terpaksa, kata Mulyanto, ketimbang menggabung Kemenristek dengan Kemendikbud, lebih tepat kalau Kemenristek digabung dengan Kementerian Perindustrian. Karena kebijakan ristek semestinya semakin mengarah ke ‘hilir’ dalam rangka hilirisasi dan komersialisasi hasil ristek dalam industri dan sistem ekonomi nasional.

Penggabungan Kemenristek-Kemenperin lebih menguatkan orientasi kebijakan inovasi yang semakin ke hilir dalam rangka industrialisasi 4.0. Serta makin memudahkan pembangunan ekosistem inovasi.

Penggabungan Kemenristek-Kemendikbud seperti yang pernah dialami dalam kabinet sebelumnya, kebijakan ristek menjadi lebih berorientasi ke ‘hulu’, dimana ristek menjadi unsur penguat empirik dalam pembangunan manusia. “Ini terkesan, ristek tersubordinasi di bawah pembangunan manusia (pendidikan) ketimbang industri dan ekonomi,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait