NGAWI, beritalima.com- Kasus pelecehan seksual yang menimpa DW, wartawati sebuah koran harian terkemuka di Ngawi, Jawa Timur, oleh redakturnya (kini mantan), memicu reaksi anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PMII dengan menggelar unjuk rasa ke sejumlah lembaga pemerintahan di Kabupaten Ngawi, Selasa 13 September 2013.
Pelecehan Wartawati, PMII Minta Pemkab Ngawi Buat Perda Perlindungan Perempuan
Dalam aksi massa yang juga dilatarbelakangi banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di Ngawi, mereka menuntut Pemkab Ngawi dan DPRD setempat membuat Perda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.
“Kami menuntut adanya Perda Perlindungan Perempuan dan Anak untuk memperkuat sistem perlindungan perempauan dan anak di daerah ini. Di Ngawi ada beberapa kasus yang mencuat tapi hak-hak korban tidak terpenuhi secara baik,” kata Korlap Aksi PMII, Erna Tri Utami, dalam orasinya.
Menurutnya lagi, selain tuntutan ini, PMII dan jaringan pekerja perempuan di Ngawi juga meminta agar Pengadilan Negeri Ngawi bisa bersikap netral dalam seluruh persidangan yang menyangkut perempuan. Termasuk dalam kasus pelecehan seksual dengan terdakwa DIP terhadap korbannya DW.
“Kami minta Pengadilan, netral. Jangan sampai ada yang disalahi. Harus berpijak pada fakta yang ada. Korban jelas merasa terzalimi oleh terdakwa sehingga di sini dia mencari keadilan,” lanjutnya.
Setelah melakukan orasi, PMII Ngawi, PMII Tuban dan sejumlah elemen pergerakan menggelar unjuk rasa dan long march di sejumlah titik. Mulai dari halaman Kejaksaan Negeri Ngawi, Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Ngawi, halaman kantor DPRD Kabupaten Ngawi dan terakhir di halaman Pengadilan Negeri Ngawi.
Dalam aksinya, aktivis PMII membeber sejumlah poster di antaranya bertuliskan ‘jaksa dan pengadilan harus bersikap netral terhadap kasus D; stop kekerasan terhadap perempuan; dan jangan hanya suka kepada perempuan, perhatikan nasibnya’. Selain poster, para aktivis juga mengusung sebuah keranda mayat yang mereka sebut sebagai simbol matinya sistem pemerintahan di Kabupaten Ngawi.
Sementara itu, dalam sidang lanjutan kasus pelecehan seksual dengan terdakwa DIP dengan korban DW, persidangan tetap digelar secara tertutup. Agendanya adalah menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa.
“Sidang kasus masih berjalan sesuai prosedur. Minggu depan sidang lagi dengan agenda tuntutan. Kondisi korban secara psikologis cukup sehat. Kita akan terus dampingi proses hukumnya,” ungkap salah satu anggota tim advokasi DW, Palupi Puspo Rini. (Dibyo)