SURABAYA, beritalima.com – Diare salah satu penyakit yang umum diderita anak, sehingga sering dianggap dapat diatasi sendiri. Berdasarkan data Riskesdas 2013, 1 dari 7 anak Indonesia pernah mengalami diare dengan frekuensi 2-6 kali dalam setahun.
Melihat angka kejadian ini, ibu perlu mengetahui penanganan diare dengan tepat, karena bila diare berkelanjutan akan berpengaruh pada pertumbuhan anak.
“Nutricia Sarihusada melalui kampanye “Indonesia Merdeka DIare” adalah langkah nyata komitmen perusahaan terhadap nutrisi untuk bangsa agar anak Indonesia dapat menjadi anak generasi maju,” kata
Nabhila Chairunissa, Digestive Care Manager Nutricia Sarihusada.
“Kami berharap melalui kampanye edukasi ini akan membuat banyak ibu yang semakin mengerti penanganan tepat diare pada anak,” lanjut dia di acara media gathering “Indonesia Merdeka Diare” yang digelar di Fairfield by JW Marriot Hotel Surabaya, Kamis (14/9/2017).
Penyebab diare yang paling umum adalah infeksi pada usus yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit. Namun, penyebab terbanyak diare pada anak adalah Rotavirus.
Dalam penelitian ditemukan bahwa 30% anak Indonesia yang mengalami diare karena Rotavirus juga mengalami intoleransi laktosa.
Penelitian di negara lain bahkan mendapatkan angka kejadian intoleransi laktosa yang lebih tinggi, yakni sekitar 67% pada diare karena Rotavirus dan 49% pada diare non-Rotavirus.
Pada saat diare terutama oleh Rotavirus, terjadi kerusakan jonjot usus, sehingga produksi beberapa enzim di jonjot usus yang berguna untuk proses pencernaan nutrisi, di antaranya enzim laktase, akan berkurang.
Enzim laktase berguna untuk mencerna gula alami (laktosa) yang terdapat pada susu. Laktosa yang tidak tercerna akhirnya tidak dapat diserap sehingga menyebabkan diare semakin berat, kembung, dan tinja yang berbau asam. Kondisi ini disebut sebagai intoleransi laktosa.
Saat diare, ibu perlu memperhatikan agar anak tidak mengalami dehidrasi dan kekurangan gizi. Untuk itu ada beberapa hal yang dapat ibu lakukan untuk mengatasi diare pada anak.
Yang pertama, untuk anak yang masih mendapat ASI teruskan memberi ASI, karena ASI adalah yang terbaik. Cegah dehidrasi dengan larutan oralit.
Konsultasikan ke tenaga medis. Jaga kebersihan tubuh dan lingkungan si kecil. Pada beberapa keadaan, nutrisi bebas laktosa diberikan atas rekomendasi dokter.
“Apabila anak tidak mau makan dan minum, orangtua perlu mengusahakan asupan bernutrisi yang mudah diterima oleh anak. ASI dan cairan rehidrasi oral (oralit) adalah yang utama selain tambahan zinc,” kata dr Andy Dharma SpA selaku narasumber.
“Selain itu, asupan nutrisi yang baik dapat mempercepat pemulihan fungsi usus normal, termasuk kemampuan untuk mencerna dan menyerap makanan yang masuk, serta memberikan energi untuk mempercepat proses pemulihan” lanjut Andy.
Kepekaan orang tua terhadap keadaan anak saat diare sangat penting, karena saat diare, berat badan anak akan berkurang. Oleh karena itu diperlukan asupan nutrisi yang baik saat dan setelah diare, sehingga anak dapat mengejar pertumbuhan fisiknya.
“Kami berharap informasi penting yang dapat ibu jadikan sebagai pedoman atasi diare pada anak dapat dijadikan pengingat bagi ibu saat anak mengalami diare,” sambung Nabhila lagi.
Dengan pengetahuan yang memadai, ibu dapat memberikan penanganan yang tepat saat anak menderita diare untuk tetap menjaga tumbuh kembang yang optimal agar anak Indonesia dapat menjadi anak generasi maju yang merdeka dari diare,” pungkasnya. (Ganefo)
Teks Foto: Dr. Andy Darma, SpA(K) saat menjelaskan tentang penanganan diare pada anak dalam kampanye “Indonesia Merdeka Diare” di Surabaya, Kamis (14/9/2017).