SURABAYA, beritalima.com | Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan penarikan petugas pemantau yang sebelumnya ditempatkan di 19 titik akses pintu masuk Kota Surabaya, Senin (06/04/2020). Langkah ini dilakukan bertujuan untuk evaluasi posko sterilisasi yang sebelumnya melakukan aktivitas penyemprotan disinfektan dan pemeriksaan suhu tubuh.
Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, M. Fikser mengatakan, penarikan petugas yang sebelumnya ditempatkan di posko sterilisasi pada 19 titik akses pintu masuk Surabaya ini dalam rangka dilakukan evaluasi.
“Aktivitas yang sebelumnya dilakukan itu adalah melakukan penyemprotan disinfektan kepada kendaraan atau pengendara dan pemeriksaan suhu tubuh,” kata Fikser saat ditemui di Kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu (08/04/2020).
Fikser menjelaskan, upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya dengan menempatkan petugas di 19 titik akses pintu masuk Kota Pahlawan itu, rupanya dianggap belum ada koordinasi dan menimbulkan kesalahan persepsi. Karenanya, pihaknya kemudian melakukan evaluasi.
“Padahal yang dilakukan di sana bukan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tidak. Yang dilakukan di sana, yakni memberikan imbauan-imbauan dan langkah-langkah itu (pencegahan Covid-19),” jelasnya.
Menurutnya, jika Pemkot Surabaya menerapkan PSBB, tentunya akses pintu masuk ke Surabaya akan lebih ketat. Selain itu, jika PSBB diterapkan, pastinya pengalihan arus lalu lintas juga dilakukan.
“Tapi kan tidak, semua akses keluar masuk (Surabaya) tetap terbuka. Hanya berupa imbauan-imbauan, penyemprotan, dan pemeriksaan suhu tubuh sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran virus,” ujarnya.
Maka dari itu, pria kelahiran Serui – Papua ini mengungkapkan, sejak Senin (06/04/2020), Pemkot Surabaya telah melakukan penarikan petugas pemantau di lapangan. Bahkan, tenda-tenda juga sudah dibongkar untuk dilakukan evaluasi ke depan.
“Kita lakukan evaluasi untuk pengendara dan penumpang apakah ke depannya dilakukan penyemprotan atau tidak. Atau jika dilakukan penyemprotan, di bagian mana yang disemprot itu,” ungkap Fikser.
Namun, Fikser menyatakan, sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kemudian mengeluarkan surat edaran (SE) tentang protokol pengendalian mobilitas penduduk yang dikirimkan kepada Ketua RT, pengelola apartemen, pengelola country house, dan pengurus REI Jawa Timur. Harapannya, agar para Ketua RT dan pihak pengelola itu juga melakukan beberapa antisipasi penyebaran Covid-19.
“Seperti RW-RT di beberapa tempat melakukan gateway, atau memberlakukan pemeriksaan suhu tubuh dan penyemprotan. Melalui edaran itu juga diimbau apabila penduduk dari luar yang masuk wilayah RT nya kalau bisa yang bersangkutan tidak menginap, atau langsung pulang. Namun, kalau menginap sebaiknya melakukan isolasi mandiri selama 14 hari,” pungkas dia. (*)