Konflik Ukraina melawan Rusia terus berlanjut. Penyokong Ukraina, NATO dan Uni Eropa, terlihat mulai kuwalahan memasok senjata. Genderang perang kian kencang didengungkan. Itu sebabnya pada 20 Februari 2022 upaya perundingan antara Rusia dan Ukraina tiba-tiba dibatalkan sepihak oleh pihak Ukraina.
Sebagian besar media massa terus disiagakan menyebarkan berita tentang invasi Rusia dan menggiring opini dunia untuk menyalahkan pihak Rusia selaku agresor. Tidak hanya itu, segala kegiatan internasional juga memboikot Rusia, termasuk acara olahraga. Aset milik Rusia di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa khususnya anggota NATO pun dibekukan.
Presiden Ukraina memang seorang aktor, tebar pesona hingga ke seantero dunia. Dukungan peralatan tempur hingga dana yang sangat besar segera dialokasikan, agar pihak Ukraina yang juga sudah didukung oleh pasukan internasional dapat memenangkan peperangan atas Rusia.
Apakah semudah itu menaklukkan Rusia? Menteri Pertahanan AS, Ketua NATO, dan Ketua Parlemen Eropa segera disibukkan dengan berbagai hal yang menyangkut dukungan apapun terhadap Ukraina.
Didirikan Badan Pendukung Perang
Jerman agaknya menjadi tempat untuk rembukan pihak NATO dalam mendukung Ukraina. Dibentuklah badan-badan pendukung peperangan seperti Ukraine Defense Contact Group (20 Januari 2023). Lalu diadakan rapat di Pangkalan Udara Ramstein, Jerman (lalu dikenal sebagai “Ramstein Group”, sebuah Persekutuan pendukung yang akan mengirimkan persenjataan berat).
Jenis persenjataan berat – terutama senjata artileri Tarik maupun gerak sendiri (GS), termasuk munisinya – dipasok agar Ukraina dapat melakukan serangan pada Musim Gugur 2023. Namun kenyataannya serangan ofensif tidak terlaksana karena berbagai keterbatasan. Persenjataan yang dikirim tidak mencapai skala untuk kekuatan Brigade. Sementara munisinya terbatas, sehingga sangat kekurangan.
Kekurangan munisi artileri kaliber 155mm ini ternyata hingga menjelang akhir Januari 2024 tidak dapat terpenuhi bekal ulangnya. Rencana yang semula dapat dikirimkan sekitar satu juta munisi artileri kaliber 155mm, ternyata tertunda hingga diperkirakan pada Maret 2024 nanti baru dapat terwujud. Sejak Februari 2023, Ramstein Group juga telah mengirimkan kendaraan tempur berat Leopard 2A6, M1 Abrams, HIMARS, dan sebagainya.
Terjadinya serangan genosida Israel ke Gaza yang berkepanjangan ternyata sangat mengkhawatirkan Presiden Ukraina Zelensky. Yang dicemaskan bukan soal genosida nya. Namun karena konflik tersebut, dikhawatirkan perhatian NATO akan terbagi dan dukungan kepada Ukraina akibatnya menjadi melemah.
Pada 11 Oktober 2023 diadak pertemuan di markas besar NATO, Brussel, dihadiri oleh Presiden Ukraina. Dalam pertemuan tersebut dipastikan ke berlangsungnya dukungan bantuan militer untuk Ukraina. Dilanjutkan dengan pertemuan virtual pada 22 November 2023 dan 23 Januari 2024.
Anggota Contact Group for Ukraine terdiri dari seluruh anggota Uni Eropa, anggota NATO, Australia, Austria, Bosnia & Herzegovina, Cyprus, Georgia, Irlandia, Jepang, Kenya, Kosovo, Korea Selatan, Liberia, Malta, Moldova, Selandia Baru, Swedia, dan Tunisia. Selain itu terdapat juga negara-negara peserta partisipasi seperti; Azerbaijan, Israel, Yordania, Kamboja, Kolombia, Maroko, Pakistan, Sudan, dan Taiwan. Diperkirakan semuanya berjumlah 54 negara.
Meski dibanjiri banyak dukungan negara asing. Namun pemberian bantuan ke Ukraina juga menghadapi beberapa kendala selain timbulnya masalah di Israel dan Laut Merah. Sengketa perdagangan gandum antara Ukraina dengan Polandia, hingga sakitnya Menteri Pertahanan AS Jenderal Lloyd Austin (hingga 21 Januari 2024 masih dalam perawatan di rumah sakit).
Lalu 22 Januari 2024, Presiden Ukraina bahkan mendesak pihak pendukung atau Ramstein Group agar dapat segera mengirim bekal persenjataan/munisi artileri. Ia seolah kurang paham bahwa NATO sendiri sudah kekurangan munisi Artileri kaliber 155mm, bahkan kemungkinan bekal logistik munisi NATO juga sudah tidak sesuai kebutuhan (biasanya jumlah bekal = 3,4 x Bekal Pokok/BP).
Rusia Pertahankan Posisi
Hingga 23 Januari 2024, pihak Rusia masih stagnan bertahan di posisi kantong-kantong depan pertempuran, dan mengadakan serangan terbatas ke Kyiv dan Kharkiv. Peperangan dengan intensitas rendah (Low-Intensity conflict atau LIC) tetap dipertahankan. Agaknya pihak Rusia masih mengukur kekuatan lawan (Ukraina dan para pendukungnya).
Sementara dengan keterbatasan bekal munisi, pihak Ukraina melakukan upaya lain yaitu dengan melakukan serangan-serangan drone ke wilayah Rusia hingga tujuan ibukota Moskow. Namun sejauh ini belum membuahkan hasil yang signifikan.
Intensitas konflik akan menyangkut derajat emosi, tensi dan tekanan yang melibatkan situasi konflik. Agaknya hal tersebut sudah terlihat pada perilaku pimpinan-pimpinan di Ukraina. Hal tersebut tergambar dari kekhawatiran yang nyata diperlihatkan oleh Presiden Ukraina saat ini.
Bukan saja di Ukraina. Kini negara yang berbatasan dengan Rusia, yaitu Swedia, juga telah memperingatkan masyarakatnya agar pernyataan siap perang disampaikan oleh dua pejabat tinggi seperti Menteri Pertahanan Sipil Carl-Oscar Bohlin yang menyatakan kemungkinan terjadinya perang di Swedia,
Pernyataannya didukung oleh Panglima Militer Jenderal Micael Byden. Tidak kurang, pernyataan kedua pejabat tinggi tersebut tentunya menimbulkan kegalauan bagi masyarakat di Swedia. Kini Swedia pun meminta dukungan perlindungan pihak NATO. Secara psikologi peperangan di Ukraina telah menimbulkan efek yang cukup besar bagi masyarakat Eropa.
(Muhammad Ali Haroen dan Abriyanto).