– 10P Sebagai Prinsip Marketing Politik
Denny JA
Isaac Newton, Sang Raksasa Ilmuwan bidang Fisika, juga hidup di era pandemik.
Penyakit itu, disebut Great Plague, menelan korban tewas seperempat penduduk London. Sekitar 100 ribu penduduk London tewas, sepanjang tahun 1665-1666.
Saat itu, usia Newton sekitar 23-24 tahun. Ia belum diberi gelar “Sir” karena belum ada prestasi keilmuannya. Ia juga belum memakai wig sebagai tanda kebangsawanan. Ia masih menjadi mahasiswa Trinity Coleague, Cambrige.
Itu era manusia belum tahu soal bakteri di balik pandemik. Belum pula dikenal istilah social distancing, lock down hingga masker.
Tapi, tulis Washington Post, Maret 2020, (1) penduduk sudah diminta untuk tinggal di rumah masing masing. Sekolah juga ditutup.
Belum ada online learning tentu saja. Newtonpun tetap belajar dari rumah saja. Tapi justru itu era Newton merintis penemuan besar di bidang kalkulus, cahaya dan optik serta grativikasi. Periode itu justru menjadi “the Years of Wonders” bagi Newton.
Di era pandemik itu, Newton membuat eksperimen. Ia buatkan lubang kecil di jendela kamarnya. Ia melihat cahaya menembus lewat lubang jendela. Eksperimen kecil itu menjadi awal sumbangan Newton di bidang ilmu cahaya dan prisma.
Sambil menunggu selesai pandemik, Newton menghabiskan waktu berjam- jam duduk di kamar. Merenungkan angka dan matematika. Ini juga menjadi awal sumbangannya untuk ilmu kalkulus.
Bosan di kamar, ia kadang mencari udara segar di luar. Di sana tumbuh pohon apel. Satu waktu, ia duduk di pohon apel itu. Satu buah apel menimpa kepalanya.
Bukankah apek yang jatuh menimpa kepala itu hal yang biasa? Tapi tidak bagi Newton yang karena terkurung di rumah, kepalanya penuh perenungan. Ia bertanya mengapa buah apel ini jatuh ke bawah? Perenungan itu pula mengantarkannya merumuskan hukum gravitasi. Itu salah satu penemuan terbesar dunia fisika.
Betapa terkurung di rumah di era pandemik, justru membuat Newton sangat produktif, reflektif dan cemerlang. Tahun pademik adalah tahun muram bagi banyak orang. Bagi Newton, tahun pandemik justru menjadi “the Years of Wonders,” tahun berkah keilmuan.
-000-
Kisah Newton ini saya baca di bulan April 2020, minggu pertama PSBB melanda Jakarta. (2) Virus Corona mulai mencekam. Korban tertular dan kematian terjadi di banyak negara. Vaksin belum ditemukan.
Tak ada jalan lain mengurangi kecepatan penularan Corona kecuali tinggal di rumah. Berbagi istilah barupun lahir. Work From Home. Lockdown. PSBB. Sosial Distancing. Physical Distancing.
Di era awal kejenuhan terkurung berhari- hari di rumah, kisah Newton memberi inspirasi. Itu sangat kreatif jika terkurung di rumah ditafsir sebagai kearifan dari alam semesta untuk membuat kita merenung dan melahirkan karya.
“Eureka! Aha!” Dua buku saya tuntaskan di era pandemik, ketika masih terkurung dan setengah terkurung di rumah. Pertama, rangkuman 40 tahun pencarian dan perjalanan spiritual dan intelektual.
Buku itu segera terbit dengan judul “Hidup Bahagia dan Bermakna di Era Neuroscience: Spiritualitas Baru Abad 21, Narasi Ilmu Pengetahuan. Saya rumuskan tiga prinsip hidup, yang saya sebut berlian biru (Spiritual Blue Diamonds) yang diajarkan semua agama besar dan Stoic Philosophy. Juga kesadaran Satu Bumi, Satu Homo Sapiens, dan Satu Spiritualitas.
Satu lagi buku yang dimulai dengan esai ini. Yaitu renungan tentang marketing politik.
Sejak tahun 2003, setahun sebelum pemilihan presiden pertama secara langsung diperkenalkan di Indonesia, saya sudah di sana. Tujuh belas tahun sudah saya tenggelam dalam konsep dan praktek marketing politik.
