Oleh:
Rudi S Kamri
“Saya bukan Menteri Agama Islam. Tapi Menteri semua agama di Indonesia,” demikian kurang lebih ujaran pertama Jenderal TNI Purn Fahrul Razi sesaat setelah dilantik jadi Menteri Agama (Menag) beberapa waktu lalu.
Sontak ucapan tegas Menag Fahrul Razi disambut cuka cita dan tepuk tangan gemuruh semua warga bangsa di seluruh Nusantara. Semua orang waras di negeri ini termasuk saya serta merta menuai harapan kiranya negeri ini bebas dari aksi radikalisme agama dan kaum intoleran.
Tapi seiring waktu berjalan, harapan saya mulai memudar. Sikap Menag yang maju mundur pada kasus perpanjangan izin FPI membuat saya agak meragukan komitmen mantan Wakil Panglima TNI tersebut. Keraguan saya semakin kuat saat ramai di media massa tentang pelarangan perayaan ibadah Natal beberapa daerah di Sumatera Barat (Sumbar) tapi saya tidak mendengar respon apapun dari Menag Fahrul Razi.
Seperti dirilis oleh PUSAKA Foundation Padang yang menyebutkan adanya pelarangan atau penolakan rangkaian perayaan hari Natal 2019 di empat daerah di Sumbar. Empat daerah tersebut adalah di Kota Bukittinggi, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, dan Kabupaten Pesisir Selatan.
Bantahan dari pejabat Humas setempat bahwa hal itu bukan pelarangan tapi pengaturan perayaan ibadah Natal yang dilakukan lembaga adat ninik mamak di daerah tersebut. Umat Kristiani di daerah tersebut hanya diperbolehkan melakukan peringatan ibadah Natal di rumah atau di geréja dan tidak boleh di tempat umum serta tidak boleh mengundang warga dari luar daerah. Seketika keputusan lembaga adat tersebut membuat saya mual, perih kembung dan berasa mau muntah karena marah.
Hal yang membuat saya tidak habis pikir bagaimana mungkin aturan konyol dan diskriminatif ini dibiarkan begitu saja oleh aparat Pemerintah Daerah setempat dan Pemerintah Pusat ? Respon Presiden Joko Widodo pun hanya narasi normatif tanpa bobot. Tidak ada instruksi tegas dari Presiden Jokowi untuk membatalkan aturan diskriminatif tersebut.
Ketidaktegasan Pemerintah dalam menindak kaum intoleran ini adalah pengkhianatan terhadap UUD 1945. Dalam pasal 28E ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Dan pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Akan tetapi terjadinya pembiaran pelarangan atau aturan diskriminatif dalam beribadah untuk merayakan Natal di empat daerah di Sumbar tersebut terkesan negara tidak hadir untuk melindungi warganya.
Bagaimana mungkin kelompok agama yang satu dibiarkan mengatur tata cara peribadatan kelompok agama lain. Meskipun lembaga adat ninik mamak itu adalah lembaga yang harus kita hormati, tetapi aturan negara tetap harus menjadi pedoman bagi siapa pun di negeri ini. Tidak boleh lembaga apapun dan dimana pun membuat aturan yang bertentangan dengan konstitusi dan hukum negara.
Kalau Pemerintah terus menerus melakukan pembiaran, maka kelompok intoleran akan semakin ngelunjak dan merajalela. Hal ini merupakan ancaman serius bagi kebhinekaan di negeri ini. Dan saya dan semua orang yang mencintai negeri Pancasila harus keras bersuara untuk melawan semua tindakan intoleran dan diskriminatif yang terjadi di manapun di bumi Indonesia.
Terakhir, saya berharap dengan sangat kepada Pemerintah khususnya Presiden Jokowi untuk bertindak tegas menindak kaum intoleran yang diskriminatif. Narasi normatif Presiden Jokowi sangat tidak cukup. Harus ada perintah tegas kepada aparat di daerah untuk melindungi kebebasan warganya dalam menjalankan ibadah agamanya dan membatalkan aturan konyol kaum intoleran.
Mari kita renungkan, bagaimana reaksi kita sebagai umat Muslim apabila di daerah mayoritas non muslim seperti Bali atau Manado ada larangan bagi umat Islam untuk sholat ied di lapangan terbuka ? Duuuh pasti terjadi kegemparan yang berujung demo berjilid-jilid. Syukur alhamdulillah kaum mayoritas di daerah tersebut masih cukup waras dan punya rasa kasih terhadap umat agama lain.
Selamat merayakan hari Natal terkhusus untuk saudara-saudara saya di Sumatera Barat. Semoga Tuhan melindungi dan memberikan kekuatan iman kepada anda dalam menghadapi perlakuan tidak adil dari kaum intoleran yang tidak punya kasih. Mohon maaf saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong kalian selain hanya merangkai tulisan penuh keprihatinan ini.
#SayaMelawanKaumIntoleran
Salam SATU Indonesia
19122019