YOGYAKARTA, beritalimacom – Pembangunan seni dan budaya di Jatim menjadi fokus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019. Pembangunan seni dan budaya ditujukan untuk memperkuat jati diri masyarakat seperti solidaritas sosial, rasa kekeluargaan, semangat gotong royong, penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa daerah.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo saat Pembukaan Kongres Bahasa Jawa VI 2016 di Borobudur Ballroom Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Selasa (8/11) malam.
Ia mengatakan, melalui pengembangan seni dan budaya daerah diharapkan dapat mempertahankan dan mengembangkan potensi kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat. “Pembangunan seni dan budaya pada dasarnya ditujukan untuk melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya daerah, serta mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerah di tengah-tengah semakin derasnya arus informasi dan pengaruh negatif budaya global,” ujar Pakde Karwo sapaan lekat Gubernur Jatim.
Dijelaskan, Pemprov Jatim memberikan perhatian khusus untuk pelestarian bahasa dan budaya Jawa sebagai identitas lokal Jatim. Pemprov Jatim telah berkomitmen untuk terus meningkatkan penyediaan ruang bagi tumbuh berkembangnya seni dan budaya seperti fasilitas kesenian dan sanggar seni budaya bagi masyarakat. Di dalamnya teradapat pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa dan sastra daerah sebagai kekayaan sekaligus identitas lokal.
Lebih lanjut disampaikannya, Bahasa dan Sastra Jawa juga menjadi penanda keberadaan masyarakat Jatim, identitas dan jati diri ke-Jawa Timur-an, dan sarana komunikasi paling diterima di kalangan masyarakat Jatim.
Menurut Pakde Karwo, Kultur Jawa memiliki sifat akomodatif terhadap nilai-nilai baru dan tidak luntur dengan gempuran nilai-nilai baru yang masuk. Hal tersebut menjadikan masyarakat dengan kultur Jawa memiliki perilaku yang harmonis. “Kultur itu yang meredam berbagai perbedaan. Kultur Jawa lebih akomodatif terhadap berbagai nilai baru menjadi perilaku yang harmoni,” imbuhnya.
Kebijakan Provinsi Jatim, lanjutnya, sejalan dengan amanat UUD 1945, UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, PP No. 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.
Dalam tataran implementatif, beberapa hal telah dilaksanakan oleh Pemprov Jatim seperti penganugerahan penghargaan kepada Pembina, pengembang, dan pekerja Bahasa dan Sastra Jawa atas prestasi dan jasanya, penerjemahan dan pengubahan Karya Sastra Berbahasa asing, Indonesia, dan Bahasa Nusantara yang lain ke dalam Bahasa Jawa;
Selain itu, jelasnya, Pemprov Jatim telah menunjukkan keberpihakan, kepedulian dan peran yang sangat jelas dan kuat dengan ditetapkannya Pergub No. 19 Tahun 2014 tentang Mata Pelajaran Bahasa Daerah sebagai Muatan Lokal Wajib di sekolah / madrasah. “Muatan lokal sebagai wahana untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan etika, estetika, moral, spiritual dan karakter yang dalam pelaksanaannya baik mulai dari siswa SD atau Madrasah Ibtidaiyah hingga SMA dan Madrasah Aliyah di Jawa Timur,” tutur Pakde Karwo.
Pemprov Jatim dan kabupaten/kota di Jatim juga sudah berhasil menyusun dan memberlakukan kurikulum tahun 2013 untuk mata pelajaran Bahasa Jawa, yang telah didukung perangkat kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Jawa dan buku pelajaran Bahasa Jawa. “Tahun 2013 di kurikulum, muatan lokal bahasa daerah kita masuk menjadi bagian penting dalam pendidikan mulai tingkat SD hingga SMA/SMK,” imbuhnya.
Sementara itu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan HB X, Bahasa dan Sastra Jawa menyimpan pengetahuan yang luhur. Untuk melestarikan budaya, aksara, dan bahasa Jawa secara optimal, menurut dia, diperlukan keseriusan yang diimplementasikan ke dalam perilaku mulai dari olah cipta, olah rasa, dan karya.
“Kongres ini menjadi bukti bahwa aksara, bahasa, dan budaya Jawa masih mendapatkan perhatian yang besar dari berbagai pihak,” kata dia yang juga Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ia berharap agar Kongres Bahasa Jawa VI ini bisa menjadi sarana meneguhkan niat dan tekad untuk melestarikan kebudayaan Jawa sebagai salah satu budaya nasional. “Semoga Kongres lima tahunan ini betul-betul memberi manfaat, berlandaskan niatan Sawiji Greget Sengguh Ora Mingkuh semoga dapat menghasilkan keputusan yang penting untuk pelestarian Bahasa Jawa,” ujarnya.
Kongres Bahasa Jawa adalah kegiatan rutin lima tahunan yang membahas mengenai Bahasa dan Budaya Jawa yang diselenggarakan oleh pemerintah tiga provinsi di Pulau Jawa secara bergantian yakni Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Untuk pelaksanaan kali ini berlangsung pada 8-12 November 2016 dengan tema “Bahasa Jawa Triwikrama – Pengoptimalan Peran Bahasa dan Sastra Jawa di Kabupaten dan Kota Berakarkan Budaya Jawa untuk Memperkuat Kebudayaan Nasional.
Peresmian Kongres ditandai dengan pemukulan Bende dilanjutkan dengan Penandatanganan Sampul Peringatan Hari Pertama Perangko Prisma Kongres Bahasa Jawa oleh Sultan HB X dan Gubernur Jatim Pakde Karwo didampingi Kepala Cabang PT Pos Indonesia DIY Dodik Budiantono.
Acara yang juga akan dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi itu diikuti sekitar 500 peserta yang terdiri atas praktisi budaya Jawa, Birokrat, Akademisi dan masyarakat pencinta Budaya Jawa serta undangan khusus baik dari dalam maupun luar negeri. (**)