SURABAYA, Beritalima.com-
Masyarakat luas sudah tak asing dengan istilah generasi sandwich. Generasi sandwich merupakan generasi usia produktif yang memiliki kewajiban dan tanggungan membiayai hidup tiga generasi, yakni orang tua, diri sendiri, dan anaknya.
Melihat fenomena itu, Pakar Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) Noven Suprayogi SE MSi Ak turut memberikan pendapat.
Menurutnya, akar dari fenomena tersebut adalah kurangnya manajemen finansial yang baik selama masa produktif. Artinya, sebagian besar mereka tidak mempersiapkan dengan matang perencanaan ekonomi pada masa mendatang.
Permasalahan Kompleks
Noven menilai fenomena generasi sandwich itu merupakan permasalahan yang kompleks. Bukan hanya dari sisi ekonomi, namun juga sisi sosial budaya. Ditambah, di Indonesia menjunjung erat kekeluargaan dan adat ketimuran yang mana seorang anak memiliki kewajiban membiayai orang tua.
Selain itu, penyebab banyaknya generasi sandwich karena masyarakat Indonesia terjebak dalam middle income trap. Middle income trap adalah suatu kondisi ekonomi yang menyebabkan suatu masyarakat tidak dapat meningkatkan tingkatan ekonomi atas.
“Singkatnya, masyarakat middle income trap yang berpenghasilan menengah. Mereka tidak tergolong kategori kaya dan juga tidak tergolong kategori miskin. Biasanya yang menjadi persoalan, apabila masyarakat middle income trap mengalami kesulitan akan berisiko untuk jatuh roda perekonomiannya,” ucapnya.
Dalam hal itu, Noven menekankan, fenomena itu menjadi tugas bersama untuk mengupayakan masyarakat middle income trap untuk naik pada tingkatan high income. Dengan itu, setidaknya dapat mengurangi permasalahan ekonomi pada masyarakat.
Faktor Penting
Tak lupa, Noven mengimbau para anak muda yang dalam usia produktif serta telah memiliki penghasilan untuk melek akan manajemen finansial. Dengan manajemen finansial yang tepat dapat memutus tali generasi sandwich untuk generasi-generasi selanjutnya.
“Ibaratnya, hidup manusia itu seperti parabola. Pada saat usia produktif mungkin kita masih kuat dalam mendapat penghasilan secara optimal. Namun, seiring berjalannya waktu tidak akan sekuat saat usia produktif. Alhasil, penghasilan yang didapat tidak sestabil saat produktif serta ditambah biaya hidup semakin tinggi,” tambahnya.
Ia menyebutkan, dua faktor penting dalam manajemen finansial. Yakni, perencanaan dan pengalokasian keuangan yang matang. Dalam hal ini, anak muda harus mulai mempersiapkan dana-dana untuk jangka panjang. Seperti halnya, dana pendidikan, dana kesehatan dan dana pensiun.
“Kedua faktor tersebut harus diperhatikan betul, terutama anak muda yang masih dalam usia produktif. Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk menghindari kecenderungan bergantung dengan orang lain di masa usia senja,” ujarnya.
Mulai Berinvestasi
Selain itu, Noven menyarankan untuk anak muda mencoba berinvestasi. Pada era sekarang, telah tersedia banyak instrumen-instrumen penyedia jasa investasi untuk para anak muda. Berinvestasi dinilai lebih efektif untuk anak muda dalam pengelolaan keuangan.
“Sebenarnya, sama halnya dengan menabung. Namun, terkadang anak muda menerapkan menabung itu dengan cara menyisakan. Seharusnya, jangan menyisakan harus adanya sekian persen yang memang dialokasikan untuk tabungan,” tuturnya.
Ia menambahkan, dalam berinvestasi harus melihat karakteristik dan kemampuan diri sendiri. Pilihlah produk investasi yang terpercaya dan akurat serta terverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengelola keuangan. Perhatikan betul dalam konsep segala risiko dalam berinvestasi.
“Dalam menentukan produk investasi harus mengetahui untuk jangka panjang atau pendek serta karakteristik diri. Karakteristik diri ini meliputi apakah berani untuk mengambil risiko yang tinggi atau tidak. Karakteristik ini yang tahu hanya dalam diri sendiri, tinggal kita menyesuaikan produk investasi yang cocok dengan karakteristik diri sendiri,” ungkapnya.(Yul)