SURABAYA, beritalima.com|
Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah piala Dunia U-20 tengah menjadi isu yang ramai diperbincangkan. Pembatalan tersebut dipicu sebagian tokoh dan masyarakat terhadap keikutsertaan timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U-20. Selain itu, alasan lainnya adalah ancaman keamanan di Indonesia, khususnya terkait konflik Palestina-Israel.
Kemudian, alasan lainnya adalah tidak terjalinnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel, sehingga penerimaan terhadap timnas Israel dianggap tidak sejalan dengan amanat UUD 1945.
Terkait hal itu, Radityo Dharmaputra SHubInt MHubInt RCESS IntM MA dosen departemen Hubungan Internasional FISIP Unair membagikan pandangannya terkait isu tersebut. Menurutnya, pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 memiliki implikasi yang besar terhadap dinamika politik domestik dan luar negeri Indonesia.
Menurut Radityo, pembatalan tersebut memberikan kerugian yang besar bagi Indonesia baik dari segi material maupun nonmaterial. Kerugian tersebut berupa turunnya reputasi Indonesia di mata dunia serta sanksi yang akan diberikan oleh FIFA kepada Indonesia.
“Kita sudah keluar modal yang cukup banyak untuk menyiapkan piala dunia tersebut, menyiapkan stadion, menyiapkan sarana, itu kerugian material yang kita terima. Tidak hanya itu, kerugian dalam konteks image Indonesia di mata dunia bahwa Indonesia ternyata tidak mampu menyelenggarakan event olahraga tanpa ada problem-problem politik domestik jadi ini tentu yang rugi adalah nama Indonesia di mata dunia,” ujar dosen HI tersebut.
Selain itu, menurut Radityo, keikutsertaan timnas Israel dalam ajang sepak bola global tidak dapat disalahkan dalam konteks ini. Hal tersebut merupakan kewenangan FIFA sebagai penyelenggara. Sedangkan, dalam konteks ini Indonesia hanya sebatas tuan rumah saja. Maka dari itu, segala konsekuensi seharusnya telah dipertimbangkan oleh pemerintah.
“Kalau sudah tau FIFA punya standar ganda dan kita tidak sepakat dengan standar ganda tersebut sejak awal tidak menawarkan diri sebagai tuan rumah, sejak awal kita tidak perlu terlibat di situ. Kalau perlu, sejak awal kita tarik diri dari FIFA kalau mau konsisten,” paparnya.
Selain itu batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tentu akan berimplikasi pada dinamika politik dalam negeri dan luar negeri Indonesia. Dalam politik domestik, isu agama khususnya isu Israel – Palestina masih menjadi isu sentral yang dapat mempengaruhi pilihan dan dukungan masyarakat pada pemilu 2024 yang akan datang.
“Dalam konteks politik dalam negeri, masyarakat akan menilai orang-orang dan partai yang bersuara keras ini bisa jadi tidak akan mendapatkan dukungan dari masyarakat, entah dia tidak dipilih atau partainya hilang dukungan,” sambungnya.
Sedangkan dalam konteks politik luar negeri, peristiwa ini menunjukkan inkonsistensi Indonesia dalam upaya diplomasi. Selain itu, peristiwa ini juga akan menjatuhkan nama baik Indonesia dalam politik global sehingga akan sulit bagi Indonesia untuk mengembalikan kepercayaan dunia kepada Indonesia.
“Nah, sudah terlihat ketidakkonsistenan Indonesia dan itu menghilangkan modal besar bagi kita sebagai negara dalam konteks politik luar negeri untuk mendamaikan Israel dan Palestina. Kita tidak pernah mencoba menggunakan Piala Dunia ini untuk menjadi modal diplomasi, tapi tidak mungkin dilakukan karena kita sudah mengambil posisi yang sejak awal keliru,” ungkapnya.
“Image Indonesia sebagai negara yang katanya sudah mulai menjadi negara-negara terbesar di dunia yang mampu menjadi tuan rumah itu menjadi berkurang. Biasanya, tuan rumah event olahraga besar itu adalah sinyal bahwa negara tersebut siap menjadi kekuatan besar dunia,” pungkasnya. (Yul)