Ngobrol Bareng Dirut BRI soal Relaksasi Kredit, HIPMI: Ini Jawaban untuk Pengusaha di Daerah

  • Whatsapp

JAKARTA – Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) tetap membangun optimisme dan memberikan semangat kepada kalangan pengusaha muda untuk melawan pandemi Covid-19. Di era New Normal ini, semua menjadi baru. Termasuk semua rencana yang sudah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya yaitu relaksasi kredit.

Ketua Umum BPP HIPMI Mardani H. Maming mengatakan, saat ini ekonomi terguncang bukan hanya Indonesia tapi seluruh dunia juga ikut terguncang. Maming yakin, tidak mudah untuk pemerintah maupun para BUMN sekarang dalam menghadapi perekonomian saat ini.

“Pada saat krisis tahun 1998, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lah penyelamat ekonomi bangsa ini. Sekarang pandemi Covid-19, UMKM yang menjadi sejarah terdampak yang paling besar, sehingga kita membentuk tim kelompok kerja (pokja) yang diketuai oleh Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Ajib Hamdani,” ujar Maming, dalam acara Webinar HIPMIxBUMN yang bertajuk “Perbankan di Era New Normal (Relaksasi dan Stimulus Kredit di Dunia Usaha)” (17/6/2020).

Maming bilang, dalam rapat virtualnya dengan Badan Pengurus Daerah (BPD) di 34 provinsi secara bergantian, dirinya mengundang pengurus HIPMI dan pengusaha-pengusaha HIPMI yang ada di seluruh nusantara dan meminta masukan untuk relaksasi pinjaman di semua bank termasuk BRI.

“Mudah-mudahan dengan hadirnya Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (Dirut BRI) Sunarso disini juga menjadi jawaban kepada kawan-kawan yang ada di daerah, mana kawan-kawan yang memang bagus pekerjaannya dan bagus pengembalian kreditnya karena pandemi Covid-19 mereka mendapati keuangannya menjadi tidak stabil. Sehingga, bisa mendapatkan relaksasi,” ucapnya.

Selain itu, Mantan Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan itu menghimbau kepada para pengurus HIPMI yang sebelum adanya wabah Covid-19 terjadi, yang tidak bagus cara pengembalian kreditnya harus dicoret. Jangan sampai, satu dari sepuluh yang tidak baik membuat sembilan yang baik menjadi buruk semuanya.

“Ini tim pokja harus betul-betul menginventaris yang melakukan pinjaman khususnya ke BRI atau yang memiliki kendala karena Covid-19. Itulah yang pertama dibantu karena tidak mungkin semua pemerintah bisa bantu seluruhnya, pasti yang dibantu yang diutamakan adalah yang betul-betul jalan dan masih berpeluang untuk hidup lagi karena hanya pandemi ini saja dia harus melakukan relaksasi ulang khususnya peminjaman kredit,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Ketua Bidang Perhubungan dan BUMN BPP HIPMI Arya Kuntadi mengatakan, dalam diskusi ini diharapkan dapat menjadi bagian dari langkah awal yang konkrit dalam aktualisasi pembangunan perekonomian Indonesia. Serta dapat menciptakan kolaborasi yang kuat dan erat antara HIPMI dan BUMN untuk kemajuan pengusaha muda.

“Kami harapkan semoga sinergi ini yang akan menjadi energi, energi yang akan menjadi kekuatan baru bagi ekonomi Indonesia. Insya Allah kami akan membuat diskusi HIPMI sinergi BUMN secara rutin sebulan sekali dan ini terbuka untuk umum, sehingga banyak teman-teman yang belum bergabung ke HIPMI bisa bergabung ke HIPMI dan banyak teman-teman HIPMI juga untuk bisa menambah wawasan serta ilmu untuk melebarkan virus entrepreneurship ke segala penjuru,” ujar Arya.

Arya menambahkan, diskusi terbuka ini untuk saling bertukar pikiran dan saling memberi masukan antar berbagai pelaku usaha. Dari diskusi menjadi catatan penting untuk ditindaklanjuti.

“Kami juga berharap, dari diskusi ini kami mendapatkan guidance serta jawaban yang menjadikan kita para pengusaha muda untuk selalu bergerak dalam kemajuan ekonomi dalam keterbatasan keadaan pandemi Covid-19 saat ini,” ucapnya.

Di acara yang sama, Dirut BRI Sunarso menjelaskan, bank pelat merah tersebut sudah melakukan realisasi restrukturisasi kredit terdampak pandemi Covid-19 sejak 16 Maret-31 Mei 2020 sebanyak 2.634.901 nasabah, dengan total baki debet (saldo pokok) Rp 160,5 triliun.

“Mikro ada 1.281.743 debitur sebesar Rp 60,61 triliun, kredit usaha rakyat (KUR) 1.232.603 debitur Rp 21,91 triliun, ritel 90.609 debitur Rp 67,76 triliun, consumer 30.877 debitur Rp 8,42 triliun, dan menengah korporasi 69 debitur Rp 1,83 triliun,” ungkap Sunarso.

Kemudian, Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) itu memaparkan beberapa skema restrukturisasi per segmen di BRI bagi UMKM. Untuk pelaku usaha mikro kecil dan ritel terdapat empat skema yang telah disiapkan oleh BRI. Pertama, bagi debitur yang mengalami penurunan omzet sampai dengan 30 persen, akan direstrukturisasi dengan memberikan keringanan suku bunga yang diturunkan dan diberikan perpanjangan jangka waktu kredit.

“Lalu untuk skema kedua, bagi debitur yang mengalami penurunan omzet dari 30-50 persen, akan direstrukturisasi penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 6 bulan,” ujarnya.

Skema ketiga, lanjut Sunarso, yaitu bagi debitur yang mengalami penurunan omzet lebih dari 50-75 persen, diberikan restrukturisasi penundaan pembayaran bunga selama 6 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan.

“Skema empat, debitur yang mengalami penurunan omzet lebih dari 75 persen, restrukturisasi kredit berupa penundaan pembayaran bunga selama 12 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan,” tuturnya.

Sedangkan untuk sisi consumer, dibagi menjadi tiga skema. Skema pertama, debitur yang mengalami penurunan penghasilan sampai dengan 10 persen diberikan keringanan terkait perpanjangan jangka waktu kredit maksimal 12 bulan, sementara pokok dan bunga kredit tetap dibayarkan.

Kemudian, skema kedua debitur yang mengalami penurunan penghasilan 10 persen sampai dengan 30 persen, diberikan restrukturisasi penundaan pembayaran angsuran pokok maksimal 12 bulan, dan pembayaran bunga yang lebih ringan. Lalu skema ketiga, debitur yang mengalami penurunan penghasilan 30 persen akan direstrukturisasi penundaan pembayaran angsuran pokok dan bunga maksimal 12 bulan.

“Untuk pelaku usaha menengah dan korporasi hanya ada dua skema saja, yaitu skema pertama, bagi debitur yang mengalami penurunan omzet sampai dengan 20 persen begitupun dengan debitur yang penurunan omsetnya lebih dari 20 persen dan juga terdampak fluktuasi kurs, maka diberikan restrukturisasi penjadwalan angsuran pokok dan penurunan suku bunga,” imbuhnya.

beritalima.com

Pos terkait