Oleh:
Dr. Edi Slamet Irianto *)
Beberapa orang saat ini mempunyai anggapan bahwa pungutan pajak adalah kewajiban warga negara semata. Perspektif seperti itu sangat keliru. Karena sejatinya pajak adalah hak sekaligus kewajiban warga negara dalam upaya mengimplentasikan nilai-nilai luhur Pancasila. Bukan semata hanya implementasi dari sila ke-5 tapi merupakan implementasi secara holistik seluruh sila-sila dalam Pancasila. Pajak sebagai implementasi nilai-nilai Pancasila merupakan instrumen kegotongroyongan masyarakat dalam menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedang kita tahu inti sari dari ajaran Pancasila adalah gotong royong.
Sedangkan secara ekonomi, pajak adalah peralihan sumberdaya ekonomi dari sektor privat kepada sektor publik. Dalam konteks ini pajak berfungsi menjalankan distribusi pendapatan dari sumberdaya ekonomi yang kuat kepada kelompok masyarakat ekonomi lemah. Selanjutnya negara berkewajiban membuat regulasi baku untuk mengumpulkan sumberdaya ekonomi yang didapat dari pungutan pajak, kemudian melakukan pengelolaan secara cermat, kemudian mendistribusikan hasil pajak dalam bentuk berbagai sektor pembangunan maupun dalam bentuk subsidi sosial ekonomi yang bermuara untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dalam skema ini terlihat dengan jelas bentuk kegotongroyongan antar sesama warga bangsa. Secara politik kebangsaan kesadaran membayar pajak merupakan komitmen semua elemen bangsa dalam memberikan dukungan politik ekonomi guna menciptakan tujuan negara untuk berdaulat dan mandiri secara ekonomi.
Dari aspek spiritual, distribusi hasil pajak dalam bentuk pemerataan hasil-hasil pembangunan juga mencerminkan kepedulian sosial kemanusiaan masyarakat mampu untuk menolong sesama manusia yang kurang mampu. Dalam konteks kepedulian sosial sesama warga bangsa, hal ini merupakan implementasi nyata dalam mewujudkan persatuan Indonesia. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pungutan dan pengelolaan pajak pada dasarnya merupakan implementasi nyata dari sila-sila yang termaktub dalam Pancasila.
Lalu bagaimana negara melakukan skema penarikan pajak dan pengelolaan hasil pajak secara adil dan demokratis sesuai azas dalam Pancasila ?
Negara harus membuat regulasi yang kuat dan adil dalam skema penarikan pajak. Negara harus menciptakan iklim yang kondusif agar warga negara yang memenuhi syarat untuk membayar pajak dapat melaksanakan kewajiban sosialnya dengan tertib dan berkeadilan sesuai dengan kemampuannya. Di sisi lain negara dalam hal ini Pemerintah harus mampu membuktikan kepada masyarakat bahwa telah melakukan pengelolaan dan distribusi hasil pajak dengan transparan, akuntabel dan tepat sasaran.
Salah satu langkah strategis yang harus dilakukan oleh Pemerintah adalah harus memberikan keyakinan kepada wajib pajak bahwa tidak ada tumpang tindih dalam regulasi sektor perpajakan. Terkait hal ini harus diakui regulasi negara dalam bidang perpajakan yang berlaku saat ini masih harus disempurnakan agar tercipta peraturan perpajakan yang integratif dan tidak rancu. Harus diakui masih terjadi tumpang tindih peraturan perpajakan. Sebagai contoh kecil, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 yang terkait dengan sektor perpajakan tentang insentif pajak badan untuk perusahaan terbuka berupa potongan pajak sebesar 6% karena suatu kedaruratan masa pandemi Covid-19. Di sisi lain Undang-Undang perpajakan yang mengatur obyek yang sama belum dicabut. Kerancuan dan tumpang tindih seperti ini akan berpotensi menciptakan kebingungan bagi petugas pajak dan wajib pajak dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Di sisi lain Pemerintah juga harus melakukan pengawasan kepada wajib pajak badan yang telah diberikan insentif. Jangan sampai wajib pajak yang telah diberikan insentif justru memanfaatkan kemudahan ini untuk mengeruk keuntungan lebih banyak sehingga masyarakat dan negara dirugikan. Sebagai contoh yang paling aktual, perusahaan importir alat kesehatan terkait penanganan Covid-19 yang telah diberikan insentif berupa pembebasan pajak kepabeanan dan PPN seharusnya harus menurunkan harga jual kepada masyarakat atau Pemerintah yang membutuhkan barang-barang dimaksud. Tapi dalam kenyataanya beberapa perusahaan yang telah mendapat keringanan insentif pajak tetap tidak mau menurunkan harga jualnya. Untuk menciptakan rasa keadilan masyarakat seharusnya Pemerintah menertibkan praktik tidak sehat seperti ini. Jangan sampai keringanan pajak ternyata disalahgunakan dan hanya menguntungkan kelompok tertentu.
Dalam kenyataanya harus kita akui ada beberapa hal harus dibenahi dalam regulasi perpajakan yang berlaku saat ini. Tujuannya jelas untuk meluruskan esensi dasar dari pajak dan untuk mengoptimalkan manfaat pajak bagi kesejahteraan rakyat. Tanpa pembenahan regulasi secara komprehensif upaya Pemerintah dalam memungut pajak akan menjadi sia-sia.
Kesimpulannya dalam mencapai tujuan luhur yaitu pajak sebagai implementasi nilai-nilai Pancasila yang mendesak harus dibenahi adalah regulasi pajak, Pemerintah bersama DPR harus membuat dan menciptakan regulasi perpajakan dan tata kelola pajak yang transparan dan berkeadilan serta memberikan iklim yang kondusif agar tercipta kepatuhan wajib pajak yang penuh kesadaran dan keikhlasan. Di sisi lain penegakan hukum dalam bidang perpajakan harus dijalankan dengan tegas, adil dan tegak lurus sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
Ini menjadi PR besar bagi kita semua agar tujuan dasar pajak sebagai implementasi nilai-nilai luhur Pancasila dapat dapat diwujudkan dengan semangat kegotongroyongan yang merupakan genetika dari bangsa kita.
*)
_Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta dan Dosen Pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia._