Pangi: Santri dan Pengasuh Ponpes Hanya Jadi Komoditas Polit

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Jumlah suara santri yang sudah mempunyai hak pilih cukup besar. Karena itu, wajar kalau dalam setiap pemilihan umum baik bupati, walikota, gubernur, presiden maupun legislatif para kandiday selalu berusaha untuk merebut suara dari kalangan pesantren.

Hal tersebut diakui Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago dalam keterangan tertulisnya melalui WhatssApp (WA) kepada Beritalima.com, Senin (22/10).

Karena jumlah suara dari kalangan Pondok Pesantren (Ponpes) itu cukup banyak, kata Pangi, secara proporsi tentu saja dapat mempengaruhi peta politik baik itu untuk ukuran daerah maupun nasional.

Hanya saja, selama ini suara dari kalangan Ponpes baik itu santri maupun para pengasuhnya hanya dijadikan sebagai komoditas politik semata oleh para elite karena suara mereka dimanfaatkan serta dipakai untuk kepentingan kendaraan politik semata.

Pengajar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah serta Universitas Al Azhar Jakarta ini menilai, dengan jumlah proporsi yang besar itu, sangat wajar ketika momentum Pemilu, para kontestan pemilu ini ramai-ramai memperebutkan suara dari kalangan santri.

“Dalam setiap hajatan pemilu suara kalangan santri selalu menjadi rebutan, mulai dari kontestasi tingkat lokal sampai pada level nasional. Wajar karena ceruk segmen suara santri ini cukup besar dan bisa mendongkrak elektabilitas,” jelas laki-laki kelahiran Buluh Rotan, Sijunjung, 20 Januari 1986 tersebut.

Menurut Pangi, para politisi sangat paham akan keberadaan kaum santri yang secara proporsi sangat besar dan akan sangat mempengaruhi peta politik.
Karena itu sangat wajar dukungan dari segmen ini memberi kontribusi besar dan nyata terhadap tingkat keterpilihan dalam setiap hajatan konstestasi elektoral.

Dijelaskan Pangi, secara kultural para santri sangat manut. Artinya, mereka itu taat dan patuh kepada titah para kiai yang meraka anggap sebagai pemimpin dan guru mereka. “Dengan demikian, suara santri ada di tangan kiai.”

Untuk mendapatkan dukungan politik dari kalangan santri, kata Pango, para politisi harus melakukan pendekatan yang intens pada para kiai sebagai pemegang otoritas di wilayah pesantren.

Namun, para politisi saat ini harus memutar otak dan harus lebih sensitif, karena para kiai juga sudah sangat berpangalaman serta lihai dalam menghadapi situasi politik yang menempatkan mereka dalam pusaran perebutan dukungan.

“Sambutan dan keramahtamahan para kiyai dan santri ketika datang untuk berkunjung ke pesantren bukan lah berarti mereka telah memberikan dukungan politik gratis,” jelas lulusan S2 Universitas Indonesia ini.

Terkait fragmentasi kiai dan pesantren, jelas pengamat ini, sebaran dan jumlah pesantren di seluruh Indonesia terutama di pulau Jawa menjadikan kiai bersifat otonom dalam membina, mengurus pesantren masing-masing. Bahkan otonom itu juga berlaku dalam urusan politik.

Tidak ada alur komando dan intruksi yang membuat para kiyai hanya mengikuti arus dukungan terhadap kandidat tetentu bahkan yang tergabung dalam satu organisasi sakali pun.

“Situasi ini tentu membuka ruang kepada masing-masing kubu pendukung capres-cawapres 2019 untuk melakukan pendekatan yang lebih intensif karena peluang untuk mendapatkan dukungan dari kalangan santri masih terbuka lebar,” demikian Pangi Syarwi Chaniago. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *