SURABAYA, Beritalima.com|
Aksi hadang truk demi konten khususnya yang dilakukan oleh remaja marak terjadi beberapa waktu yang lalu. Hal ini cukup meresahkan masyarakat mengingat tindakan yang dilakukan tersebut sangat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Wiwin Hendriani SPsi MSi membeberkan sejumlah alasan di balik aksi tersebut. Menurutnya, menghadang truk untuk sebuah konten media sosial adalah bagian dari persoalan perilaku remaja sebagai akibat dari proses belajar yang salah dalam menghadapi tren di media sosial.
Lebih lanjut, Ketua Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI) itu mengatakan bahwa remaja masih berada pada tahap perkembangan dan belum sepenuhnya matang. Sehingga, mereka masih berproses untuk mengenali dan membentuk identitas dirinya.
“Hal ini bermuara pada sikap dan perilaku remaja yang labil, mudah terbawa pengaruh sekitar, mudah terstimulasi oleh hal-hal yang menarik baginya, dan banyak didorong oleh kebutuhan memperoleh pengakuan orang lain,” terang Wiwin, Rabu (15/6/2022).
Peran Orang Tua dan Keluarga
Wiwin menjelaskan, hal pertama yang dapat dilakukan untuk mengatasi maraknya aksi hadang truk demi konten adalah orang tua dan keluarga fokus pada pendampingan pada remaja. Pendampingan oleh orang tua dan keluarga ini dapat diukur melalui dua pertanyaan yaitu:
Sudah cukupkah selama ini memberikan stimulasi perkembangan yang mampu menguatkan kontrol diri anak?
Sudah tepatkah langkah orang tua dan keluarga dalam membantu anak memahami dirinya dengan baik, mampu mengelola emosinya, dan memiliki wawasan serta keterampilan sosial yang memungkinkannya memilih perilaku yang tepat di tengah beragamnya pengaruh di sekitar?
“Pada banyak kasus dari anak dan remaja yang memunculkan problem perilaku, sering ditemukan data, (yang diakibatkan, Red) kurang baiknya relasi anak dengan orangtua,” sambungnya.
Bahkan, tidak jarang persoalan perilaku pada remaja timbul akibat adanya konflik atau ketidaknyamanan dalam keluarga. Akibatnya, remaja mengalihkan konflik itu dengan mencari kesenangan atau pengakuan di tempat lain.
Wiwin menjelaskan bahwa orangtua perlu menyadari bahwa mendampingi perkembangan remaja tidak dapat disamakan begitu saja dengan mengasuh anak-anak. Mengingat, setiap tahapan memiliki kekhasan karakteristik dan kebutuhan masing-masing. Untuk itu, orang tua perlu melakukan berbagai penyesuaian.
“Pendampingan yang mendukung perkembangan kemampuan berpikir remaja perlu dilakukan dengan memperbanyak ruang dialog dan diskusi, dengan meluaskan pula topik pembicaraan yang dapat memberikan stimulasi lebih dan memperkaya pengetahuan remaja dengan berbagai macam wawasan,” lanjunya.
Peran Lingkungan Sekitar
Selain orang tua dan keluarga, mengutip Teori Ekologi oleh Bronfenbrenner, Wiwin menegaskan bahwa sekolah yang di dalamnya terdapat guru dan teman sebaya adalah bagian dari mikrosistem tumbuh kembang individu yang perlu dioptimalkan peran-peran positifnya dalam tumbuh kembang remaja. (Yul)