Dr. Adi Suparto, SH.MH
SEMARANG, beritalima.com | Salah seorang sahabat saya ada di Jakarta bekerja sebagai dosen di Universitas Terbuka. Dengan jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIP) Universitas Terbuka (UT) Prof Dr Hanif Nurcholis bercerita tentang tanah mlik Ibundanya yang terkena pembebasan jalan tol yang dihargai murah. Jelang sholat Jum’at (23/4), melalui sambungan telpon, Pak Hanif menceritakan bahwa beberapa hari lalu telah melayangkan surat keberatan nilai ganti rugi tanah tol Semarang-Demak kepada Direktur Utama PT. PP (Persero) Tbk. Merasa belum mendapat respon, Prof. Hanif juga melayangkan surat pengaduan kepada Ketua Komisi VI DPR-RI
Uraian surat keberataan kepada Direktur Utama PT.PP (Persero) Tbk, Hanif mengaku, mewakili ibundanya Hj Rochmah sekaigus 47 pemilik tanah lainnya yang tanah milik mereka diduga dibebaskan secara sepihak dan dinilai tidak adil oleh pelaksana pengadaan tanah tol Semarang-Demak.

Ketika Prof. Hanif menghubungi saya, dia titip pesan, demi keadilan “Tolong ya pak Adi, kasus ibu saya dan 47 petani lainnya yang dizolimi pelaksana pembebasan tanah jalan Tol Semarang-Demak dibantu viralkan,” katanya, melalui telpon selulernya, Jum’at (23/4/2021).
Ada tiga hal keberatan yang diajukan hanif terkait pembebasan tanah pembangunan jaan Tol Semarang-Demak, yaitu:
1. Harga yang ditetapkan Penilai/Appraisal terlalu rendah (Rp 140.000 per m2) dibandingkan dengan harga faktual di desa kami dan harga tanah desa lain yang tanahnya dihargai tinggi oleh Penilai/Appraisal. Dengan demikian, kami sangat dirugikan dan diperlakukan tidak adil oleh Pelaksana Pengadaan Tanah.
2. Kami menilai Pelaksana Pengadaan Tanah melanggar ketentuan Perpres No. 71/2012.
a. Pasal 66 mengatur bahwa nilai ganti kerugian ditetapkan oleh Penilai yang dijadikan dasar musyawarah untuk menetapkan bentuk ganti kerugian.
b. Pasal 68 mengatur bahwa Pelakana Pengadaan Tanah melaksanakan musyawarah dengan Pihak yang Berhak. Ternyata praktinya ia tidak melaksanakan musyawarah. Ia hanya menyampaikan harga secara sepihak. Pemilik tanah sama sekali tidak diajak musyawarah. Pelakana Pengadaan Tanah juga tidak menyampaikan bentuk kerugian yang bisa berupa uang, tanah pengganti, dan lainnya.
c. Pasal 70 mengatur bahwa dalam hal belum tercapai kesepakatan, musyawarah dapat dilaksanakan lebih dari satu kali. Ternyata meskipun kami belum sepakat atas harga yang ditetapkan Pelaksana Pengadaan Tanah, kami dipaksa untuk tanda tangan menolak. Tidak ada musyawarah kedua dan ketiga.
3. Kami mendapatkan informasi valid bahwa tanah di desa lain yang dihargai tinggi oleh Penilai/Appraisal karena diduga ada permainan/kecurangan Penilai/Appraisal. Informan terpercaya memberi tahu kepada kami bahwa dirinya dan semua pemilik tanah lain bisa mendapatkan harga tinggi (sawah antara 385.000 – 725.000 per m2 dan karas antara 525.000 – 1.190.000 per m2) karena memberi “vitamin” kepada Penilai/Appraisal sebesar Rp100 juta yang difasilitasi oleh kepala desa.
Mencermati kasus pembebasan tanah untuk pembangunan jalan Tol Semarang- Demak ini, tidak salah jika dikatakan sebagai proyek memiskian pemilik tanah. Oleh karenanya, demi memenuhi rasa keadilan masyarakat, Hanif meminta agar Pembangunan jaan tol dihentikan sampai dengan adanya penyelesaian.

Di akhir pembicaraan kami, Hanif berpesan “Kami mohon melaui Ketua Komisi VI DPR-RI, Menteri PUPR dan Ketua Badan Pengatur Jalan Tol dapat memfasilitasi kami untuk musyawarah mufakat, sampai ada kesepakatan harga dengan pemenang proyek jalan tol Semarang-Demak, agar terpenuhi rasa keadilan,” ungkap Hanif.
Sebagai sahabat yang sudah belasan tahun terjalin, Hanif berharap, “jika kasus ini naik ke ranah hukum maka pak Adi akan saya dilibatkan sebagai pendamping hukum kami” Dengan tegas saya menjawab SIAP dengan senang hati kami akan datang bersama tim advokat. (Adi)