Mulyanto: Sejak 2019 Tahun Suram Pembangunan Iptek Indonesia

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai sejak 2019 pembangunan riset dan dan teknologi (ristek) di tanah air semakin suram. Ada beberapa momen dan kebijakan yang menjadi tolok ukur kemunduran pembangunan ristek, terutama soal kelembagaan ristek.

Sebagai politisi yang lama berkarir di lembaga penelitian dan Kementerian Ristek, Mulyanto menyayangkan kondisi ini terjadi. Disarankan Pemerintah berhati-hati menata kelembagaan ristek agar tidak membuatnya ambruk. Sebab pembangunan techno-structure itu sudah melalui proses dan waktu panjang.

“Awalnya diundangkannya UU No: 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek) yang mengganti UU: 18/2002 tentang hal yang sama. Melalui UU itu dihapus eksistensi Dewan Riset Nasional (DRN). Dewan yang semula diketuai Presiden, lalu turun menjadi hanya diketuai Menristek. Dengan diundangkannya UU No: 11/2019 ini DRN secara resmi dihapus.

Namun ada hal yang cukup mengganjal, dalam UU No: 11/2019 tidak diatur ketentuan mengenai Menteri yang bertanggung jawab menjalankan UU Sistem Nasional Iptek. Dalam beberapa pasal disebut hanya Pemerintah Pusat. Padahal di dalam UU sebelumnya, yakni UU No: 18/2002 pasal 1 ayat (18) ditegaskan Menteri yang bertanggung jawab adalah mereka yang membidangi penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jadi untuk menjalankan Sistem Nasional Iptek tidak ada menteri yang didedikasikan khusus untuk itu. “Pertanyaan yang muncul, hilangnya ketentuan tersebut by design atau hanya sekedar ketelingsut,” tanya Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Pembangunan dan Industri tersebut.

Mulyanto juga mencatat kebijakan lain yang dianggap langkah mundur pembangunan ristek. Hari-hari berikutnya kita menyaksikan dengan pilu, bagaimana si Gatot Kaca N-250 yang pernah kita elu-elukan, sebagai pesawat terbang seratus persen buatan anak bangsa diderek perlahan menuju museum.

Tersayat hati kita sebagai anak bangsa melihat drama ini karena bagi kita Si Gatot Kaca bukan saja dapat terbang fly by wire, namun yang utama ia telah menerbangkan martabat kita sebagai bangsa.

Kita juga menunggu-nunggu wujudnya kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai implementasi dari amanat UU No. 11/2019 tentang Sisnas Iptek, setelah Menristek/Kepala BRIN dilantik. Draft Perpres BRIN sudah ditandatangani Presiden, namun setahun lebih tidak diundangkan tertahan di Kemenkumham. Aneh bin ajaib, Presiden kalah pamor dari Menterinya.

Puncaknya adalah surat Presiden akhir Maret 2021 tentang peleburan Kemenristek ke dalam Kemendikbud yang langsung membuat Menristek almarhum. “Akhirnya publik memahami, mungkin ini maksud UU. No.11/2019 yang tidak mengatur Menteri yang bertanggung jawab mengurusi Sistem Nasional Iptek,” papar Mulyanto.

Secara filosofis dan ukuran, tidak tepat menggabungkan Kemenristek dan Kemendikbud. Kemendikbud mengurusi PAUD sampai Pendidikan Tinggi (PT), mengurus ijazah palsu, PT abal-abal sampai soal plagiarisme. Badan yang besar. Irisannya hanya pada riset dasar yang dilakukan PT.
Sementara Kemenristek bertugas merumuskan dan mengkoordinasikan pelaksanaan riset dan teknologi di Indonesia baik yang ada di lembaga litbang, PT, badan usaha, maupun lembaga penunjang.

Setahun terakhir wacana peleburan lemlitbang di LPNK Ristek dan balitbang kementerian teknis ke dalam BRIN terus berlanjut. “Saya dengar lembaga litbang kementerian yang besar-besar seperti Kementan, PUPR, Kemenperin dan ESDM sudah bersiap menghapus Balitbangnya. Sebentar lagi kita akan menyaksikan pula bubarnya BPPT, LIPI, BATAN, dan LAPAN, lembaga-lembaga riset yang tradisi ilmiahnya sudah sangat panjang.

Bila Pemerintah tidak hati-hati mengambil kebijakan bongkar-pasang kelembagaan ristek ini, bisa jadi techno-structur pembangunan Iptek nasional kita runtuh. “Kelembagaan Iptek (orgaware) di samping SDM Iptek (humanware) adalah unsur yang utama dan menjadi pilar penting bangunan techno-structure tersebut,” terang Mulyanto.

Wakil rakyat Dapil III Provinsi Banten tersebut merasa Pemerintah gagal membangun peta jalan pembangunan Iptek. Kebijakan yang dibuat sebatas program jangka pendek yang bisa berubah setiap saat.

“Begawan teknologi, Prof Dr BJ Habibie sudah almarhum, kita tidak bisa lagi meminta nasehat beliau. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan beliau melihat kondisi suram pembangunan ristek yang tengah berlangsung ini,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait