Danau Jempang Mengering, Warga Tanami Padi

  • Whatsapp

JEMPANG, beritalima.com – Di pertengahan musim kemarau tahun ini, Danau Jempang yang terletak di Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur, sebagian wilayahnya mengalami kekeringan. Warga di empat kampung yang lokasinya berada di kawasan pinggir danau pun memanfaatkannya dengan penanaman padi. Empat kampung tersebut adalah Kampung Muara Ohong, Tanjung Jone, Tanjung Jan dan Kampung Tanjung Isuy.

Diutarakan Juru Tulis Kampung Tanjung Isuy, Heri Budiono fenomena keringnya Danau Jempang sudah terjadi beberapa kali dan menjadi siklus empat tahunan. “Setiap empat tahun sekali Danau Jempang kering, jadi ditanami padi. Jenis padinya yang ditanami padi sawah,” ungkap Heri saat bertemu di Tanjung Isuy, Sabtu (01/09/2018).

Menurut Heri, hasil panen tanaman padi sangat menggembirakan dan menjadi berkah warga sekitar. Di tengah kondisi luasan lahan yang terbatas dan adanya larangan membuka ladang dengan dibakar, maka lahan danau yang kering menjadi alternatif.

“Saat ini warga ramai-ramai menanam padi, dalam waktu tiga bulan sudah bisa panen,” kata Heri.

Danau Jempang sendiri diketahui merupakan danau terluas di Pulau Kalimantan yang berukuran 15 ribu hektare dengan kedalaman rata-rata 7-8 meter. Danau ini merupakan satu dari 76 danau yang tersebar di daerah aliran sungai Mahakam. Sejak dulu, Danau Jempang menjadi sumber mata pencarian warga di sektor perikanan.

Panorama yang indah di Danau Jempang membuatnya menjadi salah satu destinasi wisata andalan dalam negeri. Ditambah kampung-kampung di sekitar danau menawarkan performa kekayaan adat dan tradisi Dayak Benuaq yang merupakan suku yang mengawali permukiman di kawasan tanjung danau. Tarian adat, keindahan lamin hingga hasil kerajinan tangan dari manik dan ulap doyo dapat menjadi kenangan bagi wisatawan yang berkunjung.[]

BPK Purworejo Gelar Musyawarah Kampung

TERING – Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Purworejo, Kecamatan Tering, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Sabtu malam (1/8/2018) menggelar Musyawarah Kampung (Muskam) yang menjadi prosesi awal dalam memulai perencanaan pembangunan tahunan. Acara dipimpin Muhammad Toha, selaku Ketua BPK.

Hadir pada acara tersebut petinggi, juru tulis, perangkat serta undangan yang berasal dari perwakilan lembaga kemasyarakatan kampung, seperti Rukun Tentangga, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Selain itu ada juga dari pendamping desa yang hadir selaku nara sumber.

Menurut Muhammad Toha, pelaksanaan Muskam terbilang terlambat karena kondisi harus menyesuaikan kondisi masyarakat yang sibuk dengan bertani, jika dipaksakan yang hadir cuma sedikit. “Ibu-ibunya tidak bisa hadir, karena dilaksanakan malam. Tapi kalau dilaksanakan siang, bapak-bapaknya yang tidak bisa hadir. Tapi usulan ibu-ibu sudah diwakilkan dan masuk perencanaan,” kata Toha, di sela acara yang dilaksanakan di Balai Pertemuan Kampung.

Sementara suasana Muskam tampak ‘hidup’, peserta berpartisipasi aktif dalam musyawarah. Salah satu dari sejumlah isu yang menarik dibahas adalah soal kewenangan kampung membangun parit dan memperbaiki jalan yang merupakan jalan provinsi.

“Bagaimana caranya agar kita diizinkan membangun parit dan memperbaiki jalan milik provinsi? Dari dulu diusulkan, tetapi tidak ada juga pembangunan parit dan perbaikan jalan. Sementara itu semua mendesak,” ungkap Asrin, perwakilan RT 4, sembari bertanya kepada nara sumber.

Sementara Andi Ivan, Tenaga Ahli Perencanaan Partisipatif (TA-PP) Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kabupaten Kutai Barat memberikan penjelasan, kampung tidak boleh melaksanakan pembangunan yang bukan kewenangannya. “Tetapi saya mendapatkan informasi bahwa usulan ini sudah masuk dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan, red) Kecamatan, nanti akan diteruskan sampai Musrenbang provinsi,” ungkap Ivan. []

Selada Organik Seikat Cuma Rp 2 Ribu

SENDAWAR – Santri di Pondok Pesantren Solat Alquran dan Sodeqoh (SAS) yang berada di Kelurahan Simpang Raya, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, diajarkan budidaya sayur seledri organik dengan media tanam hidroponik. Hasil panennya, selada yang biasanya menjadi sayuran ‘mewah’ ini dijual hanya seharga Rp 2 ribu sepongkol dengan berat rata-rata 300 gram.

“Santri yang membudidayakan selada organik, kami yang membina. Karena di sini kurang begitu laku, cuma dijual Rp 2 ribu seikat,” ujar Tuki, pengajar Ponpes SAS, Minggu (2/9/2018).

Menurutnya, permintaan pasar setempat untuk selada sangat minim, sehingga sayuran yang dibudidaya tidak terlalu banyak, hanya di rumah hidroponik berukuran 80 meter persegi. Itu pun hasilnya lumayan banyak, tidak sampai sebulan sudah bisa panen, hasilnya bisa mencapai 30 kilogram.

Budidaya sayur selada organik dengan media tanam hidroponik dapat mempercepat panen ketimbang ditanam langsung di tanah. Di kota-kota besar, sayur yang punya nama latin lactuca sativa ini menjadi menu pavorit kalangan atas karena memiliki banyak manfaat. Di antaranya untuk menjaga kesehatan jantung, merawat kulit, meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah komplikasi kehamilan, menjaga kesehatan mata dan menjegah tulang keropos. []
Reporter: Hadi Purnomo
Penulis lepas di Kutai Barat

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *