Pelaku Penganiayaan di Poltekpel Dituntut 7 Tahun Penjara

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Alpard Jeles Poyono, terdakwa kasus meninggalnya RFA dalam Diklatsar Taruna Politeknik Pelayaran Surabaya dituntut hukuman 7 tahun kurungan penjara.

Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Herlambang Ahdi Nugroho dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

“Mengatakan Alpard Jeles Poyono terbukti bersalah sesuai dakwaan kedua JPU Pasal 351 ayat (3) KUHP. Menuntut dengan pidana penjara selama 7 tahun,” katanya di ruang Sidang Tirta 2 PN Surabaya. Kamis (13/7/2023).

Menyikapi tuntutan Itu, tim kuasa hukum Alpard berencana mengajukan pembelaan secara tertulis pada persidangan selanjutnya tanggal 25 Juli 2023.

Dalam dakwaan yang dibacakan bahwa hari Minggu 5 Pebruari 2023 pukul 19.30 WiB di kamar mandi Politeknik Pelayaran Gunung Anyar, Surabaya melakukan tindak pidana pengeroyokan yang direncanakan terlebih dahulu yang menyebabkan kematian.

Caranya, korban RFA dipukuli dibagian perutnya oleh terdakwa Alpard Jales Poyono dengan menggunakan tangan kanan. Hal itu membuat korban tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak

Usai memukul, terdakwa Alpard Jales Poyono bertanya kepada korban ‘ada yang sakit ta,? Kalau saki tak lihate” dan dijawab oleh korban ‘tidak senior’ lalu terdakwa Alpard Jales Poyono melayangkan pukulan kedua menggunakan tangan kanannya pada bagian perut atas.

Akibat pemukulan tersebut membuat korban tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak sehingga pelipis korban di bagian kanan terbentur tembok dan pipa.

Berdasarkan visum et repertum tanggal 7 Pebruari 2023, ditemukan luka memar pada leher kiri dan dada. Luka lecet pada pipi kanan dan dada, luka robek pada selaput bibir bawah kiri yang diakibatkan kekerasan benda tumpul terhadap dari korban RFA.

“Pergelangan kanan dan kiri tampak kebiru-biruan. Kekerasan dengan tumpul tersebut mengakibatkan tekanan pada lambung korban,’ kata jaksa Herlambang saat membacakan surat dakwaannya di rumah ruang sidang Tirta 2 Pengadilan Negeri Surabaya.

Usai mendengarkan dakwaan Jaksa, Tim kuasa hukum terdakwa Alpard Jales Poyono tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan dari Jaksa Penuntu Kejari Tanjung Perak.

Sebaliknya, terdakwa Alpard Jales Poyono melalui salah satu tim penasehat hukumnya Ari Mukti malah mengajukkan permohonan penangguhan penahanan.

Sementara ayah korban, Muhammad Yani berharap putusan yang seadil-adinya pada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini.

Hal senada juga ditegaskan oleh tim kuasa korban RFA. Yakni Mohammad Rendy Hizbullah. Kepada awak media Rendy mengatakan, nyawa tidak mungkin dapat dikembalikan,

“Nyawa tidak mungkin kembali, jadi kita minta yang seadil-adilnya. Hukum juga harus ada untuk terdakwa dua yakni Daffa yang akan menjalani sidang perdana pada hari kamis nanti,” tegas pengacara Rendy didampingi pengacara Dwi Noviandi.

Terpisah Jaksa Kejari Tanjung Perak Herlambang Adhi Nugroho menyebut tuntutan maksimal diberikan kepada terdakwa Alpard Jeles dengan berbagai pertimbangkan, antara lain, perbuatan yang dilajukan oleh terdakwa menyebabkan RFA meninggal dunia.

“Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan dilajukan di kampus Poltekpel SURABAYA,” sebutnya selesai persidangan. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait