JAKARTA, – Diskusi Publik Membahas Kerjasama dan Pendidikan Antar Negara Earbay Channel dan Info Papua Selatan (IPS) melaksanakan kegiatan Diskusi Publik tentang “Pembangunan Kawasan Di Ujung Pasifik Indonesia
Papua New Guinea (PNG)” yang dilansungkan melalui Aplikasi Zoom pada Rabu (28/06/2023).
Hadir dalam kegiatan tersebut selaku pembicara, Theo Litaay yang menjabat Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI, Yohana Yembise Menteri Pemberdayaan Perempuan 2014 – 2019, Bambang Shergi Laksmono Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Universitas Indonesia sekaligus Pendiri Papua Center, Melyana Ratana Pugu Kepala Departemen RI Universitas Cenderawasih, Didik Wisnu Widjajanto, Atase Pendidikan Port Moresby 2011 – 2014, Yoseph Yanawo Yolmen, Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) perwakilan Papua Selatan dan dimoderatori oleh Ari S. Widodo Ph.D, Director of Undergraduate E-Learning Program LPSR.
Dalam kegiatan tersebut, Theo Litaay menyoroti tentang pentingnya kerjasama antara kedua negara dalam membangun kesejahteraan bersama. Ia menyampaikan Diskusi ini menjadi penting untuk mematangkan kerjasama
terkhususnya di bidang pendidikan, dengan tujuan memperkaya perspektif pengambilan kebijakan baik di Papua Nugini maupun di Indonesia. Theo Litaay, kembali menekankan pentingnya memperkuat kerjasama antara Indonesia dan Papua Nugini, dalam membangun kesejahteraan bersama. Ia menyoroti peran Universitas Indonesia, Universitas Cenderawasih, dan lembaga nasional di Papua Nugini sebagai sumber pengalaman yang dapat memperkaya informasi yang diterima oleh pemerintah. Theo juga menekankan peran media informasi dalam memperluas pemahaman masyarakat tentang kemajuan kerjasama bilateral ini.
“ Diharapkan melalui jaringan kerjasama semacam ini, peran lembaga yang ada dapat semakin diperkuat,” ujarnya.
Sementara itu, Yohana Yembise menjelaskan pernah mempertemukan beberapa kelompok perempuan Papua dengan deputinya yang khusus menangani bidang-bidang tersebut. Pertemuan ini menjadi sarana untuk berdiskusi dan berbagi pikiran antara deputi dan para pengrajin perempuan, guna saling mempelajari apa yang telah dilakukan oleh perempuan Indonesia.
Selanjutnya, Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) perwakilan Papua Selatan, Yoseph Yanawo Yolmen menyampaikan dalam konteks diskusi ini, BP3OKP juga memiliki peran
penting dalam membangun kerjasama antara Indonesia dan Papua Nugini, dengan fokus pada Papua dan Papua Nugini.
“ Tujuan utamanya adalah mencapai kehidupan yang berwawasan luas dan cerdas bagi seluruh penduduk di Papua, terutama salah satu fokusnya adalah dalam hal pendidikan,” jelasnya.
Sementara itu, Bambang Shergi Laksmono, Pendiri Papua Center sekaligus Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, menyampaikan ide-ide besar yang telah dirintis untuk memajukan people-to-people diplomacy, soft diplomacy, dan pengembangan pendidikan serta kerjasama di perbatasan Indonesia yang memiliki banyak perbatasan laut, udara, dan darat.
Dirinya menjelaskan, pertemuan Diskusi Publik ini ini bertujuan untuk merancang kerangka besar dan mematangkan gagasan yang akan dibawa oleh Presiden Joko Widodo dalam kunjungan ke Papua Nugini. Materi yang diajukan berkaitan dengan kolaborasi dalam bidang ekonomi, budaya, dan pendidikan.
“Target kami adalah memperkuat kurikulum di wilayah perbatasan dengan bantuan Universitas serta berharap presiden dapat menyampaikan hal ini kepada Papua Nugini agar kerjasama yang berkelanjutan dapat dilakukan di
masa depan,” ucapnya lagi.
Bambang menekankan, Indonesia perlu melakukan upaya serius dalam memperhatikan orientasi dan imajinasi dalam hubungan dengan masyarakat di Pasifik. Mengangkat Papua sebagai pintu masuk ASEAN dan
gerbang ASEAN dengan Asia Pasifik merupakan perjuangan yang berat. Kemudian di sesi tanya jawab ditanyakan terkait program tol laut yang diharapkan dapat menghubungkan antar negara terkhusus dalam berbagai sektor dijelaskan oleh Theo Litaay bahwa pelabuhan di Papua merupakan salah satu harapan untuk menjadi pintu gerbang tol laut.
Pemerintah juga memiliki program bernama “jembatan udara” dan “angkutan darat bersubsidi” untuk menghubungkan pelabuhan tersebut dengan Bandara dan kemudian mengangkut barang ke kabupaten lain di wilayah tersebut. “Pembangunan di Papua memang tidak mudah dan berbeda dengan membangun di Pulau Jawa. Misalnya, luas Papua tiga kali lipat dari Pulau Jawa. Di Indonesia, hanya terdapat enam provinsi, sementara di PNG
terdapat 34 provinsi. Hal ini menunjukkan perbedaan dalam hal pelayanan publik.” Ujar Theo lagi.
Disambung Willem dari Kementerian Perhubungan, melalui Program Tol Laut, menerima arahan dari Presiden terkait konsep besar dan konsep kecil. Konsep besar melibatkan pelayanan reguler yang mencakup tiga pelabuhan
pengumpul (PP) dan jadwal yang teratur. Sementara itu, konsep kecil bertujuan untuk mengintegrasikan pelayanan
masyarakat dalam distribusi logistik dengan menggunakan transportasi laut yang terhubung dengan moda transportasi lainnya.
“ Kementerian Perhubungan telah memiliki program kerja terkait hal ini, terutama dalam hal akses pelayaran perdagangan internasional yang melibatkan kerjasama dengan negara lain, seperti PNG. Bagaimana kerjasama ini akan berkembang di masa depan akan tercakup dalam konsep besar, termasuk dalam upaya untuk mencapai daerah Nduga dengan menggunakan moda transportasi multimoda.
Kegiatan yang banyak membahas tentang hubungan bilateral antara Republik Indonesia (RI) dan Papua New Guinea (PNG) ini dihadiri oleh beberapa tokoh, akademisi dan organisasi yang ikut bertukar pikiran dalam diskusi
tersebut. (EarbayChannel). (**)