Mulyanto Sebut Pembuatan UU Ciptaker Tidak Lazim dan Cacat Prosedural

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Badan Legilasi (Baleg) DPR RI, Dr H Mulyanto mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat layak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) karena prosedur formil pembuatannya yang tidak lazim, gonta-ganti naskah setelah pengesahan serta banyak menerima penolakan dari masyarakat.

Kepada Beritalima.com, Minggu (24/10), anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu merinci kronologis pembahasan UU Ciptaker. Sejak awal pembentukan UU ini terkesan dipaksakan. Bahkan di saat masa reses, saat RUU lain tak dibahas, UU ini terus dikebut pembahasannya sehingga Mulyanto tidak begitu heran jika belakangan UU Cipta Kerja ini gonta- ganti naskah dan menimbulkan banyak koreksi.

“Karena terburu-buru dan catatan belum terkonsolidasi jadi satu, saat pleno pengambilan keputusan tingkat I di Baleg, 3 Oktober 2020, naskah tidak dibacakan dan penandatanganan naskah hanya bersifat simbolik.

Saat paripurna 5 Oktober baru dibagikan file digital 905 hlm. Inipun ditarik kembali, karena ada yang tidak sesuai dengan keputusan Panja,” jelas Mulyanto.

Draft terakhir tgl. 12 Oktober dokumen 812 halaman yang resmi serta bersifat final diserahkan kepada Presiden Jokowi. Draft ini pun masih ditemukan banyak catatan.

Berdasarkan recall 16 Oktober Setneg mengajukan revisi perbaikan naskah, untuk 158 item perbaikan dalam dokumen setebal 88 halaman kepada Baleg DPR RI. “Dugaan saya, hasilnya adalah setting akhir naskah setebal 1187 halaman,” lanjut Mulyanto.

Anggota Komisi VII DPR RI ini
berpendapat, harusnya UU yang sudah disahkan di sidang paripurna tidak boleh diubah-ubah lagi baik itu oleh pimpinan Panitia Kerja (Panja), Baleg, Pimpinan DPR RI apalagi oleh Pemerintah. Jika hal tersebut dilakukan, otensitas UU tersebut menjadi diragukan.

Fraksi PKS DPR RI masih terus meneliti substansi dari perubahan draf pasca-pengesahan di Paripurna DPR RI tersebut. Apakah hanya bersifat typo, redaksional atau ada yang bersifat substansial. Semestinya tidak boleh ada perubahan lagi pasca pengesahan suatu RUU.

“Dalam kasus RUU Ciptaker terjadi perubahan pasca pengesahan, baik yang dilakukan DPR RI maupun Pemerintah. Ini adalah sebuah proses pembentukan perundang-undangan yang secara formil tidak lazim. Tergesa-gesa dikerjakan di saat pandemi Corona,” tandas Mulyanto.

Untuk mengakhiri polemik ketidakjelasan UU Ciptaker, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini meminta Presiden Jokowi segera menerbitkan Perppu karena Mulyanto menganggap sudah banyak bahasan dan kajian yang menyebut UU Omnibus Law ini cacat prosedur.

“Jika dipaksakan saya khawatir bakal menimbulkan banyak masalah yang bisa merugikan banyak pihak. Saya minta Jokowi mendengar masukan yang disampaikan oleh banyak kalangan. Buktikan kalau negara berpihak pada rakyat bukan hanya kepada kelompok pemodal semata,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait