Mulyanto Sebut Target Lifting Satu Juta Barel Minyak Mimpi SKK Migas

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai KeadilanSejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto pertanyakan dasar hukum penetapan target lifting minyak satu juta barel 2030 oleh Satuan Kerja Khusus kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Mulyanto menilai, penetapan target lifting minyak yang dibuat SKK Migas tersebut tanpa dasar hukum yang kokoh. Target tersebut hanya mimpi dan angan-angan, yang tidak bisa direalisasikan SKK Migas.

“Kalau dasar hukum target lifting minyak 1 juta barel per hari ini tidak jelas, saya pesimis bisa direalisasikan. Buktinya, keseriusan Pemerintah untuk mendorong target lifting satu juta barel ini tidak terlihat, ungkap Mulyanto di Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (28/5)

Hal tersebut juga sempat disampaikan wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu Jakarta akhir pekan ini dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Kepala SKK Migas di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Kamis lalu.

Karena itu, Mulyanto mendesak SKK Migas agar segera meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mendukung penetapan target lifting minyak satu juta barel per hari.

Dengan begitu, komitmen target lifting minyak tersebut bukan sekedar komitmen SKK Migas, tetapi Pemerintahan Jokowi. “Selama tidak ada Perpres, bisa dibilang Pemerintah tidak serius mewujudkan target lifting satu juta barel minyak ini,” jelas Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Pembangunan dan Industri ini menyebut, ada beberapa indikasi ketidakseriusan Pemerintahan Jokowi dalam usaha mewujudkan target lifting tersebut.

Pertama proposal insentif dan stimulus dari SKK Migas kepada Pemerintah untuk mendorong kinerja hulu migas mencapai target lifting tak direspon. Padahal ini sudah beberapa kali dibahas dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI dan itu juga sudah disetujui wakil rakyat bersama Pemerintah.

Kedua, alih kontrak Blok Rokan, blok eksploitasi yang berkontribusi besar bagi lifting minyak secara nasional, tak berjalan mulus seperti diharapkan Pemerintah dan wakil rakyat.

Terkait pemboran transisi maupun aspek pembangkit tenaga listriknya juga tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Soal kelembagaan badan pelaksana hulu migas yang sudah di Judicial Review Mahkamah Konstitusi (MK) lebih sembilan tahun lalu masih saja berupa SKK Migas. Bagaimana lembaga yang sementara, selevel unit kerja ini menangani sektor hulu yang besar,” ujar Mulyanto.

Kalau Pemerintah serius, lanjut Mulyanto, seharusnya dari dulu Pemerintah mengajukan revisi RUU Migas. Namun, sayang RUU yang justru diinisasi DPR RI malah tak direspon dengan baik oleh Pemerintah, termasuk ketika membahas RUU Ciptaker yang diinisiasi Pemerintah beberapa waktu lalu, pasal terkait kelembagaan Badan pelaksana Hulu Migas ini malah ditarik kembali oleh Pemerintah.

“Ini kan aneh. Intinya seriuskah Pemerintah dengan target lifting minyak satu juta barel ini? Kalau serius, pertama dasar hukum harus diperkuat, minimal Perpres. Tidak cukup SK Menteri, apalagi hanya visinya Kepala SKK Migas,” kata Mulyanto.

Kedua, pendapatan Negara dari sektor hulu migas yang diperkirakan akhir 2021 ini melebihi target, bisa dialokasikan sebagian untuk stimulus serta insentif sektor hulu migas. Dan, Pemerintah agar mendukung RUU Migas, yang segera akan digulirkan Komisi VII umtuk memperkuat kelembagaan SKK Migas ini.

“Bila tidak, ya seperti sekarang. Dari tahun ke tahun target lifting turun. Kemudian realisasi dari target juga hanya tercapai 90 persenan. Kalau fassionnya seperti ini, mustahil target lifting minyak 1 juta barel per hari di tahun 2030 akan tercapai,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait