Oleh :
Rudi S Kamri
Saya bukan orang yang anti hijab atau cadar. Tapi saya juga bukan termasuk kelompok orang yang setuju bahwa kalau seseorang sudah berhijab atau bercadar itu sudah pasti mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang lebih tinggi dibanding perempuan yang tidak berhijab atau tidak bercadar. Siapapun berhak menggunakan pakaian apapun dan siapapun tidak berhak meninggikan atau merendahkan bentuk pakaian apapun.
Pemahaman saya tentang aurat yang harus ditutupi dalam agama Islam mungkin berbeda dengan beberapa orang lain. Menurut saya aurat utama yang mutlak yang harus dijaga oleh siapapun adalah HATI (pikiran), LISAN dan PERILAKU. Manakala ketiga hal tersebut dijaga dengan baik, saya meyakini seorang perempuan bisa berpenampilan layak dan pantas dalam kondisi apapun dan sebaliknya laki-laki harus mampu menjaga pikiran, lisan dan perilakunya dalam melihat lawan jenisnya berbusana apapun. Karena saya memang menghindari pemahaman agama yang hanya berdasarkan simbol-simbol semata.
Kalau pun ternyata orang lain mempunyai pemahaman yang berbeda dengan saya mengenai etika dan tata cara berbusana bagi perempuan, bagi saya tidak ada masalah. Saya tidak hendak mempersalahkan siapapun. Dan saya meyakini dalam agama apapun tidak ditabukan adanya perbedaan pemahaman asal masing- masing tidak merasa paling benar dan saling mempersalahkan.
Lagi pula menurut saya tidak ada ketentuan berbusana Islam harus seperti apa. Nabi Muhammad SAW berbusana sorban atau gamis karena memang pakaian adat budaya Arab waktu itu memang seperti itu. Bahkan Abu Lahab dan Abu Jahal yang merupakan musuh besar Islam pun berpakaian serupa dengan Nabi. Jadi menurut saya yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah menghormati budaya setempat. Yang membedakan antara Nabi dan Abu Lahab adalah akhlak, hati, lisan dan perilakunya.
Ini mungkin yang dilakukan oleh ulama besar kita seperti Alm Gus Dur, Prof. Quraish Shihab, KH Mustofa Bisri, Buya Syafii Maarif dan ulama-ulama besar lainnya yang lebih sering berbusana batik atau bersarung dan berkopyah yang merupakan busana khas Indonesia.
Lalu apakah salah kalau laki-laki Islam di Indonesia menggunakan gamis dan sorban ? Tidak salah. Tapi di mata saya mereka bukan sedang berbusana muslim tapi sedang berbusana layaknya orang Arab. Tidak lebih.
Bagaimana dengan hijab atau cadar. Sayapun berpendapat juga bukan busana muslimah. Karena dari sejarah yang kita baca, orang Yahudi kuno dan Kristen ortodoks di Mesir juga menggunakan hijab atau cadar. Bahkan sampai detik inipun para biarawati Katolik di Indonesia juga menggunakan pakaian yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Lalu salahkah perempuan Indonesia yang memakai hijab atau cadar ? Sama sekali tidak salah. Itu hak privasi seseorang dalam berbusana. Hanya saja saat
saya melihat perempuan berhijab bertumpuk seribu atau bercadar hitam seperti layaknya “Black Widow”, maksimal yang saya lakukan hanyalah mengelus dada sambil membatin betapa ribetnya cara berbusana mereka. Hanya sebatas itu tapi tidak harus mencerca.
Tapi sekali lagi pilihan busana seseorang tidak berbanding lurus dengan moral dan keimanan seseorang.
Para koruptor perempuan yang ditangkap KPK kebanyakan mereka berhijab. Hanum Rais, Ratna Sarumpaet dan Neno Warisman juga berjilbab. Tapi lihat kelakuan mereka, sama sekali tidak menunjukkan sebagai perempuan yang bermoral baik. Sebaliknya lihat nenek moyang kita atau pahlawan perempuan Indonesia seperti Tjut Nyak Dhien, RA Kartini, Dewi Sartika, Nyi Ageng Serang dll, mereka tidak berjilbab tapi apa yang mereka lakukan untuk bangsa dan negara ? Apakah ada yang berani mengatakan bahwa mereka belum dapat hidayah ? Apakah juga ada yang berani mengatakan bahwa ilmu agama mereka lebih rendah dibandingkan Neno Warisman atau Hanum Rais ?
Inti dari pesan tulisan saya ini adalah silakan Anda berbusana sesuai pemahaman dan pilihan Anda tapi jangan mencerca orang lain yang mempunyai pilihan berbeda. Dus artinya pilihan berbusana bukan penanda keimanan dan ketaqwaan seseorang. Karena keimanan dan ketaqwaan seseorang bersifat vertikal dan bersumber dari akhlak dan hati yang bersih penuh kedamaian dan toleransi, lisan yang halus tidak pernah mencaci maki dan perilaku yang baik kepada sesama manusia serta taqwa kepada Tuhan.
Secara pribadi saya lebih mengagumi melihat perempuan Indonesia yang berkebaya atau mengenakan busana adat lainnya. Saya merasa kekayaan budaya Indonesia begitu indah saat saya melihat perempuan Indonesia masa kini begitu bangga mengenakan busana asli Indonesia. Dan saya mengenal dengan baik beberapa orang diantara mereka begitu baik perilaku dan lisannya. Dan kepada mereka lah saya sangat berharap budaya Nusantara dapat dilestarikan jangan sampai punah tergilas budaya asing.
Busana adat adalah warisan budaya leluhur yang wajib kita lestarikan. Agama dan budaya tidak boleh kita benturkan. Karena keduanya adalah satu kesatuan yang sinergis yang berjalan seiring. Budaya adalah bumi yang kita pijak dan agama adalah langit yang kita junjung. Keberadaan agama harus memayungi tumbuh kembangnya budaya secara harmonis.
Anda bisa membayangkan sebuah bangsa yang tumbuh tanpa budaya ? Coba lihat Afganistan, Irak dan lainnya. Negara yang dipaksakan hanya berdasarkan agama tapi budaya lokal diperhangus. Yang terjadi adalah jiwa-jiwa yang kering serta konflik dan kekerasan yang berkepanjangan karena tidak ada keindahan budaya yang melembutkannya.
*_”Berikan terlebih dahulu pakaian indah pada hatimu, lisanmu dan perilakumu bukan sekedar pakaian fisikmu. Niscaya engkau akan dapatkan keindahan maknawi sebagai seorang manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhanmu”_* (RSK).
*Salam SATU Indonesia*
18062019