JAKARTA, Beritalima.com– Virus Corona (Covid-19) yang awalnya melanda Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, Desember lalu, begitu cepat menjalar. Tanpa mengenal batas negara, wilayah bahkan samudera, virus mematikan ini menyerang manusia.
Besar, kecil, tua muda, kaya, miskin, pemimpin, rakyat jelata, semua bisa saja diserang wabah yang awalnya ditularkan kalelawar itu. Saat ini sudah lebih dari 180 negara di kelima benua dimasuki virus Corona, termasuk Indonesia.
Memang hantaman wabah Corona begitu dahsyat dirasakan masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Ya, Jawa adalah pulau terpadat di Indonesia. Lebih 150 juta dari sekitar 270 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal dan beraktifitas di pulau ini. Pulau Jawa adalah sentra ekonomi Indonesia.
Wabah Covid-19 sudah menjalar ke seluruh kabupaten/kota yang ada di enam Provinsi di Pulau Jawa. Yang terparah tentu saja Jakarta sebagai kota dengan jumlah penduduk dan aktifitas terpadat di Indonesia. Selain itu, sudah hampir semua Kabupaten/Kota memiliki zona merah.
Memang dahsyatnya hantaman Corona ini telah meluluh lantakan tidak hanya kehidupan sosial masyarakat Indonesia tetapi juga perekonomian nasional. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang selama ini sebagai penopang utama perekonomian ketika terjadi krisis termasuk 1998 dan 2008, juga tidak berdaya akibat hantaman wabah Corona.
Lumpuhnya kehidupan sosial masyarakat menyebabkan ekonomi merosot tajam sehingga tutupnya sejumlah perusahaan dan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VI DPR RI yang membidangi Industri dan Perdagangan, Amin Ak membenarkan porak porandanya perekonomian Indonesia akibat hantaman wabah Covid-19
“Wabah Corona memang telah menggoncangkan ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini ekonomi yang begitu berat, saya meminta agar pemerintah melakukan kebijakan yang pro rakyat. Artinya, dalam kondisi berat seperti sekarang, Pemerintah harus hadir di tengah- tengah masyarakat untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia dengan kebijakan-kebijakan pro kepada rakyat,” kata Amin kepada Indonesia.com, Kamis (9/4).
Pada pekan keempat sejak Kebijakan Pembatasan Sosial diberlakukan, Gelombang PHK terus bermunculan. Bahkan Bank Indonesia telah merevisi pertumbuhan ekonomi dari 5,0- 5.4 menjadi 4,2- 4,6 persen, diturunkan satu persen.
Data organisasi buruh dunia atau International Labour Organization (ILO) menyebutkan, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi bakal menyerap 350.000-400.000 tenaga kerja. Artinya, saat ada perlambatan pertumbuhan ekonomi satu persen, Indonesia bakal kehilangan kesempatan tenaga kerja 350.000- 400.000 orang. (Itu sama dengan jumlah perkiraan PHK yang saat ini sedang terjadi).
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2019 tercatat 5,28 persen atau mencapai 7,05 juta orang. Angka naik secara jumlah dibandingkan Agustus 2018 yang 7 juta orang atau turun secara persentase 5,34 persen.
Tanpa wabah Corona, pengangguran bertambah secara absolut. Padahal sepanjang Agustus 2018 – Agustus 2019. Pertumbuhan Ekonomi meningkat, meski laju pertumbuhannya melambat. “Ini menunjukan ada yang salah dalam tata kelola ketenagakerjaan dan pembukaan lapangan kerja untuk rakyat domestik,” kata wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Timur ini.
Ya, sejak 2016, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) meningkat 5-10 persen per tahun. Dua tahun lalu peningkatan TKA tertinggi, 10,8 persen atau dari 85.974 menjadi 95.335 orang. Data Kemenaker 2019, TKA terbanyak berasal dari China 33,7 persen. Ironis memang, lapangan kerja untuk TKA terus dibuka. Pada saat yang sama, PHK massal terus terjadi.
Akibat wabah Corona, Data Disnakertrans DKI Jakarta, sedikitnya 16.065 pekerja di PHK, 72.770 dirumahkan. Data Gugus Sosial Ekonomi Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur tercatat ada 814 karyawan di PHK. Di Jawa Tengah, data Apindo 40 pabrik Industri dan perusahaan stop produksi. Karyawan di PHK dan dirumahkan.
Amin menilai, industri manufaktur menjadi korban pertama wabah Corona di tanah air. Karena itu, pabrik garmen, tekstil, otomotif, elektronik terpaksa mengencangkan ikat pinggang. Harusnya menjelang Ramadhan, Industri manufaktur menggenjot produksi. Namun, kenyataannya justru buruh libur bergantian, tidak ada lembur bahkan sebagian dirumahkan dan di PHK.
Padahal Industri manufaktur adalah penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun lalu sektor ini mampu menyumbang 19,62 persen PDB Indonesia. Menurunnya performa Industri manufaktur berdampak signifika terhadap Pertumbuhan Ekonomi karena menurunkan lapangan kerja. “Kondisi Industri seperti ini diperkirakan akan terjadi dalam waktu yang lama karena tidak satu pihak juga yang dapat memprediksi kapan wabah ini akan berakhir,” jelas Amin.
Perusahaan/industri atau bisnis apapun harus memiliki agility (kelenturan) produk dan berbag ai varian barang produksi dan jasa. Misalnya mengubah line productionnya dari garmen pakaian/T-Shirt menjadi produksi APD dan masker. Dari Industri produksi mesin industri menjadi pengadaan alat ventilator, industri kimia yang memproduksi handsanitizer, vitamin dan lain-lain.
Menurut Amin, sektor industri bisa didorong untuk memproduksi kebutuhan tersebut, sehingga harga di masyarakat jauh lebih murah. Namun, untuk itu Pemerintah perlu memberikan insentif fiskal, kemudahan perizinan serta anggaran untuk percepatan produksi alat dan kebutuhan. “Karena itu, Pemerintah harus memberi instrumen fiskal tepat sasaran, tepat jumlah (anggarannya). Pilihan instrumennya adalah Pembebasan bea impor bahan baku bagi industri, insentif pajak dan subsidi harga khusus produksi UMKM,” papar Amin Ak. (akhir)