Pelanggaran Money Politic TSM Dalam Pemilu

  • Whatsapp

Oleh : JAMIL, S.H., M.H.
(Anggota Komisoner Panwaslu Kabupaten Sidoarjo)

Maraknya money politic yang terjadi disetiap event pemilihan menjadi perhatian serius bagi para legislator pusat. Terhadap pelanggaran money politic tersebut diancam dengan dua sanksi sekaligus yaitu ancaman sanksi administratif berupa pembatalan sebagai pasangan calon dan sanksi pidana.

Pemberian sanksi administrasi terhadap tindak pidana ini, sependek pengetahuan penulis merupakan satu-satunya sistem sanksi yang ada dalam peraturan perundang-undangan, karena yang jamak diketahui dan terdapat dalam peraturan perundang-undangan kita adalah pelanggaran yang bersifat administratif diancam dengan sanksi pidana yang dikenal dengan hukum pidana administrasi (administratif penal law), sedangkan yang terjadi dalam konstruksi sistem sanksi dalam pelanggaran pidana pemilu ini adalah sebaliknya, yaitu pelanggaran yang bersifat pidana diancam dengan sanksi adminsitratif kendatipun juga tidak menghilangkan sanksi pidananya.

Ketentuan sanksi administratif dan pidana bagi calon pelaku pelanggaran berupa money politik diatur dalam Pasal 73 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU Pilkada) dan Pasal 286 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu (selanjutnya disebut UU Pemilu).
Pelanggaran berupa Money Politic yang diancam dengan sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon adalah pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif. Dalam penjelasannya, pengertian terstrutur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama. Yang dimaksud dengan “sistematis” adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi.

Sedangkan Yang dimaksud dengan “masif” adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil Pemilihan bukan hanya sebagian-sebagian.
Dalam Pasal 73 ayat (2), Penjatuhan sanksi pembatalan sebagai pasangan calon diputusakan oleh KPU berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi “Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.”
Mencermati ketentuan pasal 73 ayat (2)UU Pilkada diatas, dapat disimpulkan bahwa putusan bawaslu atas pembatalan pasangan calon tidak bersifat binding (langsung mengikat) tetapi bersifat vernietigbaar atau putusan KPU atas penetapan pasangan calon tetap berlaku selama belum ada pembatalan putusan oleh KPU. Sedangkan dalam pemilu (pileg, DPD dan pilpres) bentuknya berupa rekomendasi yang dikeluarkan bawaslu provinsi atau bawaslu kabupaten/kota bukan putusan
Atas putusan KPU yang membatalkan pasangan calon dapat dilakukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). (Pasal 135A ayat (6) UU Pilkada Jo. Pasal 463 ayat (5) UU Pemilu).

Terdapat pertanyaan hukum atas upaya hukum yang tersedia atas pelanggaran money politic TSM ini, yaitu kenapa upaya hukum atas pembatalan pasangan calon tidak diajukan ke pengadilan tata usaha Negara dan apakah yang menjadi objek gugatan atas pembatalan pasangan calon tersebut ?
Dalam Pasal 1 undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjtnya disebut UU. PTUN) yang dimaksud dengan “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berda sarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Ketentuan pasal di atas, menentukan bahwa yang menjadi objek sengketa TUN adalah keputusan yang dikeluarkan pejabat tata usaha negara (keputusan tata usaha negara/K.TUN). sedangkan yang dimaksud dengan keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (pasal 1 ayat (3) UU PTUN)
Bila yang menjadi objek sengketa dalam money politik TSM ini adalah putusan yang dikeluarkan KPU maka pengadilan tata usaha negara juga memiliki kompetensi untuk mengadili sengketa pemilu money politik ini dikarenakan yang menjadi objek sengketa adalah keputusan dikelurakan oleh pejabat TUN (KPU), bersifat konkret, individual,, final dan menimbulkan akibat hukum.

Namun demikian, kesimpulan diatas dapat gugur bila membaca pasal 2 UU PTUN yang mengecualikan putusan-putusan TUN yang tidak dapat menjadi objek sengketa TUN yaitu :
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KitabUndang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaanbadan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
7. Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.

Dalam point 4 dikatakan secara tegas bahwa keputusan tata usahan negara yang diatur dalam perundang-undangan yang bersifat hukum pidana tidak dapat menjadi objek sengketa dipengadilan Tata Usahan Negara, sedangkan putusan pembatalan pasangan calon yang dikeluarkan KPU merupakan putusan atas pelanggaran tindak pidana money politic yang dilakukan secara TSM.

Alasan ini pun sebenarnya juga tidak terlalu kuat karena yang dimaksud dalam Pasal 2 UU PTUN tersebut, adalah putusan PTUN atas perbuatan yang tidak menyediakan sanksi ganda (administratif dan pidana) sehingga gugurnya kompentensi pengadilan tata usaha negara atas tindakan pelanggaran tersebut karena sudah menjadi kompentensi dari kepolisian, kejaksaan dan pengadilan umum sebagai criminal justice system.

Dalam Pasal 14 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Terkait Larangan Memberikan Dan/Atau Menjanjikan Uang Atau Materi Lainnya Yang Dilakukan Secara Terstruktur, Sistematis, Dan Masif Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota dikatakan bahwa yang menjadi Objek Pelanggaran TSM adalah perbuatan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Perbawaslu diatas nampaknya ingin menjawab problematika hukum diatas, bahwa yang menjadi objek sengketa money politic TSM itu bukan keputusan tata usaha negara (K.TUN) tetapi perbuatan menjajikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk yang dapat mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.

Dengan demikian, dikeluarkannya surat putusan pembatalan pasangan calon oleh KPU hanyalah berfungsi sebagai syarat administratif saja dan tidak menjadi objek gugatan. Atas logika tersebut, pembatalan sebagai pasangan calon bukan lagi kompetensi absolut pengadilan TUN tetapi menjadi kompetensi absolut Mahkamah Agung..
Logika lain yang dapat digunakan terkait dengan sengkarut hukum Pelanggaran money politik TSM adalah bahwa kasus money politic TSM merupakan kasus khusus yang diatur secara khusus pula dalam perundang-undangan kepemiluan sehingga tidak dapat dianalogikan dengan konsep hukum diluar hukum pemilu. Berkaitan dengan hal ini, tentu penyelenggara pemilu khususnya Bawaslu RI harus dapat mensosialisakan kepada segenap penegak hukum khususnya peradilan tata usaha negara yang tersebar di daerah agar bisa satu pemahaman (perception). dengan demikian konsep sistem penanganan pelanggaran money politic tidak dirusak oleh yurisprudensi yang dikeluarkan oleh pengadilan yang kurang up date atau kurang memahami terhadap konsep hukum pemilu.

Penulis Adalah Komisioner Panwaslu Sidoarjo dan Dosen Hukum FH Ubhara Surabaya

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *