JAKARTA, Beritalima.com-
Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru (P3MB), Himpunan Nelayan Purse Siene Nusantara (HNPN), Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN) akan melakukan aksi protes mogok operasional mulai tanggal 10 Oktober 2016 dengan tidak melakukan kegiatan apapun di Kawasan Pelabuhan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara termasuk memberhentikan semua kegiatan pabrik pengolahan ikan baik eksport maupun lokal,bongkar muat ikan dan menambatkan semua kapal penangkapan ikan milik anggotanya.
Tachmid W.P Ketua Umum P3MB mengatakan hal tersebut di lakukan untuk melawan ketidak adilan yang ingin merampas jerih payah dan investasi yang telah di lakukan oleh pengusaha lokal muara baru ini menyuarakan melalui P3MB yang merupakan wadah resmi yang mewakili hampir lebih dari 60 perusahaan pengolahan dan para pemilik penangkapan ika yang sebagian sudah tergabung dalam ASTUIN dan HNPN.
“Akhir-akhir ini pengusaha perikanan di Muara Baru terus di rong-rong perlakuan semena-mena dan tindakan otoriter dari Perum Perikanan Indonesia (Perum Perindo). Kami ini adalah investor dalam negeri yang sudah ber puluh-puluh tahun di muara baru dari kondisi rawa-rawa dan kebanjiran dan kebanjiran yang berkepanjangan. Dikawasan ini juga kami telah berinvestasi tidak kurang dari 8 Triliun dan memberikan lebih dari 10 ribu tenaga kerja langsung dan 40 ribu tenaga kerja tidak langsung serta menafkahi kurang lebih 200 ribu orang anggota keluarga mereka,” ujar Tachmid Rabu (05/10/2016) kemarin.
Ia menjelaskan Pergantian Direksi Perum Perindo dua kali terakhir mengubah total kesetabilan dan ke amanan investasi yang telah di lakukan dengan mengeluarkan surat Keputusan Direksi no KEP-069/PERINDO/DIR.A/IV/2013 dan KEP-226/PERINDO/DIR.A/VIII/2016 yang serta merta menaikan tarif sewa lahan dengan 560%, yaitu dari Rp. 236.000.000/HA/Tahun menjadi Rp.1.558.000.000/HA/Tahun.
“Menghilangkan Hak Atas Tanah (HGB), memperpendek jangka waktu sewa dari 20 tahun menjadi 5 tahun, hal ini tidak memberikan kepastian berusaha karena investasi milyaran yang kami bangun setelah jangka waktu 5 tahun habis akan menjadi tidak jelas yang mengakibatkan industri perikanan menjadi tidak bankable. Perum Perindo juga merubah total perhitungan biaya tambat labuh kapal Muara Baru dan menaikan biaya administrasi 100%, kebijakan ini sudah pasti langsung mematikan usaha penangkapan ikan yang selama dua tahun terakhir sudah babak belur katena aturan yang melarang transshipment, pembatasan ukuran kapal maksimal 150 GT, sulitnya pengurusan ijin kapal dan pemberlakuan berbagai macam aturan oleh KKP,” jelas Tachmid.
Menurut Tachmid berita yang selama ini dihembuskan oleh KKP bahwa sewa tanah di kawasan Muara Baru sangat murah yaitu Rp.10 juta/HA/Tahun itu adalah tidak benar. Karena itu adalah tarif sewa lahan 30 tahun yang lalu.
Diluar itu lanjut Tachamid Perum Perindo juga telah mengeluarkan instruksi pengisongan paksa ruang proccessing dan fasilitas transit ikan di wilayah dermaga barat dengan memutuskan kontrak sewa sepihak dan memberikan jangka waktu satu bulan yang mustahil cukup untuk memindahkan suatu kegiatan usaha yang masih berjalan.
“Dengan unsur pemaksaan, piha perum perindo juga melakukan praktek oligopoli atas penjualan BBM solar melalui penetapan satu harga jual oleh seluruh penyalur resmi,” katanya.
Selain itu P3MB juga akan secara resmi melakukan gugatan hukum ke PTUN Jakarta Utara serta P3MB telah melaporkan tindakan semena-mena tersebut kepada Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementrian Perindustrian.
“Hal tersebut di lakukan karena keibijakan-kebijakan yang yang dikeluarkan baik KKP maupun Perum Perindo sangat tidak mendukung dunia usaha dan tidak memberi kepastian berusaha pada industri perikanan Indonesia. Sudah cukup 2 tahun kami menunggu dan bertahan kami menunggu dan bertahan untuk perubahan yang lebih baik, namun nyatanya suara kami tidak diperhatikan, Bagaimana kita mau membangun perikanan Indonesia jika nelayanan lokal dan pengusaha lokal yag berjuang untuk bangsa diberlakukan seperti ini,” keluh Tachmid.
Reporter : Edi Prayitno