SURABAYA, beritalima.com|
Lahan yang diklaim sebagai milik pemerintah kota Surabaya, terdapat di banyak wilayah. Bahkan, lahan tersebut “menguasai” lebih dari 85 persen wilayah kota Surabaya. Hal tersebut menuai kontroversi dari para pemilik lahan. Terlebih cara Pemkot Surabaya menguasai lahan tersebut, dianggap tidak mendasar.
Polemik yang terus bergulir, perjuangan yang tiada lelah terus dilakukan oleh organisasi yang tergabung dalam persatuan surat ijo. Ribuan warga pemilik surat ijo tersebut sudah melakukan berbagai cara untuk mendapatkan legalitas lahan yang mereka tempati.
“Kita sudah minta baik-baik, mulai walikota pak Bambang DH, ibu Risma, sampai Eri Cahyadi. Hingga sekarang, tidak membuahkan hasil. Mulai DPRD kota Surabaya, DPRD provinsi Jatim, DPR RI, Kementerian, hingga pak Presiden Jokowi. Kita sudah berkirim surat, sudah minta klarifikasi, tidak ada hasilnya,” keluh Hason Sitorus, salah satu pemilik rumah surat ijo.
“Kita menyadari harus ada bukti untuk mempertanyakan bagaimana Pemkot Surabaya bisa mendapatkan hak surat ijo.
Bagaimana BPN bisa memberikan rekomendasi kepada Pemkot Surabaya sehingga bisa menguasai lahan tersebut,” ungkapnya.
Mantan PNS Pemkot Surabaya ini mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berupaya dengan melakukan berbagai cara, tetapi pihak Pemkot Surabaya maupun BPN tidak bergeming.
Dari acara ngopi bareng yang dihelat di Rumah Pangan Kita, organisasi pejuang surat ijo berencana untuk menggugat Pemkot Surabaya, jika Eri Cahyadi, selaku walikota terpilih, yang pernah menjanjikan untuk menyelesaikan polemik Surat Ijo belum menyelesaikan sengketa tersebut.
“Kita mampu mendatangkan teman-teman seperjuangan surat ijo se kota Surabaya. Kita akan lakukan demo besar-besaran, jika Eri Cahyadi tidak bisa menyelesaikan persoalan surat ijo ini,” tegasnya.
Sejujurnya, Hason memberikan apresiasi dan rasa simpati yang mendalam terhadap perjuangan dari warga pemilik rumah berstatus surat ijo. Karena itu pihaknya selalu menjembatani dan memfasilitasi kegiatan mereka untuk merumuskan solusi permasalahan surat ijo yang sudah puluhan tahun masih mangkrak.
“Keinginan kami hanya legalitas rumah kami yang saat ini masih berstatus surat ijo. Organisasi atau komunitas pejuang surat ijo ini sepakat untuk menggugat Eri Cahyadi sebagai penguasa kota Surabaya,” tandasnya.
Hason menuturkan bahwa warga pemilik rumah surat ijo selama ini keadaan mereka tertekan, terutama karena mereka harus mengeluarkan kocek dua kali dalam satu tahun, yaitu Restribusi
Surat ijo dan PBB, setiap tahun mengalami kenaikan. Sementara Pemkot Surabaya yang sudah menerima pajak tersebut, nyaris tidak pernah memperhatikan keluhan warga pemilik rumah surat ijo.
“Dari pemaparan progres perjuangan, terjadilah pemahaman tentang perjuangan saudara-saudara kita dari organisasi P2TSIS, KPSIS dan Aliansi yang lain. Semua pejuang telah melakukan langkah-langkah yang luar biasa tanpa kita sadari, dan ternyata tidak hanya kita sendiri yang sedang berjuang. Ternyata saudara kita dari organisasi lain juga lakukan langkah serius dalam memperjuangkan legalitas rumah kita,” tukasnya.
Menurut Hason pihaknya mendukung dan memberikan apresiasi kepada para pejuang surat ijo untuk melanjutkan perjuangan saudara-saudara yang akan ke jakarta, untuk melobi para pejabat-pejabat tinggi negri ini.
“Tetapi jangan lupa, Surabaya harus tetap bergerak, tetap lakukan konsolidasi antar pejuang kota. Tetap kita tekan BPN pusat dari daerah, tetap kita tekan pemerintah pusat dengan menekan pemerintah kota, kita paksa DPRD kota agar benar-benar menjadi wakil kita!,” pungkasnya.(Yul)