JAKARTA, Beritalima.com– Pakar komunikasi politik Universitas Gajah Mada (UGM), Nyarwi Ahmad membenarkan terjadi ledakan partisipasi politik di tanah air.
Hal ini tampak dari penggunaan media sosial (medsos) seperti facebook, twitter, instagram dan lainnya berkaitan dengan konten politik. Penggunaan media sosial di Indonesia termasuk terbesar di dunia.
“Karena itu, partai politik (parpol) harus bisa memanfaatkan ledakan partisipasi politik ini sebaik mungkin. Bila tidak, ya ketinggalan,” kata Nyarwi di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta akhir pekan ini.
Itu dikatakan pakar komunikasi politik ini menanggapi perlunya penguatan partisipasi politik masyarakat jelang pemilu serentak 2019. Partisipasi politik adalah substansi atau inti dari demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa partisipasi.
“Jadi, tagar 2019 Ganti Presiden, tagar 2019 Tetap Bersaudara dan tagar 2019 Tetap Jokowi merupakan satu metamorfosis (perubahan bentuk) partisipasi politik. Hal itu tidak perlu dilarang,” kata dia.
Lebih jauh Nyarwi menyebutkan, partisipasi bertemu antara yang online dan offline atau antara media sosial dan kenyataan (real). “Hal ini sangat positif karena partisipasi kelas menengah yang sebelumnya malu-malu sekarang muncul dan menguat. Bahasa-bahasa politik tidak lagi dengan bahasa standar, yang formal, ilmiah. Tapi bahasa visual, seperti meme,” jelas dia.
Karena itu, Nyarwi menegaskan, saat ini terjadi ledakan partisipasi politik di Indonesia. Ini dapat dilihat dari pengguna media sosial, termasuk facebook, twitter, di Indonesia adalah yang terbesar di dunia.
Memang ledakan partisipasi politik sangat luar biasa terjadi di Indonesia. Ini harus dimanage. Ledakan partisipasi politik ini bisa positif, bila partai politik memanfaatkan dengan mengambil peran dalam narasi atau menggaet aktor-aktor penting untuk masuk dalam partai politik.
Nyarwi yang juga Direktur Presidential Studies – DECODE UGM, dia optimis ledakan partisipasi politik di Indonesia, seperti terlihat dalam aktivitas diskusi, platform politik, bisa memberi manfaat positif.
Artinya orang peduli dengan dunia politik. Itu sudah satu poin. Karena itu tingkat kepercayaan pada partai politik perlu ditingkatkan. Bonus demografi dan kelas menengah akan membuat riuh perpolitikan.
Sebagai perbandingan, partisipasi politik di Indonesia lebih tinggi dibanding negara demokrasi lainnya di dunia. Negara lain malah risau karena begitu rendahnya partisipasi politik.
“Partisipasi dalam pemilu negara lain rata-rata tidak sampai 60 persen dari jumlah penduduk yang punya hak pilih. Partisipasi dalam pemilu 50 persen saja sudah tinggi, seperti di Italia. Partisipasi politik di Indonesia yang 70 persen sudah tinggi,” demikian Nyarwi Ahmad.
Menanggapi masalah ini, anggota MPR dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding mengatakan, partisipasi politik menjadi ukuran bagi demokrasi. Kalau partisipasinya besar dianggap demokrasi lebih baik. Bila partisipasi rendah, menjadi lampu kuning bagi demokrasi. Partisipasi bisa menjadi ukuran legitimasi sebuah kekuasaan.
“Saya kira para politisi harus secara cerdas dan kreatif menggunakan instrumen media komunikasi seperti media sosial untuk menggerakan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban memilih. Medsos harus menjadi instrumen,” kata dia.
Apalagi 30 persen pemilih pada pemilu serentak mendatang adalah generasi milenial. Karena itu, parpol atau calon yang maju pada pemilu 17 April 2019 harus berkampanye dan melakukan pendidikan dengan mengetahui karakter dan harapan generasi ini.
“Generasi muda ini mobile, suka internet, yang praktis, berbau hobi, uang cash sudah tidak terlalu tertarik. Ciri-ciri mereka harus dipahami. Mereka juga mudah berpindah. Satu saat bisa ke Jokowi, tapi bisa pindah ke Prabowo,” papar Karding.
Selain itu generasi milenial ini mau berpartisipasi kalau kinerja politikus dan DPR baik. Padahal survei menunjukkan tingkat kepercayaan kepada DPR rendah.
“Kalau tingkat kepercayaan rendah, kampanye dari politikus tidak laku. Partai politik dan politisi harus meningkatkan kepercayaan masyarakat. Ini secara langsung atau tidak langsung bisa memobilisasi partisipasi masyarakat,” demikian Abdul Kadir Karding (akhir)