Pendidikan Pesantren Harus Punya Model Tersendiri

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Lahirnya UU Pesantren yang berpihak pada kaum sarungan menjadi sejarah baru sebagai bentuk rekognisi negara terhadap pesantren yang eksistensinya sudah ada berabad – abad silam, jauh sebelum Tanah Air ini merdeka.

Demikian hal itu diungkapkan Zainut Tauhid Sa’adi, Wakil Menteri Agama RI, pada Diskusi Publik, yang digelar Media Pendidikan Politik Partai Persatuan Pembangunan, Jum’at (6/12/2019) di aula Idham Cholid, Gedung Partai Persatuan Pembangunan, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Sesuai temanya, Bagaimana Masa Depan dan Eksistensk Pesantren Pasca Disahkannya UU Pesantren, Zainut merespon media pendidikan politik partai persatuan pembangunan, bahwa UU Pesantren muncul tidak secara tiba – tiba. Keberadaan pesantren hingga sekarang ini tidak dapat dipisahkan dari pengalaman dan perjalanan sejarah yang panjang.

“Pesantren hanya diakui sebagai lembaga pendidikan non formal yang masuk pada katagori pendidikan luar sekolah. Hal ini menyebabkan pesantren dan lulusan pesantren tidak mampu mengakses berbagai kesempatan sebagaimana didapat oleh pendidikan lainnya,” tegasnya.

Pungkasnya, kendati mendapat pengakuan pendidikan keagamaan Islam jalur pendidikan nonformal, namun faktanya belum seutuhnya mengakui praktek pendidikan pesantren yang dilaksanakan secara terstruktir dan berjenjang. Dan dari sisi beban belajar sama dengan pendidikan umum jalur pendidikan formal.

“Pesantren dengan berbagai variannya, dipaksa mengikuti pola dan takaran standar yang diterapkan pada satu jenis pendidikan pada sistem pendidikan nasional,” jelasnya.

Padahal kata Zainut, seharusnya pendidikan pesantren adalah model tersendiri dalam sistem pendidikan nasional dengan pola dan takaran standar berbeda. Akhirnya berimbas pada lulusan pesantren untuk melanjutkan pendidikan dan pengakuan terhadap tingkatan lulusan pesantren.

Namun yang terjadi saat ini kata Wamenag, tidak bisa melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lantaran tidak punya nilai nasional akibat standar nasional pendidikan, sehingga dikatakan tidak bermutu karena tidak memenuhi standar dan tidak terakreditasi. ddm

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *