JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan&Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto angkat bicara terkait kisruh dalam pembangunan pipa transmisi gas ruas Cirebon-Semarang (Cisem).
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Pembangunan dan Industri itu menilai, harusnya Kementerian ESDM dan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas bisa bekerjasama dan berkordinasi dalam melaksanakan proyek strategis tersebut, bukan saling gunting keputusan.
“Sebagai wakil rakyat, malu kita melihatnya. Sesama lembaga Pemerintah, terkesan saling rebutan proyek dan kewenangan. Padahal masing-masing lembaga sudah diatur tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) berbasis UU,” ujar Mulyanto dalam keterangan pers, Minggu (25/4).
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini menambahkan, hal tersebut mencerminkan lemahnya koordinasi antara Kementerian ESDM dengan BPH Migas. Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak solid dengan manajemen koordinasi amatiran.
Karena itu, Mulyanto meminta setiap lembaga menjalankan tugas serta fungsi masing-masing dengan baik. Menteri Koordinator seharusnya menengahi terkait harmonisasi dan koordinasi antar kementerian. Ada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kalau berbagai lelang yang diadakan dianggap keluar atau melanggar aturan.
“Di tengah pandemi seperti sekarang, Pemerintah jangan memberikan contoh buruk manajemen Negara kepada masyarakat. Prinsip good and clean governance jangan sekedar dijadikan jargon yang digadang-gadang, tetapi tidak diterapkan lembaga-lembaga Pemerintah.
Manajemen pemerintahan yang amburadul seperti ini hanya menjadi beban Presiden Jokowi. “Kasihan Presiden Jokowi, karena para pembantunya ribut rebutan proyek, apalagi di tengah pandemi yang belum reda,” papar Mulyanto.
Sebelumnya Mulyanto merasakan ada keanehan kepada Pemerintah Cq. Menteri ESDM yang menerbitkan surat No. T-133/MG.04/MEM.M/2021 tertanggal 1 April 2021 kepada Kepala BPH Migas tentang Pembangunan Pipa Transmisi Gas Bumi Ruas Cisem.
Pasalnya, dalam surat itu Pemerintah menganulir keputusan Komite BPH Migas tanggal 1 Maret 2021. Karena melalui surat itu, Pemerintah akan membiayai Proyek Strategis Nasional (PSN) transmisi gas ruas Cisem ini melalui dana APBN, dengan dalih pada saat pelelangan proyek dilakukan belum ada Perpres No: 79/2019 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur.
Selain alasannya tidak tepat, juga tidak pas Pemerintah mengambil alih proyek yang dibiayai partisipasi masyarakat menjadi beban APBN. Apalagi di tengah defisit keuangan dan utang Pemerintah yang menggunung di tengah pandemi Covid-19.
“Sekarang, pihak Kementerian ESDM kembali menolak proyek itu dengan mengajukan alasan, proses penetapan pemenang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Padahal hal-hal seperti itu wilayah kewenangannya BPKP atau KPK bukan tupoksi Kementerian ESDM,” imbuh Mulyanto.
Mulyanto mendesak Pemerintahan Jokowi agar lebih solid membangun tim dan mengelola Pemerintahan, agar berbagai proyek strategis nasional dapat berjalan secara efektif, efisien agar segera membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Jangan sampai terkesan lembaga pemerintah yang ada justru ribut, adu kewenangan dan sekedar rebutan proyek.
Pembangunan transmisi gas ruas Cisem harusnya sudah dimulai 7 Februari 2020 oleh pemenang lelang proyek saat itu PT Rekayasa Industri (Rekind). Namun, Rekind mundur 2 Oktober 2020. Pada 5 November 2020, Komite BPH Migas melakukan rapat dan mengeluarkan 3 rekomendasi sebagai alternatif solusi.
Pertama, mengalihkan status pemenang lelang kepada peserta lain berdasarkan urutan pemenang lelang. Kedua melakukan lelang ulang. Dan ketiga memberikan rekomendasi kepada Pemerintah untuk melakukan penunjukan pelaksana proyek.
Berdasarkan rapat komite, diputuskan opsi kedua yaitu mengalihkan status pemenang lelang kepada peserta pemenang lelang urutan kedua. Hal ini disampaikan Dalam RDP Komisi VII DPR RI dengan BPH Migas. (akhir)