SORONG, Berita lima.com – Ketua Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Raja Ampat, Mananwir Paul Finsen Mayor, S.IP saat berbincang-bincang dengan media ini disalah satu cafe dikawasan Jalan Jenderal Sudirman, Klademak Pantai, Kota Sorong mengatakan, pembentukan daerah otonom baru (DOB) atau yang lebih dikenal dengan istilah pemekaran wilayah belum membawa dampak positif yang signifikan bagi masyarakat di Tanah Papua terlebih khusus di wilayah Provinsi Papua Barat, Rabu (31/05/17)
Dikatakan Paul, hal ini dilakukan oleh para oknum pejabat dan tokoh intelektual Papua dengan slogan yang sering dipakai adalah ‘menjadi tuan di negeri sendiri’ membuat sehingga pemekaran ibarat sudah menjadi makan pokok masyarakat Papua dan seakan-akan tidak ada lagi solusi untuk membangun Tanah Papua.
Selain itu kata Paul, ada istilah ‘Tong bikin pemekaran kabupaten baru supaya bisa pimpin tong pu masyarakat ini’ maka dengan slogan ini beberapa tokoh berpengaruh mulai mendesak masyarakat untuk mendukung pemekaran dengan mengatasnamakan masyarakat adat.
Lanjut Paul, setelah pemekaran terjadi seakan-akan para tokoh intektual dan pejabat yang awalnya dekat dengan masyarakat mulai terlihat jauh karena mereka sudah mendapat posisi dan jabatan yang strategis dan masyarakat ibarat anak ayam yang kehilangan induk dan kehidupan mereka sama seperti dulu tanpa ada perubahan bahkan mulai terpinggirkan dengan kehadiran bangunan megah bahkan daerah pemekaran baru ini menjadi lahan subur bagi koruptor.
“Pemekaran terjadi tetapi yang menikmati adalah kaum imigran yg datang dari luar Papua. Orang Papua hanya menjadi penonton di atas negerinya sendiri sehingga muncul pertanyaan, pemekaran ini hadir untuk siapa?,” ujar Paul dengan nada tanya.
Dikatakan Paul, setiap hari pesawat mendarat di bandara di seluruh Tanah Papua tetapi hanya terlihat beberapa Orang Asli Papua (OAP) saja yang turun dari pesawat yang terbanyak adalah kaun imigran yang datang dari luar Papua. Mereka datang dengan budaya dan cara hidupnya yang berlawanan dengan budaya hidup Orang Papua, secara otomatis akan membawa dampak positif dan negatif di tengah masyarakat dan sudah pasti akan menimbulkan gejolak sosial yang berdampak pada perilaku kehidupan orang asli Papua.
Lanjut Paul, gejolak sosial yang terjadi di masyarakat asli Papua selama ini karena merasa terpojok dan terpinggirkan sehingga mulai bermunculan aksi demo sana sini dan sering berujung dengan bentrok dengan aparat keamanan, dan ketika itu juga masyarakat asli Papua di cap sebagai separatis dan Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) padahal tidak demikian. Mereka hanya menuntut hak mereka agar dapat diperhatikan karena mereka merasa kehadiran DOB bukan mensejahterakan mereka tetapi menambah kesengsaraan mereka.
“Jadi, pemekaran harus dievaluasi dan diproteksi secara baik. Apakah sudah menjadikan Orang Asli Papua menjadi tuan di negeri sendiri atau belum? Atau Apakah pemekaran sudah mengakomodir orang asli Papua sudah mendapat jabatan dalam DOB tersebut atau kaum imigran yang lebih banyak menguasai pemerintahan dalam DOB?,” terang Paul.
Menurut Paul, solusi terbaik adalah bagaimana membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Orang Asli Papua dengan memberikan kesempatan bekerja seluas-luasnya kepada OAP sesuai UUD 1945 Pasal 18b dan Amanat UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Tanah Papua.
Sudah saatnya OAP diberi kesempatan dan pekerjaan dalam segala bidang. Hentikan mendatangkan kaum imigran ke Papua sebab dengan mendatangkan mereka ke Papua akan berakibat terjadi perebutan jabatan dalam segala aspek seperti birokrasi, politik dan wirausaha. (Jason)