Saya ikut memenangkan seluruh pilpres yang pernah dibuat (2004, 2009, 2014, 2019), 33 gubernur, 90 bupati dan walikota. Di bidang ini, saya mendapatkan penghargaan internasional dari TIME MAGAZINE, (3) dan memecahkan rekor dunia Guiness Book of Record (4) untuk pendidikan politik.
Untuk kelas nasional, semua rekor yang ada, mulai dari selisih quick count terkecil, prediksi survei terbanyak yang diumumkan sebelumnya yang akurat, jumlah headline halaman satu koran nasional untuk hasil riset, saya dan teman teman di LSI Denny JA menciptakannya.
Sayapun disebut sebagai the founding father konsultan politik di Indonesia. (5)
Di era pandemik, saat terkurung di rumah, mungkin saat yang tepat, merenungkan kisah perjalanan 17 tahun menghidupkan tradisi baru di Indonesia: mengawinkan politik praktis dan ilmu pengetahuan dalam marketing politik. Saatnya pengalaman ini diteorikan. Dibuatkan formula.
Tak terduga. Newton di era pandemik memberi inspirasi.
-000-
Apa tujuan tertinggi marketing politik? Itulah pertanyaan pertama yang saya ajukan ketika ingin membuat formula.
Munculah tokoh politik dunia yang membuat perubahan besar bagi masyarakatnya. Abraham Lincoln menyudahi perbudakan di Amerika Serikat. Winston Churchill dengan segala kenekatannya menyetop laju Fasisme di Eropa. Nelson Mandel menyudahi dengan harmoni Aparteid, politik diskriminasi atas kulit hitam, di Afrika Selatan. Bung Karno begitu kental hadir menyatukan dan menghidupkan nasionalisme di Indonesia.
Tujuan tertinggi marketing politik adalah Political Legacy. Ilmu ini membantu pemimpin di satu wilayah (Dunia, Negara, Provinsi, Kota, hingga satu komunitas kecil), untuk ikut mengubah masyarakatnya.
Namun di era modern, apalagi di era demokrasi, sebelum pemimpin itu berkuasa untuk menciptakan political legacy, ia harus terpilih dulu. (6)
Marketing politik menjadi semacam supermarket menyediakan strategi, konsep, yang sudah diuji oleh ilmu pengetahuan, juga pengalaman, membantu individu untuk terpilih dalam satu jabatan publik hingga ia membuat political legacy.
Tentu saja tak semua pemimpin mampu membuat legacy sekelas Bung Karno hingga Abraham Lincoln. Tapi political legacy dapat pula kelasnya lokal saja. Seperti membuat kebijakan yang berhasil mengubah sungai yang kumuh dan busuk menjadi segar, indah serta destini bagi kunjungan wisata.
Sayapun merumuskan 10 P untuk marketing politik, mulai dari strategi agar seseorang individu terpilih menjadi pemimpin, hingga ia dapat membuat political legacy.
10 P itu adalah:
P1: Pro- Inovation
P2: Public Opinion
P3: Polling
P4: Profiling (Voter Segmentation)
P5: Positioning
P6: Product
P7: Pull Marketing
P8: Push Marketing
P9: Post Election
P10: Political Legacy
Satu persatu dari 10 P itu akan diurai. Pengalaman ikut memenangkan empat kali pilpres berturut-turut, juga puluhan gubernur dan walikota/bupati menjadi story telling, menjadi peristiwa yang mengawali setiap P itu.
-000-
Nelson Mandela, 27 tahun mendekam dan diasingkan di penjara. Keluar dari penjara, ia menjadi pemimpin yang menyatukan masyarakatnya yang terbelah oleh isu ras. Karakter dan visi hidup Mandela menjadi legenda.
Ujarnya:
“Ketika kutinggalkan penjara, melewati gerbang pertama kebebasan, aku sadari. Harus kutinggalkan semua kemarahan dan kebencian. Jika kemarahan dan kebencian tetap kubawa serta, walau aku bebas sesungguhnya aku masih di penjara.”
Atau: “Tak ada manusia yang lahir dengan kebencian atas manusia lain karena semata soal warna kulit atau agama yang dipeluk. Manusia diajarkan untuk benci. Karena itu kita pun harus mengajarkan manusia untuk kembali ke asal hatinya: rasa cinta!”
Juga kutipan ini: “Orang yang bodoh dan kejam akan bertambah banyak, jika mereka yang pintar dan agung memilih berdiam diri saja.”
Ikut melahirkan kualitas pemimpin mendekati Nelson Mandela, itulah tujuan tertinggi marketing politik.***
Juli 2020