JAKARTA, Beritalima.com– Bagi-bagi sertifikat tanah yang dilakukan pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak masuk agenda utama reforma agraria karena itu bersifat layanan administrasi biasa.
Dan, itu adalah pekerjaannya Aparat Sipil Negara (ASN) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kementerian Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). “Reformasi agraria adalah menyelesaikan masalah ketimpangan lahan,” kata anggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih di Jakarta, Senin (4/3).
Alamsyah mengatakan, reformasi agraria dalam tujuan utamanya relatif berjalan di tempat. Kalaupun ada, itu hanya memenuhi hak warga negara.
Untuk menyelesaikan masalah ini, ada beberapa catatan yang harus jadi perhatian Ombudsman.
Kata Alamsyah, reformasi agraria merupakan agenda konstitusional untuk mengembalikan struktur penguasaan lahan. Karena itu, ini bukan agenda eksekutif semata.
Selanjutnya, perlu inisiatif presiden untuk membangun konsensus nasional yang melibatkan lembaga legislatif, Badan Pengawas Keuangan, Otoritas Jada Keuangan, Bank Indonesia dan pelaku sektor terkait. “Konsensus itu penting untuk menyepakati target nasional dan langkah strategis yang akan diambil,” jelas Alamsyah.
Ombudsman melihat perlu inventarisasi dengan cepat aset nasional dan menertibkannya. Presiden perlu menunjuk satu pejabat untuk melakukannya. Ombudsman tetap akan mengawasi proses pelaksanaan reforma agraria sesuai tugas dan fungsi untuk menerima keluhan serta aduan masyarakat yang tidak terakomodasi.
Terakhir, keterbukaan informasi adalah satu prasyarat dasar dari reforma agraria yang akuntabel. Maka iinformasi penguasaan lahan, hak guna usaha, izin usaha pemanfaatan hasil hutan harus bisa diakses oleh masyarakat ketika mereka memerlukannya. “Apalagi MA sudah memutuskan jadi informasi terbuka. Ini satu bukti mengapa harus dilakukan konsensus nasional,” demikian Alamsyah. (akhir)