JAKARTA, Beritalima.com– Angggota Komisi VI DPR RI membidangi Perdagangan dan Peindustrian, Hj Nevi Zuairina pada moment Hari Usaha Kimro Kecil dan Menengah (UMKM) Nasional yang diperingati 12 Agustus lalu meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempercepat realisasi penyaluran Bantuan UMKM terutama yang terdampak wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
Hingga hari ini, kata legislator dari Dapil II Provinsi Sumatera Barat itu kepada Beritalima.com, Kamis (13/8), wabah Covid-19 belum sepenuhnya bisa dikendalikan pemerintah. Kasus warga terinfeksi positif Covid-19 bahkan terus meningkat. Dan, sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah minus 5,32 persen kuartal II/2020.
Angka tersebut, kata Nevi, berbanding terbalik dibandingkan kuartal II tahun lalu 5,05 persen. Juga berbanding terbalik bila dibandingkan ekonomi kuartal I 2020 yang masih tumbuh 2,97 persen.
“Merosotnya perekonomian Nasional ini sangat memukul Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang selama ini menopang perekonomian Indonesia. Sumbangan UMKM terhadap perekonomian Indonesia sangat besar karena mampu menyerap hingga 89,2 persen dari total tenaga kerja, menyediakan hingga 99 persen dari total lapangan kerja dan menyumbang 60,34 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional,” kata dia.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyayangkan performa UMKM yang berpotensi besar ini belum menjadi perhatian serius dari Pemerintah. Memang Pemerintah telah menganggarkan Rp 123,46 triliun untuk bantuan UMKM terdampak Covid-19. Namun, realisasinya masih sangat kecil.
Hingga 21 Juli 2020, penyaluran bantuan UMKM terdampak Covid-19 baru sekitar 9,59 persen dari target Rp 123,46 triliun. Perubahan transaksi dari offline menjadi online pun hingga hari ini masih sangat kecil, hampir tidak ada perubahan.
Dengan pembatasan yang ketat, kata Nevi, pelaku UMKM semakin tertekan untuk bertahan, apalagi harus berkembang. “Bantuan buat UMKM ini sebenarnya sudah masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), tetapi realisasi penyalurannya masih sangat lambat. Pemerintah perlu segera Percepat Belanja Pemerintah dan Pencairan BLT untuk Akhiri Resesi,” pinta dia.
Dana PEN untuk UMKM yang ditempatkan di Bank Himbara, ungkap Nevi, sudah mencapai Rp.30 triliun (sesuai PMK No: 70/2020). Namun, yang diserap baru untuk UMKM Rp.11,38 triliun dengan total 178.056 debitur.
“Ini patut dipertanyakan apa sesungguhnya persoalannya, apakah karena persyaratan yang berbelit-belit sehingga UMKM belum bisa mengakses anggaran yang disediakan Negara,” kritis Nevi.
Dia membeberkan, di DPR-RI Fraksi PKS telah memperjuangkan pencairan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) buat bantuan UMKM tahun ini melalui PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Jamkrindo dan Askrindo.
Dikatakan, ini perlu dioptimalkan pemberdayaan serta perlindungan UMKM. “Di Hari UMKM Nasional ini, Saya mengapresiasi PT PNM, dimana BUMN Persero ini telah menyalurkan dana yang dibutuhkan UMKM hingga Rp7,65 triliun lewat pembiayaan program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera.”
Rilis PNM 2020 menyebutkan kinerjanya yang istimewa dimana angka kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) di level aman, yaitu 1,62 persn (data PT. PNM Mei 2020). NPL KUR-nya bahkan hanya 1,18 persn di akhir Mei 2020. Khusus di Sumatera Barat, sudah disalurkan kepada 192 ribu pelaku UMKM sehingga mendapat apresiasi dari wakil rakyat Sumatera Barat ini.
Diutarakan, Fraksi PKS terus memperjuangkan pengembangan UMKM pada pembahasan RUU Cipta Kerja yang sedang berlangsung. Salah satunya Pasal 99 ayat (1) RUU Cipta Kerja disebutkan, “dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari pemerintah, usaha mikro diberi kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan”
“Fraksi kami memperjuangkan adanya insentif perpajakan dan lainnya berupa kemudahan mendapat legalitas usaha, pembiayaan dan penjaminan, insentif perpajakan termasuk wirausaha sosial seperti usaha milik pesantren dan ormas keagamaan, kemudahan mendapatkan bahan baku, akses pasar, pembebasan kewajiban menanggung iuran BPJS, serta terbebas dari kewajiban menerapkan upah minimum regional,” demikian Hj Nevi Zuairina. (akhir)