KUPANG, beritalima.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya membuka Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Proyek Kemakmuran Hijau, Selasa (13/10/16).
Gubernur mengatakan bahwa momen ini dapat dijadikan sebagai wahana untuk mendiskusikan program pembangunan masyarakat NTT salah satunya adalah Proyek Kemakmuran Hijau di NTT dengan berpedoman pada rapat –rapat yang terjadi tahun lalu. Menurut Gubernur kegiatan ini diharapkan dapat memotivasi daerah dalam melaksanakan program- program di masyarakat. Pentingnya koordinasi kabupaten/kota dan stakeholder terkait adalah hal yang utama.
“Saya minta berbagai program yang ada di desa harus berbasis desa ukurannya lebih jelas dibandingkan kita menggunakan ukuran kecamatan. Ada banyak persoalan di desa dan masyarakat membutuhkan dukungan untuk memecahkan masalah. Sehingga pada kesempatan yang istimewa ini saya minta agar perhatian untuk desa diutamakan. Selain itu dengan hibah dan dana dari pemerintah, saya ingin program yang dijalankan dapat berkelanjutan. Anggaran yang dialokasikan akan membuat program ini berlanjut. Disamping itu di desa kita butuh kelembagaan yang kuat agar apabila program ini berhenti maka desa sudah bisa mandiri”, Gubernur Lebu Raya.
Bagi Frans, program 5 tahunan boleh dirancang bagus tetapi apabila dilapangan prakteknya hanya berjalan 2 tahun maka bisa disimpulkan bahwa program ini berjalan tidak maksimal. Oleh karena itu pada kesempatan itu Gubernur berharap agar pihak Bapenas dan MCA –Indonesia tetap mendukung secara penuh program yang akan dirancang dan dilaksanakan demi pembangunan di NTT.
Saat ini, di desa juga sudah dibentuk koperasi yakni koperasi Anggur Merah dan koperasi yang lainnya. Banyaknya pendamping di desa menyebabkan masyarakat kebingungan. Ada pendaping desa, ada penyuluh, apakah semakin banyak pendamping memudahkan masyarakat atau membuat masyarakat bingung.
Sementara itu, Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, Lukas Adiyakso mengatakan Proyek Kemakmuran Hijau di Provinsi NTT dilaksanakan di 7 kabupaten yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Flores Timur, Sikka, dan Ende. Proyek ini telah diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Ketua Majelis Wali Amanat Millenium Challenge Account (MCA)- Indonesia dengan pimpinan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten pada tahun 2014 dan 2015. Beberapa aspek penting yang telah ditindaklanjuti dari Nota Kesepahaman tersebut diantaranya adalah proses sosialisasi, proyek terkait dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta Energi Baru Terbarukan sampai dengan kegiatan penandatanganan grant agreement yang diberikan untuk pemenang hibah.
Penandatangan grant agreement ini merupakan media untuk Proyek Kemakmuran Hijau melakukan kegiatan formal lainnya dengan pemerintah kabupaten/provinsi dalam rangka koordinasi ataupun monitoring kegiatan proyek tersebut.
Sementara itu, Asisten PPK Satker Pengelolah Hibah MCA KPA Compact Indonesia, Hari Kristijo berharap agar rakor ini dapat menghasilkan ide-ide, input,masukan dan saran dari semua peserta rakor oleh karena itu perlunya partisipasi dari seluruh peserta. Hari Kristijo juga berharap agar kegiatan ini tidak hanya selesai setelah diskusi melainkan tetap berkelanjutan. Hari Kristijo menerangkan kembali awal mula indonesia menerima hibah Compact dan program-progra yang ada didalamnya. Selain itu, dijelaskan juga cross cutting isuue yang menjadi persyratan dalam hibah compact.
Hari Kristijo juga menjelaskan tiga proyek dipresentasikan pada kesempatan itu yakni proyek kesehatan dan gisi berbasis masyarakat untuk mencegah stanting, proyek modernisasi pengadaan dan proyek kemakmuran hijau (Green Prosperity,GP). Porsi hibah terbesar ditujukan untuk mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fosil dalam penyediaan tenaga listrik serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari.
Rakor ini dihadiri 50 peserta yang terdiri dari Bupati Sumba Barat, Bupati Sumba Barat Daya, Markus Dairo Tallu, Bupati Flotim, Bupati Sikka, Yoseph Ansar Rera, Bupati Ende, Marsel Petu, Wakil Bupati Sumba Timur, Umbu Lili Pekuwali, Wakil Bupati Sumba Tengah, Umbu Dondu. (Ang)