Optimalkan Program BPJS Ketenagakerjaan Wujudkan Kesejahteraan Pekerja

  • Whatsapp
BPJS Ketenagakerjaan Cabang Surabaya Karimunjawa saat mensosialisasikan program pada perusahaan peserta untuk tidak daftar sebagian.

SURABAYA, beritalima.com – Optimalisasi perlindungan jaminan sosial pada pekerja Indonesia terus dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Lembaga negara yang mendapat amanah mensejahterakan masyarakat melalui program jaminan sosial ketenagakerjaan ini kini mengangkat Perusahaan Daftar Sebagian (PDS).

Sorotan terhadap PDS yang memang cukup menghambat tujuan BPJS Ketenagakerjaan ini dilakukan tanpa menurunkan upaya percepatan kepesertaan. Sehingga, di samping angka kepesertaan terus bertambah, optimalisasi manfaat kepesertaan diharap akan berjalan sesuai program.

Percepatan perluasan kepesertaan memang telah menunjukan hasil peningkatan jumlah peserta, kendati belum signifikan. Di Kanwil BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, menurut Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, Dodo Suharto, jumlah peserta per Rabu (26/12/2018) mencapai 69.577 perusahaan.

Pencapaian itu naik 18% lebih dibanding capaian tahun 2017 sebanyak 57.952 perusahaan. Akan tetapi, perusahaan-perusahaan peserta itu ada yang PDS Program, PDS Upah, bahkan PDS Tenaga Kerja.

PDS Program adalah perusahaan yang mendaftarkan pekerjanya hanya sebagian program. Mereka umumnya mengikutkan pekerjanya 3 atau 2 dari 4 program BPJS Ketenagakerjaan.

Empat program BPJS Ketenagakerjaan masing-masing Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). Peraturannya, perusahaan sedang dan besar wajib mendaftarkan pekerjanya 4 program.

Dari 69.577 perusahaan peserta BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jawa Timur, 3.825 di antaranya PDS Program yang umumnya tidak mengikutkan pekerjanya program JP.

Para PDS Program tersebut jelas sangat tidak menguntungkan pekerja. Mereka tidak memberi kepastian jaminan masa purna tugas pekerja. Padahal, iuran Program JP hanya 3% dari upah, dengan pembagian 2% dari pemberi kerja dan 1% dari pekerja.

PDS berikutnya adalah PDS Upah, perusahaan yang mengikutkan seluruh pekerjanya ke semua program BPJS Ketenagakerjaan tapi hanya melaporkan sebagian upah pekerja.

Perusahaan kategori ini juga merugikan pekerja, karena akan mengurangi besaran manfaat program jaminan yang semestinya didapat pekerja. Karena, laporan upah itulah yang dipakai acuan BPJS Ketenagakerjaan untuk menetukan manfaat program.

Dan yang lebih kejam dari PDS Program serta PDS Upah adalah PDS Tenaga Kerja, perusahaan yang tidak mendaftarkan semua pekerjanya.

PDS Tenaga Kerja ini sama sekali tidak memberi kepastian hak perlindungan jaminan sosial pada pekerja yang tidak didaftarkan.

Di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Utama Surabaya Karimunjawa, sebagaimana yang diungkapkan Kakacabnya, Suharto, dari 6.697 perusahaan peserta yang PDS Tenaga Kerja sekitar 1.000 perusahaan. Selain itu ada 507 PDS Program, dan 300 PDS Upah.

Menurut Suharto, pihaknya mencatat itu berdasarkan informasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surabaya.

Selain itu juga dari laporan pekerja, baik secara langsung maupun lewat BPJSTKU, aplikasi android yang dapat dimanfaatkan pekerja untuk mengcek kepesertaan, saldo JHT, pembayaran iuran, upah yang dilaporkan, dan memberi laporan yang dijamin kerahasiaannya.

Suharto mengatakan, berbagai langkah telah ditempuh pihaknya untuk mengingatkan para PDS. Langkah awal, BPJS Ketenagakerjaan Cabang Surabaya Karimunjawa mengundang gathering sekitar 125 perusahaan peserta yang terindikasi PDS di Hotel Novotel Ngagel, Surabaya, Selasa (11/12/2018).

