Negara Non Muslim Kembangkan Industri Halal, di Indonesia Belum Optimal

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com | Bank Indonesia cukup komitmen dalam mendorong aselerasi ekonomi syariah dalam mendukung perekonomian regional. Salah satunya melalui akselerasi industri dan ekosistem halal.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, Difi Ahmad Johansyah, berpendapat, jika berbicara mengenai ekonomi umat, maka bukan sekedar bicara umat sebagai konsumen, tapi juga umat sebagai produsen. 

Saat ini, tutur dia, pasar halal dunia terus berkembang. Berbagai negara menunjukkan concern terhadap produk halal. Misalnya saja di Jepang, sudah terdapat kebutuhan ayam potong halal, yang sayangnya disuplai bukan dari Indonesia.

“Begitu pula di Inggris, sudah ada pasar halal, yang produsen utamanya lagi-lagi bukan berasal dari Indonesia,” lanjut Difi di satu sesi acara FESyar 2020 secara virtual.

Menanggapi hal tersebut, Kasan selaku Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional mengatakan, potensi Industri Halal belum dioptimalkan, belum fokus pada peningkatan ekspor produk halal. Padahal negara dengan penduduk non muslim sudah banyak mengembangkan industri halal.

Banyak pelaku usaha terutama UMKM belum melakukan sertifikasi halal, sertifikasi Halal, Tarif dan Non Tarif hingga posisi Indonesia sebagai konsumen No.1 produk halal namun peringkat 10 produsen halal. 

Sementara itu, Sapta Nirwandar selaku Ketua Indonesia Halal Life Center mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak pada berbagai negara, termasuk di Indonesia yang berdampak pada sosial ekonomi termasuk industri halal khususnya pariwisata halal. 

Penerapan Halal Lifestyle sebagai gelombang baru juga berdampak bagi industri untuk menyediakan produk halal. Halal lifestyle pun bukan hanya terbatas sandang, papan, pangan, tapi hingga ke teknologi.

Adanya Covid-19 juga mengubah perilaku konsumen. Termasuk dalam hal konsumsi dimana produk halal diyakini sebagai produk yang sehat dan berkualitas.

Tapi menurut Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi S. Lukman, makanan dan minuman menjadi sektor industri dengan nilai ekspor terbesar. Ekspor pun di masa pandemi tidak menurun, termasuk ekspor makan dan minuman.

Terdapat 6 strategi utama dalam beberapa strategi dalam meningkatkan pangsa ekspor produk makanan dan minuman halal. Disebutkan diantaranya, data dan pencatatan yang perlu diperbaiki dapat dimulai dengan penambahan kolom halal pada dokumen ekspor di NSW dan PEB.

Identifikasi potensi konsumsi pangan halal.Promosi misalnya, dengan pameran khusus produk halal hingga integrasi promosi halal dengan event besar.

Mengedukasi konsumen untuk memahami membaca label, jaminan halal, memahami bahwa pangan halal higienis dan baik serta pengembangan media halal.

Sertifikasi halal dan membangun kepercayaan konsumen. Inovasi produk halal menyesuaikan tren kebutuhan konsumen serta modernisasi pemasaran halal.

Sementara itu, di kesempatan beda, Dr. H. Mastuki HS, M.Ag., selaku Kepala Pusat Registrasi & Sertifikasi BPJPH (Kementrian Agama) mengatakan, sertifikasi halal penting dilakukan untuk memastikan ketersediaan produk halal bagi muslim dan warna negara.

Oleh karena itu, kata Mastuki, Pemerintah Indonesia mengesahkan UU Jaminan Produk Halal No. 33 Tahun 2014 sebagai pelaksanaan UUD 1945 Pasal 29.

Disebutkan, prinsip sertifikasi halal, pertama, memastikan produk yang dihasilkan sesuai ketentuan halal dan menjamin kehalalan produk di seluruh rangkaian Proses Produk Halal (PPH). Kedua, memastikan tidak terjadi kontaminasi bahan haram, baik fasilitas/ peralatan, pekerja maupun lingkungan. Dan ketiga, menjaga kesinambungan proses produksi halal.

Melalui dukungan dari segala pihak dalam mendorong adanya industri dan ekosistem halal diharapkan dapat mendukung akselerasi ekonomi syariah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi regional. (Ganefo)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait