Gubernur Jatim, Dr. H. Soekarwo mendorong para pemimpin dan pejabat daerah agar mengeluarkan kebijakan yang mengarah pada ekonomi inklusif, yakni pertumbuhan ekonomi yang memberikan kontribusi pada upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi angka disparitas di tiap wilayah di tengah krisis ekonomi yang tengah melanda saat ini. Hal ini disampaikannya saat memberikan ceramah tematik di depan peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat II di Badan Diklat Provinsi Jatim, Jalan Balongsari Surabaya, Rabu (21/09).
“Indonesia merupakan negara dengan tingkat disparitas ketiga di dunia, dimana 1% jumlah penduduk terkaya menguasai 50,3% dari total aset negara. Jangan membuat public policy yang justru memperlebar disparitas. Siapapun bupati, walikota, gubernur atau pejabat daerah harus mempertimbangkan public policy yang menolong rakyat miskin dan mencegah disparitas,” ujar Pakde Karwo, sapaan akrabnya.
Menurutnya, pembangunan inklusif ini mengisyaratkan Negara harus hadir untuk menolong yang miskin. “Pertumbuhan ekonomi yang bagus itu disertai pengurangan kemiskinan dan pengangguran. Yang miskin dibiayai. Mereka yang termarjinal harus dimasukkan ke dalam konsep ini. Inilah inti ekonomi pancasila, dengan basis koperasi dan UMKM,” ungkapnya.
Selain mendorong pelaksanaan ekonomi inklusif, ia juga mendorong pejabat daerah untuk melakukan skema pembiayaan pembangunan melalui loan agreement dengan suku bunga terjangkau. “Dengan loan agreement ini, sektor UMKM tumbuh dengan subur dan memberikan kontribusi luar biasa bagi perekonomian Jatim. Dimana kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 54,98% atau sebesar 1.1689,88 Triliun Rupiah. Selain itu, UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja hampir 98%” katanya.
Pakde Karwo juga mendorong pejabat daerah untuk mengembangkan industri primer di pedesaan. Contohnya dengan mendorong industri on farm, dimana hasil pertanian diolah menjadi suatu produk yang bisa dikonsumsi.
“Pemerintah harus membantu pengusaha kecil melalui APBD. Sedangkan, untuk pengusaha menengah dan besar, pemerintah harus memfasilitasi dengan cara menjamin kelangsungan investasi melalui kemudahan perijinan dan kepastian keamanan usaha. APBD fungsinya stimulus. Industri besar difasilitasi, sektor UMKM diberi stimulus dan segmen kecil melalui charity. Syaratnya eksekutif dan legislatif harus kompak,” ujarnya.
Ia menambahkan, peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi ada empat hal. Pertama, distribusi, yakni melalui kebijakan pemerataan sumber daya. Kedua, alokasi yakni melalui kebijakan alokasi sumber daya penyediaan barang dan jasa publik. Ketiga, stabilisasi, yakni intervensi fiskal untuk makro ekonomi melalui pengendalian inflasi dan yang terakhir regulasi, yakni perlindungan untuk produsen dan konsumen.
Lebih lanjut menurutnya, salah satu yang harus dilakukan untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia adalah pendidikan vokasional dan kesehatan. Pendidikan vokasional ini didorong agar tercipta SDM yang siap kerja. Pemprov Jatim merubah komposisi perbandingan antara SMA : SMK dari 30 : 70 menjadi 70 : 30. Tujuannya adalah menciptakan SDM yang memiliki keteramplan khusus sehingga bisa langsung masuk dunia kerja.. Selanjutnya, kesehatan menjadi faktor penting dalam mempengaruhi kemampuan seseorang. Upaya memperhatikan kesehatan yakni dengan memberikan gizi yang baik sejak balita.
Pakde Karwo menjelaskan konsisi ekonomi makro Jatim, sampai dengan semester I tahun 2016, tumbuh 5,55% persen diatas nasional yang hanya mencapai 5,04 %. PDRB Jatim s/d semester I 2016 tercatat, Rp. 903.01 trilliun, ini berkontribusi 14,98 persen terhadap PDB Nasional sebesar Rp. 6.028,60 Trilliun.
Di bidang investasi, sampai dengan semester I, didominasi oleh investasi PMDN baik fasilitas maupun non fasilitas yang nilainya mencapai Rp. 58.98 trilliun. Sedangkan, untuk investasi PMA realisasi sampai dengan semester I, tercatat Rp. 12,64 trilliun. “Secara khusus, investasi PMA dari ijin prinsip tahun 2010-2015 belum terealisasi sebesar Rp. 273 trilliun. Hal ini sangat penting untuk diketahui penyebabnya,” ungkap Soekarwo.
Diprediksikan, pertumbuhan ekonomi Jatim sampai dengan akhir 2016 dapat tumbuh sekitar 5.7 persen. Jumlah ini disebabkan adanya kebijakan tax amnesti, apresiasi nilai tukar rupiah dan kebijakan pelonggaran sektor moneter serta penurunan suku bunga menjadi single digit.
Di akhir, ia berpesan pada peserta Diklat Pim II yang berasal dari berbagai daerah untuk terus melakukan inovasi di daerahnya masing-masing, terlebih inovasi tersebut mampu bermanfaat kepada masyarakat luas. “Tidak sembarang inovasi. Tapi muaranya pada inovasi yang menguntungkan masyarakat dalam hal ini peningkatan pendapatan masyarakat, terlebih di era krisis seperti sekarang ini,” tutupnya. (&&).