“Melalui kegiatan gathering ini kami mensosialisasikan manfaat empat program BPJS Ketenagakerjaan, termasuk dampak yang dirasakan pekerja yang tidak didaftarkan, atau yang didaftarkan tapi hanya dengan sebagian program dan upah,” kata Suharto di sela acara itu.

Dalam sosialisasi diungkapkan, PDS tentu sangat merugikan pekerja, karena tidak memberi kepastian perlindungan jaminan sosial pada pekerja.

Sedangkan dampak bagi PDS itu sendiri disebutkan di antaranya tidak seproduktifitas jika memberi perlindungan penuh pada seluruh pekerjanya. Karena, perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai aturan akan mendorong pekerja lebih tenang dan bersemangat dalam bekerja.

Sudah demikian, bukan berarti PDS bisa lepas tanggung jawab jika pekerja mengalami resiko kecelakaan kerja, meninggal dunia, Putus Hubungan Kerja (PHK), dan pensiun.

Karena, jika pekerja melakukan tuntutan, undang-undang ketenagakerjaan menegaskan bahwa perusahaan tetap harus bertanggung jawab dengan memberikan hak pekerja sesuai perhitungan di BPJS Ketenagakerjaan.

Juga dikemukakan, BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan. Artinya, dengan daftar BPJS Ketenagakerjaan perusahaan telah melimpahkan tanggung jawab sosialnya ke BPJS Ketenagakerjaan bila pekerja mengalami resiko kerja, meninggal dunia, PHK dan di masa pensiunnya. Perusahaan sudah tidak perlu repot lagi.

Suharto juga menegaskan, BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum nirlaba, tidak mencari keuntungan. Keuntungan yang didapat dari usaha gotong royong ini semuanya dikembalikan kepada peserta serta masyarakat, dan semua itu diawasi oleh lembaga keuangan negara.

“Harapan kami dengan sosialisasi ini tidak akan ada lagi PDS,” tambahnya. Namun, lanjut dia, jika ini tidak menyadarkan PDS secara maksimal, pihaknya akan melakukan teguran, baik tertulis atau menemui secara langsung.

Jika peringatan tetap diabaikan, BPJS Ketenagakerjaan akan menyerahkan penanganan PDS kepada kejaksaan selaku pengacara negara. Selanjutnya, kejaksaan akan memanggil dan menindak mereka.

Apa yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan, menurut Ketua BPJS Wacht Jawa Timur, Arief Supriyono, sudah cukup bagus dan tepat, karena telah menjalankan tugas perlindungan jaminan sosial tenaga kerja sesuai peraturan.

Menurut Arief, justru Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 yang harus segera direvisi agar 4 program BPJS Ketenagakerjaan dapat dirasakan semua pekerja dan keluarganya.

Ormas yang selama ini mengawasi kinerja BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan serta memberikan layanan advokasi pada masyarakat dan peserta ini menilai, PP No.109/2013 itu membatasi pekerja untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial BPJS ketenagakerjaan sepenuhnya.

“Karena Perpres tersebut selama ini sebagian pekerja dan ahli warisnya hanya mendapatkan sebagian program BPJS Ketenagakerjaan saja,” tandas dia.

Dia berharap dalam revisi Perpres itu harus ditambahkan bahwa di dalam Program Jaminan Sosial Nasional BPJS Ketenagakerjaan pemerintah tidak boleh membatasi kepesertaan masyarakat pekerja Indonesia dalam hal perlindungan jaminan sosial, karena manfaat program ini sangat diperlukan ahli waris apabila terjadi resiko terhadap peserta BPJS ketenagakerjaan.

Selain itu, tambah Arief, di revisi Perpres diharapkan juga supaya masyarakat pekerja miskin dan tidak mampu bisa mendapat perlindungan jaminan sosial BPJS ketenagakerjaan sesuai amanat UU SJSN No.40/2004. (Ganefo)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *